Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jika Lawan yang diserang Pak JK Itu Kelas Bekicot Mungkin Sudah Modar

11 Juni 2014   04:01 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:18 2344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo Subianto memaparkan, kira-kira begini, kita ingin menjadi bangsa yang berdikari, bangsa yang berdiri di atas kakinya sendiri. Kita tak ingin menjadi bangsa yang hanya bisa menjadi pasar, kita tak ingin menjadi bangsa yang hanya bisa mengekspor tenaga kerja murah.

Negara kita kaya, seharusnya rakyat kita bisa makmur, tapi kekayaan kita justru terserap ke luar negeri. Untuk apa demokrasi bagus kalau ujung-ujungnya negeri kita miskin?

Dalam bahasa halusnya, Prabowo ingin menyampaikan begini; pilihan rakyat Indonesia saat ini hanya dua, pilih Presiden yang suka keluar masuk got dan selokan namun kita tetap miskin melarat karena kekayaan bangsa kita dikuras habis oleh asing, atau pilih pemimpin tegas dan berani yang mampu menjaga harga diri dan harkat bangsa dari tekanan negara-negara asing.

Cadas, bukan?

Prabowo memiliki style, penguasaan konsep kebangsaan, pemaparan konseptual yang riil. jelas makna yang tersirat. Sangat dalam memang, membangun aliena ke alinea berikut nya dalam setiap pemaparannya, angle yang unik, sarat gaya bahasa pleonasme.

Jokowi menggadang-gadangkan lelang jabatan secara terbuka, Prabowo bilang itu sama saja pemborosan dana APBN sebesar 13 Trilyun jika dibandingkan dengan melalui mekanisme pemilihan DPR. Sodokan yang tajam. Jawaban Jokowi pun bias dan ngambang dengan mata menerawang ke langit-langit.

Goyangannya Hatta Rajasa juga mantap, lebih halus, lebih santun, namun kata-katanya tajam menusuk jantung tembus sampai ke punggung. Beda dengan sikap Jokowi yang terlihat canggung, sampai-sampai contekannya, kertas A4 yang dilipat empat bagian itu, tanpa ia sadari nongol dengan sendirinya dari balik jasnya yang masih bau toko itu.

Kata orang, kertas itu berisi Doa. Doa kok dicatat? Doa itu diucapkan dalam hati, diyakini, dan diimani. Bukan dicatat di kertas. Apa manfaatnya mencatat doa? Tak ada sama sekali.

Jokowi jualan konsep E-Budgeting, E-Planning, E-Controlling, Pajak Online, Tanah Abang, Waduk Pluit, yang jelas-jelas ide gebrakannya Ahok, wakilnya di DKI itu, yang notabene adalah anak didiknya Prabowo Subianto, lawan debatnya malam itu.

Jokowi bilang hasil kerjanya sudah terbukti. Ia mengagul-agulkan dirinya yang keluar masuk pasar dan terminal, dekat dengan rakyat kecil. Kesombongan ini yang bikin aku tak suka dan muak. Bagiku, tanpa Ahok, Jokowi mati kutu di Jakarta ini.

Jokowi bukan memaparkan Visi dan Misi untuk negara, malah memaparkan Visi Misi Solo dan Jakarta. Mungkin Jokowi lupa, Indonesia ini bukan hanya Solo dan Jakarta saja. Ada 33 provinsi, 403 kabupaten, dan 94 kota diseluruh pelosok Indonesia yang harus Jokowi urus dan blusukan setiap hari jika Jokowi jadi Presiden.

Sudah barang tentu dana APBN akan membengkak akibat dari biaya blusukan ke seluruh Indonesia. Biaya blusukan Jokowi untuk wilayah DKI Jakarta saja 5 milliar per bulan. Coba Anda bayangkan kalau Jokowi blusukan ke seluruh pelosok Indonesia setiap hari dengan pesawat kepresidenan yang masih baru itu, berapa puluh milliar dana APBN yang akan terkuras setiap bulan?

Jokowi bicara mengenai politik anggaran dan wacana pencabutan kembali pemekaran daerah sebagai bentuk Reward & Punishment. Ini konsep yang konyol dan fatal akibatnya.

Daerah-daerah yang minim SDM dan SDA nya justru butuh dukungan anggaran dari pusat untuk menggerakkan ekonomi daerah, membangun sekolah, membangun rumah sakit, membangun jalan raya, membangun infrastruktur daerah sesuai dengan program Master Plan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I).

Bukan malah menghukum mereka dengan memotong anggaran alokasi dana yang notabene adalah hak suatu daerah di wilayah NKRI ini. Bisa tumbang mereka. Konsep yang asal sembarang ucap.

Bilamana terjadi pemotongan anggaran justru akan membuat suatu daerah ambruk perekonomiannya. Itu sudah pasti terjadi. Yang model begini hanya bikin susah rakyat kecil saja. Apalagi kalau mereka coblos Jokowi yang menginginkan perubahan. Dimanakah rasa keadilan itu?

Belum lagi kata "diisikan" yang berulangkali Jokowi sebutkan. Oh Tuhan. Maaf-maaf saja, Itu bukan bahasa calon Presiden. Itu bahasa tukang bakso, tukang siomay, tukang ketoprak, tukang mie ayam yang sering lewat depan rumahku tanya istriku mau diisikan saos sama sambal atau enggak.

Jokowi bicara keberhasilannya mengatasi masalah Lurah Susan. Prabowo bicara saya berupaya sandingkan Ahok dengan Jokowi. Sindiran telak yang menusuk uluhati. Hatta Rajasa pun menimpali, apapun agamanya harus setara didepan hukum, penghapusan diskriminasi dalam bentuk apapun, kesamaan hak politik tiap warga negara.

Ini baru luar biasa. Persis seperti efek sodokan bola Billiard. Sodokan yang telak rambang sana-sini sampai habis semua bola masuk lubang di enam penjuru meja Billiard.

Itu baru persnelling satu dari Prabowo. Persnelling empat digasnya khusus buat JK. Tegas, lugas, dan langsung menghunjam lambung. Jika lawan yang diserang JK itu kelas bekicot mungkin sudah modar tiarap rata dengan lantai tanpa mampu mengangkat muka lagi karena terinjak godam raksasa.

Lha ini manusia sekaliber Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus, murid kesayangannya Jenderal Bintang Empat Amerika, Wayne Downing, yang sukses menghajar prajurit Vietkong di rimba belantara Vietnam sampai babak belur lari tunggang langgang pantat panas kocar kacir masuk keluar hutan.

Diserang JK tak membuat Prabowo gentar, justru membuatnya tambah ganas. Itu sikap prajurit sejati. Harga diri diatas segala-galanya. Salut.

Jangankan JK yang hanya serang pakai kata-kata berupa pertanyaan sindiran, diserang pasukan Fretilin yang buas di rimba Timor Lorosae, Prabowo tak mundur satu jengkal pun. Diserang OPM di rimba Papua pun, Prabowo tak mundur satu langkah pun. Lha kok bisa-bisanya ketika Jokowi kampanye di Papua, Jokowi sindir Prabowo bahwa Prabowo tak pernah kampanye ke Papua, maunya hanya nginap di hotel saja?

Apakah Jokowi mampu menghalau brutalnya pasukan OPM seperti yang dilakukan Prabowo dulu dengan gagah berani? Prabowo sudah malang melintang di rimba belantara Papua ketika Jokowi masih merangkak sebagai pengusaha Meubel di Solo. Makanya baca ulang sejarah bangsa ini sebelum belajar menyindir orang lain dengan jumawa. Sok nyinyir pulak.

Aku tersenyum kecut saja dari balik layar TV melihat sandiwara pak JK ini. Bahkan diawal acara, pak JK pun tak mau ikut nyanyi lagu kebangsaan negara kita, Indonesia Raya. Dimana rasa nasionalisme itu? Beginikah model orang pengidap penyakit Post Power Syndrome yang kebelet ingin jadi wapres kedua kalinya bagi bangsa ini?

Tak semua orang tahu siapa dibalik timsesnya Jokowi-JK. Sutradaranya Andi Widjajanto. putranya Jend. Theo Sjafie, salah satu gerombolannya LB Moerdani yang musuh berat sama Prabowo pada era tahun 90 an yang silam.

LB Moerdani ditumbangkan Prabowo dari kursi empuknya sebagai jabatan tertinggi militer di negeri ini kala itu. Satu-satunya Jenderal yang berani mati pasang badan menumbangkan LB Moerdani di negara ini, hanya Prabowo Subianto.

Dibalik timses Jokowi-JK banyak bercokol para Jenderal dan tokoh-tokoh yang ada hubungannya dengan LB. Moerdani. Motif pertarungan pilpres 2014 ini sudah jelas dan nyata, pertarungan para dedengkot kelompoknya LB Moerdani yang tak sudi rival mereka, Prabowo Subianto, menjadi Presiden Republik Indonesia.

PDIP paham betul hal ini. Itulah sebabnya mereka merayu TNI aktif untuk berpolitik praktis. Modus PDIP ini sama seperti dulu, mengusulkan agar TNI dan Polri untuk ikut Pemilu. Konyol, bukan? SBY pun jengah. SBY meradang. Sebagai panglima tertinggi ABRI, SBY jelas-jelas tersinggung. Militer kok mau-maunya diatur-atur oleh orang sipil.

SBY akhirnya mengultimatum dengan tegas, lugas, dan jelas, siapa saja Perwira Tinggi yang berpolitik, silahkan mengundurkan diri. Saya doakan semoga berhasil. Tuh kan? SBY ternyata bisa nyinyir juga. Karena SBY tahu potensi PDIP untuk menang Pemilu sangat tipis, itulah sebabnya SBY doakan para Jenderal yang terjun bebas berpolitik praktis dengan PDIP semoga bisa berhasil. Semoga.

Yang disindir SBY sudah pasti tidurnya pun tak nyenyak, bolak balik ditempat tidur sambil pikirannya menerawang, pantat seperti timbul bisul dan nanah sana sini. Siapakah Jenderal yang dimaksud oleh SBY? Semua orang juga tahu siapa-siapa para Jenderal yang mendukung PDIP untuk menjungkalkan Prabowo dan mengasumsikan SBY seperti kapal yang sudah hampir karam, bagaikan sang surya yang sebentar lagi akan terbenam di ufuk barat.

Kita tunggu saja nanti, apakah Panglima TNI Moeldoko dan Kepala Satuan Angkatan Darat Jenderal Budiman (dulu diwacanakan sebagai cawapresnya Jokowi sebelum JK menerobos masuk) itu akan dicopot dan diganti dengan orang lain yang lebih netral yang menjunjung tinggi sikap netral TNI, atau masihkah akan diberi kesempatan?

Kalau mau jujur dan buka-bukaan, ayo buka lagi kasus 27 Juli atau Kudatuli dulu. Jelas-jelas di video ada Sutiyoso disitu. Sutiyoso justru diangkat Megawati jadi Gubernur DKI. Nah lu. Makanya berani buka dan berani jujur itu hebat.

Model macam pak JK ini adalah model orang yang terlalu percaya diri dengan gayanya yang yakin akan menang. Tak usah bicara Visi dan Misi yang panjang lebar, sesuaikan saja dengan Pancasila dan UUD'45, singkat, padat, dan jelas. Itulah Visi dan Misi Presiden sebagai pelaksana mandat seluruh rakyat Indonesia, tanpa harus bertele-tele, tanpa harus baca di kertas, tanpa harus cengengesan.

Salam koplak selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun