[caption id="attachment_386823" align="alignnone" width="600" caption="Informasi jadwal keberangkatan Pesawat AirAsia QZ8501 tujuan Bandara Changi Singapura dari Bandara Juanda Surabaya pada hari Minggu, 28 Desember 2014 (New York Daily News)"][/caption]
Seperti di film-filmnya Dono Kasino Indro dan di film-film India, Polisi biasanya datangnya pas pada adegan terakhir untuk menangkap para penjahatnya. Begitu pula dengan kecelakaan tragis yang menimpa pesawat AirAsia QZ8501 dan telah merenggut nyawa 155 penumpang dan 7 awak pesawatnya itu.
Pihak Kemenhub datang terakhir sebagai pahlawan kesiangan tanpa tanda jasa dengan membekukan izin penerbangan AirAsia jurusan Surabaya-Singapura yang dituangkan dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. AU.008/1/1/DRJU-DAU-2015.
Pembekuan izin ini berlaku efektif per tanggal 2 Januari 2015 sampai hasil evaluasi dan investigasi Kemenhub terkait masalah pelanggaran yang mengakibatkan kematian massal para penumpang AirAsia tersebut diumumkan ke ranah publik.
Dengan segala pedenya dan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, pihak Kemenhub menuturkan bahwa sejak tanggal 24 Oktober 2014 yang lalu, ijin jadwal penerbangan AirAsia yaitu pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu saja. Bukan pada hari Minggu.
Namun konyolnya pada hari Minggu, 28 Desember 2014, AirAsia dengan logonya yang top markotop itu "Now Everyone Can Fly" dengan nekatnya lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya menuju Bandara Changi Singapura tanpa koordinasi dan melapor terlebih dahulu ke pihak Kemenhub. Yang lebih konyol lagi, pihak AirAsia juga enggak koordinasi dengan pihak BMKG terkait kondisi cuaca pada hari yang nahas itu.
Mengerikan, bukan? Itu kata ku.
Coba Anda bayangkan, ratusan nyawa yang tak tahu menahu akan pelanggaran fatal ini akhirnya menjadi korban terhempas ke lautan luas akibat dari kampretnya AirAsia dan ngawurnya Kemenhub itu.
Yang bikin aku sengak, dengan entengnya Kemenhub bilang kemungkinan besar ada oknum tertentu di instansi mereka yang main mata dengan AirAsia sehingga meloloskan AirAsia itu terbang di luar jadwal mereka yang semestinya. Ngawur, bukan?
Bagi Anda yang belum tahu, saat ini AirAsia, maskapai asal negeri jiran Malaysia itu, mengoperasikan 30 unit pesawat yang terdiri dari 5 unit pesawat milik mereka sendiri dan 25 unit lainnya mereka sewa. AirAsia telah menerbangkan 8 juta penumpang selama tahun 2014. Ternyata, oh ternyata, dalam praktik operasional mereka banyak dilakukan penyimpangan.
Pantas saja, Yahoo Finance merilis reportase harga saham AirAsia yang melesat naik tajam hingga 34% di tahun 2014 ini. AirAsia telah berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,88 triliun. Bandingkan dengan Garuda Airlines, maskapai kesayangan milik negara kita tercinta ini, yang tercatat kerugian bersih sebesar US$ 219,5 juta. Miris memang.
Setelah tragedi maut yang menimpa pesawat nahas AirAsia QZ8501 itu, baru bau kentut mereka semua yang busuk itu merebak ke permukaan. Jangan-jangan bukan hanya AirAsia saja yang sering melakukan pelanggaran jadwal penerbangan, bisa saja maskapai penerbangan lainnya seperti Lion Air, Batik Air, Sriwijaya Air, Citilink, dan maskapai-maskapai penerbangan lainnya melakukan hal yang sama.
Semoga ada maskapai yang segera mengaku dosa-dosa mereka dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya sebelum timbul korban jiwa lebih banyak lagi. Yang kalian angkut itu bukan ayam, akan tetapi nyawa manusia yang sangat berharga!
Terkait dengan pelanggaran yang super dodol, super ngawur, dan super bahaya yang dilakukan oleh pihak AirAsia yang sudah pasti itu (tak mungkin tidak) kongkalingkong dengan oknum tikus-tikus berdasi di Kemenhub, maka besar kemungkinan ada dua dosa besar yang telah terjadi selama ini, yaitu sebagai berikut;
1. AirAsia memanfaatkan momen liburan akhir tahun dan tahun baru dengan menjual tiket penerbangan pada hari minggu. Padahal mereka sadar sesadar-sadarnya bahwa ijin dari Kemenhub bukan pada hari itu, namum demi uang dan bisnis untuk menyundul saham mereka ke permukaan, AirAsia telah ikut berperan membunuh 155 nyawa penumpang plus 7 orang kru pesawat mereka yang nahas itu.
2. Pihak Kemenhub selama bertahun-tahun telah kongkalingkong main mata dengan AirAsia. Para oknum dodolipet kemaruk yang perutnya pada buncit-buncit itu disogok sejumlah besar uang oleh maskapai AirAsia supaya bisa terbang diluar jadwal yang diijinkan oleh Kemenhub karena tiket yang sudah ludes terjual.
Demi fulus yang tebal menggelembung di dompet dan supaya bisa gaya-gayaan beli batu bacan yang mahal punya dijemari mereka, para oknum tikus-tikus berdasi di Kemenhub itu telah ikut andil membunuh 155 penumpang plus 7 orang kru pesawat AirAsia dalam pesawat yang nahas itu.
Kalau sudah begini, apa kata dunia? Ayam pun geleng-geleng kepala melihat kenekatan mereka itu.
Kalau terbukti ada oknum Kemenhub yang selama ini terlibat kongkalingkong dengan pihak AirAsia, maka sudah sejatinya Menteri Perhubungan, si Ignatius Jonan itu, tahu diri sedikit dan punya rasa malu dengan jabatannya.
Sebagai pimpinan, Ignatius Jonan, telah dianggap tak mampu membersihkan mafia Ijin Penerbangan yang berkembang biak bagaikan kutu busuk yang beranak pinak di instansinya itu.
Sekalipun Jonan masih baru menjabat sebagai Menteri Perhubungan di pemerintahannya Jokowi-JK, tetap kesalahan fatal berada pada pundaknya, kenapa tak memprioritaskan keselamatan dunia penerbangan dalam negeri.
Contohi itu Menteri Jung Hong-won yang legowo mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri karena ia tahu diri dan masih punya rasa malu atas tenggelamnya kapal MV. Sewo yang menewaskan 295 orang di Korea Selatan pada tanggal 16 April 2014 yang lalu.
Musibah memang tak seorangpun menginginkan terjadi, dan musibah bisa terjadi kapan saja, hari apa saja, dimana saja, dan menimpa siapa saja, akan tetapi secara moral dan mental manusia yang memiliki akal dan hikmat, apakah pihak AirAsia dan para oknum di Kemenhub selama ini tak memikirkan resiko akan bahaya yang mengancam setiap saat dengan melakukan cara-cara konyol tersebut?
Sungguh ku tak tega dan kasihan kepada para keluarga korban yang telah kehilangan saudara, orang tua, anak, dan handai taulan. Nyawa manusia lebih berharga dari uang, berapapun nominalnya.
Konyol memang.
Link:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H