"Oh, iya gak apa-apa. Suruh aja masuk. Kebetulan saya belum mau pulang," ucap Dewi ramah. Panitia tersebut lalu berlalu dan mempersilahkan seseorang untuk masuk.
Dewi nampak gugup. Sudah dua tahun lamanya dia tidak berjumpa dengan pria itu. Ia tidak tahu bagaimana penampakan wajahnya sekarang. Apa ia masih mempertahankan rambut ikalnya yang berantakan itu?
Seingat Dewi, Tio memiliki rambut ikal yang ikonik. Mirip tokoh Rangga di film AADC. Ia juga sangat menyukai puisi dan buku sastra. Dia pria yang ceria namun sangat serius ketika sedang membaca. Kemana-mana selalu ada saja buku saku yang diselipkan di tas punggungnya.
Dia adalah anggota perpus paling setia saat kuliah dulu. Jika ada penghargaannya, maka dia yang akan memegang predikat sebagai mahasiswa yang paling banyak meminjam buku dalam satu tahun.
Pria itu bernama lengkap Ananda Tio Putra Abdurahman. Nama yang cukup panjang untuk ditulis di kertas ujian. Usianya saat ini sekitar 28 tahun, lebih tua dua tahun dari umur Dewi. Bertubuh tinggi, beralis tebal dan suka memakai earphone di telinga kirinya.
Mereka pernah satu jurusan saat kuliah dulu. Namun semenjak lulus mereka sudah jarang bertemu dan semakin asing karena jarak.
Dewi memutuskan untuk kembali ke Bandung setelah lulus dan menjadi penulis buku anak. Sedangkan Tio masih menetap di Jakarta dan bekerja sebagai design grafis. Dua bidang yang berbeda namun kadang juga beririsan.
Dua tahun lalu mereka pernah bekerja bersama dalam menggarap dongeng anak-anak untuk pra-sekolah. Kedekatan mereka membangun sebuah koneksi yang serasi namun terlalu beresiko untuk disebut romantis.
Tio yang ekstrovert berbanding terbalik dengan Dewi yang serba tertutup. Jika Tio bisa dengan mudah cocok dengan siapa pun, maka Dewi bersifat sebaliknya. Dia hanya akan membuka diri dengan orang yang benar-benar membuatnya nyaman. Tapi masalahnya, Tio adalah orang yang bisa membuat semua orang merasa nyaman.
Awalnya itu tidak menjadi masalah, namun kemudian menjadi bumerang ketika ada hati kecil yang membubuhkan harapan. Tentu saja Dewi menginginkan lebih. Lebih dari sekedar perhatian yang diberikan Tio kepada orang-orang. Lebih dari sekedar status "kolega kerja" yang mereka sanding kemana-mana.
Gadis itu menginginkan lebih, tapi pria itu tak jelas apa keinginannya. Ia seolah ingin terus-menerus memberi pupuk pada hati yang kian berharap untuk tumbuh di tanah yang longsor.