Perbincangan mereka akhirnya menggantung sampai disitu dan mereka bertiga sampai di kelas masih dengan wajah ceria.
“Ris, Tasya absen lagi. Nanti kamu tulis A saja ya di buku absen, karena tidak ada satu pun surat di meja guru.” Mita teman sekelasnya menahan Risma yang ingin duduk di bangku.
“Kenapa ya dia tidak masuk lagi?” Risma bertanya pada dirinya sendiri.
“Ah, mungkin hanya alasan dia saja agar bisa tidur di rumah.” Mita meninggalkan Risma yang masih memikirkan Tasya.
Tasya sedang tidak baik-baik saja. Begitulah pikiran Risma yang masih berdiri di samping bangkunya. Sepanjang pelajaran Risma terlihat tidak tenang, ia memikirkan keadaan Tasya yang absen tanpa alasan. Dia sudah beberapa kali berpikir hal yang aneh tertimpa pada Tasya. Semua pikiran itu membuat Risma tidak memperhatikan pelajaran dengan baik.
Bel istirahat akan berbunyi sepuluh menit lagi, namun Bu Esti guru matematika Risma itu sudah mengakhiri pelajarannya. Bersamaan dengan perginya Bu Esti dari kelas, beberapa siswa di kelas itu terlihat mengeluarkan bekal dari tas mereka. Begitu juga Risma, ia terlihat mengeluarkan kotak makan berwarna pink dari dalam tasnya.
“Daripada memikirkan Tasya, lebih baik aku makan nasi goreng buatan ibuku. Hari ini membuatku sangat lapar.” Risma dan teman-temannya terlihat menikmati makan siang mereka.
Brak! Mereka melihat ke arah datangnya suara itu. Terlihat dua wanita berdiri di depan pintu kelas, seorang wanita remaja yang wajahnya siap menerkam penghuni kelas dan yang satu lagi wanita dewasa yang matanya menyiratkan peperangan.
“Ada apa ini? Siapa kalian?” Mita memecah ketegangan dan membuat teman-temannya saling bertanya.
“Diam! Kalian semua ikut kami ke belakang kelas.” Ujar wanita itu.
Dua wanita yang tidak diketahui asalnya itu sudah berdiri di depan barisan acak penghuni kelas tiga SD, dan ini pertama kalinya bagi mereka berkumpul di belakang gedung kelas.