"iya silakan"
Aku menceritakannya dengan ragu dan malu-malu. Aku juga bingung harus dimulai dari mana, kejadian itu sudah cukup lama, apa pentingnya kalau dia tau.
Tapi karena desakan hatiku yang terdalam, akhirnya aku langsung menceritakannya dari awal. Dia pun mendengarkan seluruh ceritaku. Lalu tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yang aku tidak pernah menyangkanya.
"Ohh kejadian itu, aku mengingatnya. Aku tidak akan bisa melupakanya kalu kau yang telah membuang buku catatanku."
Ketika kalimat itu terucap, aku merasa semakin bersalah.
"aku juga sebetulnya sudah tau dari awal kalau kau yang membuang buku milikiku. Karena ketika kau membuangnya, aku berada agak jauh di sampingmu dan kau tak melihatku. Aku juga heran kenapa setelah kau membuang buku tersebut kau malah tersenyum bahagia. Ku kira kau membenciku, sebab itulah aku menangis."
"emm.. maafkan aku" kataku pelan.
"iya tak apa-apa" jawabnya.
Ada sedikit keganjalan menurutku darinya. Kenapa dia bisa menganggapku benci kepadanya padahal kita saat itu belum kenal akrab, bahkan bicarapun tidak pernah. Akhirnya aku beranikan untuk tanya kepadanya, dan dia menjawab.
"Kalau saja kamu tau Waf, dari dulu aku mengagumi dirimu. Sikap cuekmu, gaya tertawamu dan semua yang ada pada dirimu."
"ehh,, hehe.. apaan sih"