Mohon tunggu...
Maura Syelin
Maura Syelin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca novel tapi saya juga suka hukum sebab saya ingin lebih mengenal hukum hukum yang ada di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Wanita Hamil

28 Februari 2024   19:39 Diperbarui: 28 Februari 2024   19:50 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian ulama mengatakan tidak dibenarkan (haram) menikahi wanita dalam keadaan hamil karena ada ayat Al-Quran yang sudah jelas menerangkan hukumnya serta beberapa pendapat ulama mazhab, ada sebagain mengatakan boleh pernikahan wanita dalam keadaan hamil tersebut disebabkan hukum pernikahan wanita dalam keadaan hamil

Pendapat Mahzab Syafi'i 

Imam Syafi'i dan ulama-ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa boleh atau menganggap sah perkawinan wanita hamil akibat zina baik dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya maupun laki-laki lain tanpa perlu menunggu si cabang bayi yang dikandung oleh wanita itu lahir. Pernikahan yang dilakukan wanita walau dalam keadaan hamil diperbolehkan menurut Mahzab Syafi'iyah selama pernikahan tersebut memenuhi syarat nikah dan adanya ijab kabul.

Pendapat Mahzab Hanafi 

Imam Abu Hanifah pun mengemukakan pendapat yang hampir sama, bahwa perkawinan bagi wanita hamil adalah sah dengan syarat yang menikahinya adalah pria yang menghamilinya. Adapun laki-laki yang bukan menghamilinya tetap sah melakukan perkawinan dengan wanita hamil akibat zina akan tetapi tidak boleh melakukan hubungan intim sampai si wanita melahirkan bayi yang dikandungnya. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa wanita hamil karena zina tidak diwajibkan baginya masa iddah, karena iddah bertujuan menjaga nasab, sehingga boleh untuk menikahi wanita hamil tanpa harus menunggu masa iddah. Hal ini dikarenakan bahwa wanita hamil akibat zina tidak termasuk kategori wanita-wanita yang haram untuk dinikahi, maka perkawinan wanita hamil diperbolehkan. Oleh karenanya, wanita hamil boleh dinikahi. Dengan catatan jika yang menikahi wanita hamil itu laki-laki yang bukan menghamilinya, maka tidak boleh mencampuri wanita itu sebelum ia melahirkan.

Madzab Maliki

Pendapat Mahzab Maliki Berbeda halnya dengam Mahzab Syafi'i maupun Mazhab Hanafi, pendapat Mahzab Maliki sangat berkebalikan. Dikemukakan oleh Imam Malik bin Anas, beliau mengharamkan secara mutlak pelaksanaan kawin hamil. Imam Malik berpendapat bahwa hukum menikahi wanita hamil akibat zina adalah tidak sah, baik yang menikahi itu adalah laki-laki yang menghamilinya ataupun yang bukan menghamilinya. Menurut pendapat ini, wanita hamil di luar nikah harus menunggu hingga bayi yang dikandungnya lahir terlebih dahulu baru kemudian si wanita hamil tersebut dapat melangsungkan akad perkawinan.

Pendapat Mazhab Hanbali 

Pendapat Mazhab Hanbali memiliki kemiripan dengan Mazhab Maliki, yang mana dikemukakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, beliau berpendapat bahwa tidak sah menikahi wanita yang diketahui telah berbuat zina, baik laki-laki yang menzinainya maupun laki-laki yang bukan menzinainya.

Pendapat Ulama Tentang Kawin Hamil

1. Ibnu Hazm (Zhahiriyah) berpendapat bahwa keduanya (lelaki dan wanita yang berzina boleh (sah) dikawinkan dan boleh pula bercampur, dengan ketentuan apabila telah bertaubat dan telah menjalani hukuman dera (cambuk), karena keduanya telah berzina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun