Mohon tunggu...
Maura Syelin
Maura Syelin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca novel tapi saya juga suka hukum sebab saya ingin lebih mengenal hukum hukum yang ada di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Wanita Hamil

28 Februari 2024   19:39 Diperbarui: 28 Februari 2024   19:50 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 1). Mengapa pernikahan wanita hamil terjadi di Masyarakat?

Norma sosial dan budaya: Di beberapa masyarakat, terutama yang konservatif, kehamilan di luar nikah dianggap tabu dan dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma sosial. Oleh karena itu, untuk menghindari stigma dan menjaga reputasi, wanita hamil mungkin memilih untuk menikah sebelum melahirkan.

Tanggung jawab sosial dan ekonomi: Beberapa wanita hamil dan pasangan mereka memilih untuk menikah sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan ekonomi terhadap kehamilan yang tidak direncanakan. Ini bisa termasuk keinginan untuk memberikan anak status hukum yang sah, akses kepada hak-hak orangtua, dan dukungan finansial.

Tekanan keluarga atau agama: Dalam beberapa kasus, keluarga atau lingkungan agama dapat menekan wanita hamil dan pasangannya untuk menikah sebagai cara untuk "memperbaiki" situasi yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai atau ajaran agama atau keluarga.

Keputusan pribadi: Ada juga situasi di mana wanita hamil dan pasangannya secara sukarela memilih untuk menikah karena mereka merasa siap untuk menjalani kehidupan bersama dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan kehamilan dan kehidupan keluarga.

2). Apa yang menjadi penyebab terjadi pernikahan wanita hamil?

Kehamilan di luar nikah bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma sosial atau agama, sehingga beberapa pasangan memilih untuk menikah setelah mengetahui kehamilan.

Untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada anak yang akan dilahirkan, baik dari segi emosional maupun finansial, banyak pasangan memilih untuk menikah.

Ada juga situasi di mana kehamilan terjadi karena kecelakaan atau kesalahan dalam penggunaan metode kontrasepsi, dan menikah dianggap sebagai langkah yang bertanggung jawab untuk menghadapi konsekuensi dari kehamilan tersebut.

Beberapa budaya atau tradisi memandang pernikahan sebagai langkah yang penting sebelum kelahiran anak, sehingga kehamilan bisa menjadi pendorong untuk segera menikah.

3). Bagaimana argument pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil?

Sebagian ulama mengatakan tidak dibenarkan (haram) menikahi wanita dalam keadaan hamil karena ada ayat Al-Quran yang sudah jelas menerangkan hukumnya serta beberapa pendapat ulama mazhab, ada sebagain mengatakan boleh pernikahan wanita dalam keadaan hamil tersebut disebabkan hukum pernikahan wanita dalam keadaan hamil

Pendapat Mahzab Syafi'i 

Imam Syafi'i dan ulama-ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa boleh atau menganggap sah perkawinan wanita hamil akibat zina baik dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya maupun laki-laki lain tanpa perlu menunggu si cabang bayi yang dikandung oleh wanita itu lahir. Pernikahan yang dilakukan wanita walau dalam keadaan hamil diperbolehkan menurut Mahzab Syafi'iyah selama pernikahan tersebut memenuhi syarat nikah dan adanya ijab kabul.

Pendapat Mahzab Hanafi 

Imam Abu Hanifah pun mengemukakan pendapat yang hampir sama, bahwa perkawinan bagi wanita hamil adalah sah dengan syarat yang menikahinya adalah pria yang menghamilinya. Adapun laki-laki yang bukan menghamilinya tetap sah melakukan perkawinan dengan wanita hamil akibat zina akan tetapi tidak boleh melakukan hubungan intim sampai si wanita melahirkan bayi yang dikandungnya. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa wanita hamil karena zina tidak diwajibkan baginya masa iddah, karena iddah bertujuan menjaga nasab, sehingga boleh untuk menikahi wanita hamil tanpa harus menunggu masa iddah. Hal ini dikarenakan bahwa wanita hamil akibat zina tidak termasuk kategori wanita-wanita yang haram untuk dinikahi, maka perkawinan wanita hamil diperbolehkan. Oleh karenanya, wanita hamil boleh dinikahi. Dengan catatan jika yang menikahi wanita hamil itu laki-laki yang bukan menghamilinya, maka tidak boleh mencampuri wanita itu sebelum ia melahirkan.

Madzab Maliki

Pendapat Mahzab Maliki Berbeda halnya dengam Mahzab Syafi'i maupun Mazhab Hanafi, pendapat Mahzab Maliki sangat berkebalikan. Dikemukakan oleh Imam Malik bin Anas, beliau mengharamkan secara mutlak pelaksanaan kawin hamil. Imam Malik berpendapat bahwa hukum menikahi wanita hamil akibat zina adalah tidak sah, baik yang menikahi itu adalah laki-laki yang menghamilinya ataupun yang bukan menghamilinya. Menurut pendapat ini, wanita hamil di luar nikah harus menunggu hingga bayi yang dikandungnya lahir terlebih dahulu baru kemudian si wanita hamil tersebut dapat melangsungkan akad perkawinan.

Pendapat Mazhab Hanbali 

Pendapat Mazhab Hanbali memiliki kemiripan dengan Mazhab Maliki, yang mana dikemukakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, beliau berpendapat bahwa tidak sah menikahi wanita yang diketahui telah berbuat zina, baik laki-laki yang menzinainya maupun laki-laki yang bukan menzinainya.

Pendapat Ulama Tentang Kawin Hamil

1. Ibnu Hazm (Zhahiriyah) berpendapat bahwa keduanya (lelaki dan wanita yang berzina boleh (sah) dikawinkan dan boleh pula bercampur, dengan ketentuan apabila telah bertaubat dan telah menjalani hukuman dera (cambuk), karena keduanya telah berzina.

2. Imam Abu Yusuf mengatakan bahwa keduanya tidak boleh dikawinkan, sebab bila dikawinkan perkawinannya itu batal (fasid). Tidaklah pantas seorang pria yang beriman kawin dengan seorang wanita yang berzina. Demikian pula sebaliknya, wanita yang beriman tidak pantas kawin dengan pria yang berzina.

3. Ibnu Qudamah sependapat dengan Imam Abu Yusuf dengan menambahkan bahwa seorang pria tidak boleh mengawini wanita yang diketahuinya telah berbuat zina dengan orang lain, kecuali dengan dua syarat:

a. Wanita tersebut telah melahirkan bila ia hamil. Jadi dalam keadaan hamil ia tidak boleh kawin.

b. Wanita tersebut telah menjalani hukuman dera (cambuk), apakah ia hamil atau tidak.

4. Imam Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani mengatakan bahwa perkawinannya itu sah tetapi haram baginya bercampur, selama bayi yang dikandungnya belum lahir

4). Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religious, dan yuridis pernikahan wanita hamil?

Secara sosiologis, pernikahan wanita hamil melibatkan pandangan masyarakat terhadap kehamilan di luar pernikahan, dengan beberapa melihatnya sebagai langkah untuk memperbaiki kesalahan atau menjaga kehormatan keluarga.

Dari perspektif religious, penilaian terhadap pernikahan wanita hamil bervariasi sesuai dengan ajaran agama, di mana beberapa agama menekankan pentingnya tanggung jawab dan pengampunan, sementara yang lain lebih toleran.

Secara yuridis, pernikahan wanita hamil memunculkan pertanyaan tentang hak-hak hukum terkait anak yang belum lahir, pembagian harta, dan tanggung jawab finansial, dengan peraturan yang berbeda-beda di berbagai yurisdiksi.

5). Apa yang seharusnya dilakukan o;eh generasi muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam?

Memperdalam pengetahuan agama Islam terkait pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, serta hak dan kewajiban orang tua.

Menjalani proses pernikahan yang sah sesuai dengan syariat Islam, termasuk mendapatkan izin dari wali jika diperlukan.

Berkomunikasi secara terbuka dan jujur dalam membangun hubungan yang harmonis dan saling mendukung.

Menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam mengatur keuangan, mendidik anak, dan berinteraksi dengan masyarakat.

Memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban sebagai orang tua, termasuk memberikan pendidikan agama kepada anak-anak dan menjaga keharmonisan dalam keluarga.

Anggota kelompok 3:

1. Nugraheni Nuraini (222121050)

2. Maura Syelin Meysa Putri (222121058)

3. Tsania Zakiyyatun Nisa' (222121071)

Kelas : HKI 4B

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun