Tidak berlebihan bila ada yang mengatakan kalau Kota Malang dijuluki "kota wisata" karena memang di hampir setiap penjuru kota berhawa sejuk itu bisa kita temukan ratusan bahkan ribuan objek wisata yang bukan saja unik, menarik namun juga mampu mengedukasi (menjadi inspirasi dan sumber ilmu pengetahuan) para pengunjungnya. Â
Dari sekian banyak objek wisata menarik di Malang, apakah itu objek wisata alam, kuliner, sejarah dan pusat perbelanjaan, maka museum tampaknya patut juga dikunjungi dan jangan terlewatkan begitu saja. Â
Mendengar namanya saja saya jadi penasaran, ingin tahu seperti apa beragam koleksi yang ada di dalamnya, selain itu koleksi apa saja yang menjadi pusat perhatian (favorit) para pengunjung. Â
Meski gagal tapi tidak gagal total alias "gatot" sebab saya masih bisa menyaksikan beberapa koleksi yang dipajang di halaman luar museum. Rasa kecewa saya sedikit terobati karena masih sempat melihat secara lebih dekat beberapa senjata perang berukuran besar yang tergolong mesin perang berat di kala itu. Lagipula lokasi museum ini berdekatan dengan kawasan berkelas (elit) "Ijen Boulevard" yang memesona sekaligus menyegarkan mata. Â
Pohon-pohon palem berukuran besar dan tinggi (jenis palem raja kali ya) tertanam rapi di sepanjang jalan. Pada hari Minggu pagi, ketika berlangsung Car Free Day, kawasan Ijen Boulevard biasanya menjadi jujugan warga Malang dan sekitarnya untuk mengisi acara liburan mereka. Â
Setelah puas menikmati pesona kawasan Ijen Boulevard, saya kembali ke halaman luar Museum Brawijaya. Ada beberapa senjata berat terlihat di sana. Kabarnya nih, senjata-senjata itu merupakan senjata yang berhasil dirampas oleh para pejuang kita dari pasukan Belanda dan Jepang saat meletus pertempuran 10 November 1945 dan serangkaian pertempuran sebelum maupun sesudahnya. Â
Informasi yang rinci mengenai sejarah diperolehnya beberapa persenjataan berat bisa dibaca langsung lewat keterangan yang ditempel di badan senjata perang. Selain itu diperoleh dari penelusuran beberapa media online yang mengulas tentang beragam koleksi Museum Brawijaya Malang.Â
Beberapa koleksi museum berupa persenjataan berat yang bisa pengunjung saksikan di Taman Agne Yastra Loka (taman halaman depan museum, agne = api, yastra = senjata, loka = tempat / taman) diantaranya :Â
Ceritanya nih, PSU ini berhasil direbut oleh pemuda-pemuda yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari tentara Jepang ketika meletus pertempuran pada bulan September 1945.Â
Pompom Double Loop kemudian digunakan oleh tentara BKR dalam rangka mempertahankan kemerdekaan baik dari serangan tentara sekutu maupun tentara Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia  17 Agustus 1945. Â
Hebatnya lagi, Pompom Double Loop ini tak hanya bisa dipakai untuk bertahan dari serangan udara musuh melainkan juga sanggup digunakan untuk melancarkan serangan balik lewat kedua laras (loop) panjangnya.Â
Bahkan, dalam sebuah pertempuran yang terjadi di sebelah barat Bangkalan (Madura), pompom double loop berhasil menembak jatuh dua pesawat tempur Belanda.
Meriam ini berhasil dirampas dari tentara Belanda dalam serangan 10 Desember 1945 yang dilancarkan pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan anggota laskar pejuang lainnya terhadap Belanda yang berkedudukan di pos pantai Desa Betering.Â
Kopral Buang akhirnya gugur dalam pertempuran sengit yang berlangsung selama hampir 6 jam itu. Untuk mengenang jasa-jasa sang pejuang, meriam 3,7 inch itu kemudian diberi nama "Si Buang".
Pertempuran sengitpun tak terelakkan dan itu terjadi di kawasan Jalan Salak dan sekitar lapangan pacuan kuda Malang. Pertempuran sangat tidak berimbang. Persenjataan yang dimiliki tentara Belanda sangat lengkap untuk ukuran peperangan kala itu. Â
Untuk mengenang keberanian, pengorbanan dan daya juang pasukan TRIP yang gugur dalam insiden itu selanjutnya tempat itu kini dikenal sebagai Taman Makam Pahlawan TRIP Malang.Â
Monumen dibangun untuk mengenang kembali jasa-jasa Panglima Besar Jenderal Sudirman. keberanian dan kegigihan beliau dalam memimpin aksi gerilya melawan kaum penjajah patut diacungi jempol. Juga pengabdian beliau yang luar biasa untuk bumi pertiwi, Indonesia tercinta ini. Â
Â