Mohon tunggu...
Maurien
Maurien Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Halo semua!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Gunung Semeru dan Risiko Catastrophic Erupsi

13 Desember 2021   20:41 Diperbarui: 13 Desember 2021   20:53 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Lokasi Gunung Semeru | reuters.com

Catastrophic Erupsi Semeru mengingatkan kembali kepada kita tentang pentingnya manajemen risiko atas bencana yang menjamin langkah darurat penanganan pengungsi, pengelolaan dana kebencanaan, hingga konsistensi penerapan mitigasi bencana. Lima hari pasca-erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, tercatat 43 orang dinyatakan meninggal. Tak hanya korban meninggal, erupsi juga mengakibatkan ribuan orang mengungsi. 

Berdasarkan data Pos Komando Tanggap Darurat Awan Panas dan Guguran Gunung Semeru, jumlah penyintas mencapai 6.542 jiwa. Ribuan pengungsi tersebut tersebar di 121 titik pengungsian, yaitu wilayah Kabupaten Lumajang, Malang, dan Blitar. 

Hingga 9 Desember 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, 2.970 rumah rusak dan 3.026 hewan ternak mati. Kerusakan lainnya mencakup 42 unit sarana pendidikan, 17 sarana ibadah, 1 fasilitas kesehatan, dan 1 jembatan. Sebagai langkah awal, BNPB telah mengirimkan bantuan logistik senilai Rp 1,1 miliar pada 5 Desember 2021. 

Jumlah korban dari erupsi Semeru ini merupakan salah satu yang terbesar dalam lintasan sejarah letusan Semeru. Untuk mencegah dampak lanjutan erupsi bagi pengungsi, BNPB dan pemerintah daerah perlu memastikan seluruh kebutuhan dasar pengungsi, seperti makanan, pakaian, tempat penampungan, dan sanitasi, segera terpenuhi. 

Tanggap darurat merupakan tahapan awal sesaat setelah terjadi bencana serta masih perlu diteruskan ke tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi. Setelah kondisi lebih stabil, tahap berikutnya adalah perumusan mitigasi bencana.

Peran penting mitigasi terletak pada besarnya dampak bencana yang dapat ditekan dan minimnya kerugian finansial akibat bencana.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka sistem mitigasi bencana memang harus dibangun secara spesifik, yaitu mempertimbangkan jenis risiko bencana dan kondisi sosial budaya masyarakatnya.

Untuk kasus erupsi Semeru, maka spesifikasi mitigasi bencana yang dibuat harus berfokus pada proses kejadian bencana dan modal pengetahuan penduduk sekitar.

Cara lain untuk memastikan proses mitigasi berjalan lancar adalah penegasan kawasan risiko bencana. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi ESDM telah berencana melakukan pemutakhiran peta kawasan rawan bencana sekitar Gunung Semeru. 

Pemutakhiran terpenting adalah mendetailkan peta kawasan risiko bencana. Selama ini, kebanyakan peta bencana dibuat dalam skala lebih umum, padahal dampak bencana perlu dilihat dari skala lebih detail.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun