"Itu mereka." Pak Lukman mengejutkanku.
Pak Her muncul dari kegelapan hutan dengan sorot senternya. Ia memapah Fred di sampingnya. Aku dan Pak Lukman segera menjemput menyadari yang terjadi. Pak Lukman meraih lengan Fred dan merangkulkannya di bahu. Aku mengambil alih senter untuk menerangi jalan.
18.30
Fred duduk di kursi depan dengan pintu mobil yang dibiarkan terbuka. Kakinya terkilir membuatnya tak bisa berjalan. Itu sebabnya ia meniup peluit meminta bantuan. Aku mengoleskan salep pereda nyeri otot dari bekal obat yang dibawa Fred. Selesai mengoleskan obat, aku menghampiri Pak Her yang memeriksa mesin.
"Ini bukan kesalahaan Bapak, jadi jangan menyalahkan diri sendiri. Penjaga pondok sudah berangkat ke desa untuk meminta bantuan. Sebentar lagi dia kembali dan masalah akan selesai."
"Tapi ini bisa mempengaruhi citra agensi. Keluhan mereka tentang yang terjadi hari ini..."
"Saya tahu bapak khawatir mereka akan menyalahkan bapak karena mobil ini."
Aku membaca ketakutan Pak Her. Ia memiliki anak yang masih butuh biaya sekolah sementara istri yang meninggalkannya juga meminta nafkah. Hanya dari mobil tua ini Pak Her mendapat penghasilan. Jika pekerjaannya lepas, anaknya terlantar, istrinya akan membawa anaknya pergi.
"Bapak tidak akan kehilangan pekerjaan Bapak. Saya tidak akan memecat orang-orang kepercayaan saya. Bapak kan tahu sudah beberapa kali kita mengalami hal seperti ini dalam perjalanan. Toh, saya tidak mempermasalahkan itu selama ini."
"Tetap saja, turis kita bisa berkurang,"
"Kalau begitu, kita bisa membeli mobil baru." Hal yang memang sudah kurencanakan. "Tanpa mengganti sopirnya."