Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengagumi Senjata Berat "Warisan Perang 10 November 45" di Museum Brawijaya Malang

12 Februari 2021   19:35 Diperbarui: 13 Februari 2021   03:12 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan bertrap menuju gedung Museum Brawijaya Malang (dok. Mawan Sidarta)

Tidak berlebihan bila ada yang mengatakan kalau Kota Malang dijuluki "kota wisata" karena memang di hampir setiap penjuru kota berhawa sejuk itu bisa kita temukan ratusan bahkan ribuan objek wisata yang bukan saja unik, menarik namun juga mampu mengedukasi (menjadi inspirasi dan sumber ilmu pengetahuan) para pengunjungnya.  

Dari sekian banyak objek wisata menarik di Malang, apakah itu objek wisata alam, kuliner, sejarah dan pusat perbelanjaan, maka museum tampaknya patut juga dikunjungi dan jangan terlewatkan begitu saja.  

Papan nama Museum Brawijaya Malang (dok. Mawan Sidarta)
Papan nama Museum Brawijaya Malang (dok. Mawan Sidarta)
Museum Brawijaya misalnya. Namanya saja keren banget. Kata "Brawijaya" diadobsi dari nama gelar raja-raja dari Kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan besar di Trowulan, Mojokerto (Jatim) yang pernah berjaya pada sekitar abad ke-13. 

Mendengar namanya saja saya jadi penasaran, ingin tahu seperti apa beragam koleksi yang ada di dalamnya, selain itu koleksi apa saja yang menjadi pusat perhatian (favorit) para pengunjung.  

Telat datang tapi sempat berselfie di halaman depan Museum Brawijaya Malang (dok. Mawan Sidarta)
Telat datang tapi sempat berselfie di halaman depan Museum Brawijaya Malang (dok. Mawan Sidarta)
Sayangnya saya belum leluasa atau tidak secara lengkap mengamati berbagai koleksi yang dipamerkan atau bahkan boleh dikatakan "gagal"memasuki Museum Brawijaya ini mengingat saat saya sampai di lokasi, museum sudah tutup. Hari sudah terlalu sore, sedangkan museum yang beralamat di Jalan Ijen 25 A, Gading Kasri, Kecamatan Klojen - Malang (Jatim) itu buka sampai pukul setengah tiga sore (08.00 - 14. 30 WIB). 

Meski gagal tapi tidak gagal total alias "gatot" sebab saya masih bisa menyaksikan beberapa koleksi yang dipajang di halaman luar museum. Rasa kecewa saya sedikit terobati karena masih sempat melihat secara lebih dekat beberapa senjata perang berukuran besar yang tergolong mesin perang berat di kala itu. Lagipula lokasi museum ini berdekatan dengan kawasan berkelas (elit) "Ijen Boulevard" yang memesona sekaligus menyegarkan mata.  

dok. Mawan Sidarta
dok. Mawan Sidarta
Asal tahu saja, Ijen Boulevard sebenarnya merupakan kawasan menarik di Kota Malang di mana bisa kita saksikan kompleks bangunan rumah bergaya arsitektur Belanda lengkap dengan taman bunga yang keren banget. 

Pohon-pohon palem berukuran besar dan tinggi (jenis palem raja kali ya) tertanam rapi di sepanjang jalan. Pada hari Minggu pagi, ketika berlangsung Car Free Day, kawasan Ijen Boulevard biasanya menjadi jujugan warga Malang dan sekitarnya untuk mengisi acara liburan mereka.  

Setelah puas menikmati pesona kawasan Ijen Boulevard, saya kembali ke halaman luar Museum Brawijaya. Ada beberapa senjata berat terlihat di sana. Kabarnya nih, senjata-senjata itu merupakan senjata yang berhasil dirampas oleh para pejuang kita dari pasukan Belanda dan Jepang saat meletus pertempuran 10 November 1945 dan serangkaian pertempuran sebelum maupun sesudahnya.  

Informasi yang rinci mengenai sejarah diperolehnya beberapa persenjataan berat bisa dibaca langsung lewat keterangan yang ditempel di badan senjata perang. Selain itu diperoleh dari penelusuran beberapa media online yang mengulas tentang beragam koleksi Museum Brawijaya Malang. 

Beberapa koleksi museum berupa persenjataan berat yang bisa pengunjung saksikan di Taman Agne Yastra Loka (taman halaman depan museum, agne = api, yastra = senjata, loka = tempat / taman) diantaranya : 

Tank shin ho to chi ha tipe 97 rampasan dari pasukan Jepang (dok. Mawan Sidarta)
Tank shin ho to chi ha tipe 97 rampasan dari pasukan Jepang (dok. Mawan Sidarta)
Tank buatan Jepang bernama shin ho to chi ha tipe 97. Tank ini berhasil dirampas oleh Arek-arek Suroboyo (para pemuda Surabaya) pada bulan Oktober 1945. Selanjutnya oleh pejuang dan pemuda Surabaya tank ini digunakan sebagai salah satu senjata berat untuk melawan pasukan sekutu dalam perang 10 November 1945.

Pompom Double Loop (dok. Mawan Sidarta)
Pompom Double Loop (dok. Mawan Sidarta)
Alat perang lainnya berupa senjata penangkis serangan udara (PSU). Senjata berat ini juga memiliki nama lain Pompom Double Loop tipe 96. 

Ceritanya nih, PSU ini berhasil direbut oleh pemuda-pemuda yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari tentara Jepang ketika meletus pertempuran pada bulan September 1945. 

Pompom Double Loop kemudian digunakan oleh tentara BKR dalam rangka mempertahankan kemerdekaan baik dari serangan tentara sekutu maupun tentara Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia  17 Agustus 1945.  

Hebatnya lagi, Pompom Double Loop ini tak hanya bisa dipakai untuk bertahan dari serangan udara musuh melainkan juga sanggup digunakan untuk melancarkan serangan balik lewat kedua laras (loop) panjangnya. 

Bahkan, dalam sebuah pertempuran yang terjadi di sebelah barat Bangkalan (Madura), pompom double loop berhasil menembak jatuh dua pesawat tempur Belanda.

Meriam 3,7 inch (dok. Mawan Sidarta)
Meriam 3,7 inch (dok. Mawan Sidarta)
Senjata berat hasil rampasan perang yang lainnya, yakni : meriam 3,7 inch. Meriam 3,7 inch dijuluki juga Meriam Si Buang. Nama "Buang" diadobsi dari nama seorang pejuang yang gugur dalam pertempuran itu, Kopral Buang namanya. 

Meriam ini berhasil dirampas dari tentara Belanda dalam serangan 10 Desember 1945 yang dilancarkan pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan anggota laskar pejuang lainnya terhadap Belanda yang berkedudukan di pos pantai Desa Betering. 

Kopral Buang akhirnya gugur dalam pertempuran sengit yang berlangsung selama hampir 6 jam itu. Untuk mengenang jasa-jasa sang pejuang, meriam 3,7 inch itu kemudian diberi nama "Si Buang".

Penampakan tank Ampibi AM Track (dok. Mawan Sidarta)
Penampakan tank Ampibi AM Track (dok. Mawan Sidarta)
Tank Ampibi AM Track. Senjata berat ini pernah digunakan oleh tentara Belanda yang hendak menduduki Kota Malang pada masa Perang Kemerdekaan I. Namun sempat mendapat perlawanan sengit dari para pejuang kita.  

Pertempuran sengitpun tak terelakkan dan itu terjadi di kawasan Jalan Salak dan sekitar lapangan pacuan kuda Malang. Pertempuran sangat tidak berimbang. Persenjataan yang dimiliki tentara Belanda sangat lengkap untuk ukuran peperangan kala itu.  

dok. Mawan Sidarta
dok. Mawan Sidarta
Sementara para pejuang yang terdiri dari anggota Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) bersenjatakan ala kadarnya sehingga mengakibatkan korban jiwa sebanyak 35 orang anggota pasukan TRIP gugur. Jenazah kemudian dimakamkan dalam pekuburan massal sebelah utara ujung timur Jalan Salak. 

Untuk mengenang keberanian, pengorbanan dan daya juang pasukan TRIP yang gugur dalam insiden itu selanjutnya tempat itu kini dikenal sebagai Taman Makam Pahlawan TRIP Malang. 

Catatan sejarah tank AM Track (dok. Mawan Sidarta)
Catatan sejarah tank AM Track (dok. Mawan Sidarta)
Selain beberapa senjata berat berupa tank, meriam dan penangkis serangan udara, persis di trap-trap jalan masuk menuju Museum Brawijaya terpampang monumen (setengah badan) Jenderal Sudirman. 

Monumen dibangun untuk mengenang kembali jasa-jasa Panglima Besar Jenderal Sudirman. keberanian dan kegigihan beliau dalam memimpin aksi gerilya melawan kaum penjajah patut diacungi jempol. Juga pengabdian beliau yang luar biasa untuk bumi pertiwi, Indonesia tercinta ini.  
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun