Mekanisme bermain kolasnya juga unik. Pertama, saya terlebih dulu mengocok kartu dari bahan karton ya seperti layaknya kartu remi itu. Oleh penjual kolas, kartu diberi nomer 1 sampai 20 tapi dibuat kembar (rangkap) dua. Jadi ada 40 lembar kartu.Â
Setelah dikocok, saya mengeluarkan 2 lembar kartu tapi disembunyikan angkanya dengan menyelipkannya di bawah tumpukan hadiah yang disediakan.Â
Lalu sang penjual kolas (bandar) mengeluarkan nomer yang terlebih dulu dikopyok (diaduk, red) dalam kaleng. Nomer-nomer undian ini ditulis dalam potongan kertas kecil, juga dinomeri 1 sampai 20, masing-masing potongan kertas kecil tadi lalu dimasukkan ke dalam potongan sedotan, ya seperti kalau mengundi nomer arisan saja.
Setelah itu saya membuka satu persatu sisa kartu yang ada. Kalau nomernya muncul atau sama persis dengan sisa kartu yang dibuka tadi berarti kolasnya nggak dapat. Kadang kalau bernafsu dan nggak sabaran setelah nomer dikopyok bandar langsung saja saya buka 2 lembar kartu yang saya sembunyikan tadi.
Permainan kolas sejatinya adalah undian berhadiah. Sensasinya justru terletak pada proses membuka lembar demi lembar sisa kartu yang ada. Hati berdebar-debar dan berharap-harap cemas agar dapat hadiah (menang).Â
Saat nomer yang dikopyok oleh bandar kolas tidak sama dengan nomer sisa kartu yang ada berarti nomernya berada di kartu yang saya sembunyikan tadi. Kadang dari kolas ini dapat 1 nomer tapi jarang sih yang menang 2 nomer. Menang 1 nomer ya dapat 1 hadiah. Begitu pula kalau menang 2 nomer hadiahnya juga 2 buah.
Bermain kolas ini meski bernuansa judi kecil-kecilan namun sebenarnya juga mengandung pengetahuan probabilitas. Kartu yang dikocok dibuat rangkap (kembar) dua agar probabilitas (kemungkinan) untuk menang cukup tinggi.
Klotekan Sampai KesianganÂ
Anak-anak di bulan-bulan biasa biasanya bangunnya terlambat tapi kalau puasaan bangun tengah malam dibela-belain.
Saya dan beberapa teman sebaya sudah janjian akan bangun tengah malam untuk bermain musik patrol (klotekan) keliling kampung, membangunkan orang untuk makan sahur.Â
Alat-alat untuk klotekan terbilang sangat sederhana. Kala itu saya pakai cirigen, potongan bambu yang dilubangi bagian tengahnya, kendang dari kaleng roti bekas yang telah diberi kertas semen.