Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Setelah Abu Sayyaf, Kini Tiongkok Berhasil Membuat Duterte Murka

13 September 2016   14:57 Diperbarui: 17 September 2016   20:46 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Fiipina Rodrigo Duterte (Foto: antaranews)

Sebab Laut Cina Selatan Jadi Rebutan
Kawasan teritorial Laut Cina Selatan selama ini diakui secara sepihak sebagai wilayah kedaulatan Tiongkok karena letaknya yang sangat strategis. Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh negara, yaitu Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, dan Filipina. Selain itu perairan Laut Cina Selatan juga mencakup Teluk Siam yang dibatasi oleh Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia, serta Teluk Tonkin yang dibatasi oleh Vietnam dan Tiongkok.

Laut Cina Selatan adalah wilayah laut dengan rute tersibuk di dunia. Kawasan itu dilalui jalur pelayaran perdagangan dan jalur komunikasi internasional yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Lebih dari separuh perdagangan dunia berlayar melewati jalur strategis itu setiap harinya.

Selain lokasinya yang sangat strategis sebagai jalur pelayaran Internasional, Laut Cina Selatan juga memiliki cadangan minyak mentah dan gas alam sebesar 17,7 miliar ton. Bukan hanya itu saja, kandungan gas alam di Laut Cina Selatan memiliki sumber kandungan hidrokarbon yang sangat melimpah ruah.

Sekitar 60-70% kandungan hidrokarbon di Laut Cina Selatan itu adalah gas alam dengan kapasitas sebanyak 20 triliun kubik per tahun. Ini yang bikin negara Tiongkok ngiler untuk mencaploknya sebagai wilayah teritorial mereka.

Tiongkok berpedoman pada latar belakang sejarah Cina kuno dahulu kala tentang peta wilayah kedaulatan Cina. Menurut pemerintah Tiongkok, wilayah Laut Cina Selatan ditemukan oleh leluhur mereka, yaitu Dinasti Han pada abad ke-12 sebelum Masehi dan Dinasti Yuan. Pengakuan itu kemudian diperkuat lagi pada jaman Dinasti Ming dan Dinasti Qing pada abad ke 13 sebelum Masehi.

Namun pengakuan Tiongkok itu dipatahkan oleh keputusan pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag karena tak terdapat bukti yang kuat dan sahih bahwa secara historis Tiongkok pernah menguasi perairan tersebut beserta sumber alamnya.

Duterte berpatokan pada prinsip landas kontingen oleh penjelajah Filipina pada tahun 1956. Duterte dengan berapi-api menyatakan bahwa gugusan kepulauan yang diklaim oleh Tiongkok sebagai bagian dari wilayah teritorial mereka itu bukan milik negara manapun di dunia ini untuk diklaim secara sepihak semau-maunya.

Gugusan kepulauan yang diklaim Tiongkok itu mencakup gugusan kepulauan Spratly di mana delapan pulau di kepulauan Spratly dengan total luas 790.000 meter persegi adalah bagian dari Provinsi Palawan, Filipina. 

Perhitungan Matang Duterte
Pernyataan talk or fight-nya Duterte itu tentunya bukan tanpa alasan. Ia sudah memperhitungkan dengan matang-matang jika Tiongkok meladeni tantangannya itu, maka konflik militer pasti bisa saja terjadi setiap saat.

Yang jelas kekuatan tak akan berimbang dimana kekuatan militer Tiongkok jauh lebih kuat dan di atas rata-rata. Selain itu, saat ini Tiongkok dikenal sebagai macan Asia selain Jepang yang memiliki peralatan militer yang super canggih dibandingkan Filipina.

Namun Duterte bukanlah seorang Presiden kelas ayam sayur. Ia tentunya telah memperhitungkan segala sesuatunya secara cermat dan matang untung ruginya jika pada akhirnya ia memutuskan untuk baku hantam dengan Tiongkok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun