Dengan menyewa ambulance kami membawa jenasah Amelia. Namun saat tiba di rumah, aku dikejutkan oleh pamong yang telah memersiapkan kebutuhan kematian. Dari tanda kematian hingga amben untuk jenasah.
Lagi-lagi aku dan istriku dikejutkan oleh hal-hal yang tak masuk dalam rasio. "Kenapa, Pak Min, tahu yah, Pak?" pertabyaan istriku juga mewakili pertanyaanku.
"Entahlah, Bu, nanti bapak tanya saja saat selesai acara pemakaman biar enak bicaranya," aku berusaha menenangkan istriku.
***
Pemakaman anak gadisku telah selesai, doa bersama juga telah dipanjatkan. Pak Min masih di sana, sepertinya ia juga ingin berbicara padaku.
"Iya, Pak Min, ada apa?" tanyaku padanya.
"Nganu, Gan, niku kula dititipi amanat saking Aa' Semar. Tirose baju Nak Amelia suruh dibawa ke sana, katanya itu-" Pak Min seperti susah bercerita, entah masalahnya di mana? Hingga baju anak saya juga masih diributkan.
"Kenapa dengan Aa'? Bukannga sapi betina sudah kamu antar ke sana sesuai perintahku? Minta apalagi, toh anakku juga sudah mati," darahku kembali bergemuruh, setelah keikhlasan kematian anakku satu-satunya.
"Tak tahu saya, Gan, hanya menyampaikan saja," Pak Min seakan ketakutan.
"Sebentar, Pak Min, saat saya dan ibu tak ada di rumah apakah ada orang yang mencari saya?"
"Hmmm, selain Pak Yanto yang biasa beli kompos dan satu lagi lelaki yang ngobrol sama saya, Gan, awalnya tanya Juragan lantas lama-lama tanya tentang sapi-sapi yang saya rawat di dalam."