Warga New Zealand terenyuh, tersentuh, terketuk hati dan rasa kemanusiannya. Mereka yang non-Muslim, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, mereka mendatangi masjid di waktu-waktu sholat, berjaga-jaga di luar dan dalam masjid, memastikan bahwa saudara-saudara mereka yang muslim bisa melaksanakan ibadahnya dengan aman dan khidmat [42].Â
Bahkan Mongrel Mob, geng motor terbesar dan paling disegani di New Zealand, ikut menjaga masjid saat umat Muslim melaksanakan sholat [43]. Support penjagaan masjid selama sholat juga dilakukan oleh geng-geng motor lainnya seperti King Cobras dan Black Power [44]. Bahkan lebih jauh dari itu, Paito Fatu, ketua geng motor Mongrel Bob menyatakan bahwa organisasinya tidak akan lagi menggunakan salam "Sieg Heil" yang merupakan simbol supremasi kulit putih yang digunakan oleh Nazi Jerman [45]. Salam "Sieg Heil" sudah dipraktekan selama 50 tahun dalam geng Mongrel Bob untuk menyapa sesama anggota. "Namun ini saatnya untuk menggantinya dengan yang lain," ujar Paito Fatu merespon tragedi terror di Christchurch yang terindikasi dilatarbelakangi motif rasial oleh seorang penganut ideologi supremasi kulit putih (whitesupremacist).Â
 Tak lama berselang, para siswa laki-laki dari Christchurch Boy's High School, melakukan tarian tradisional, Haka, sebagai bentuk solidaritas, simpati dan penghormatan kepada seluruh korban yang meninggal. Setelahnya, para siswa dan keluarga korban saling berpelukan. Air mata tak terbendung. Mereka larut dalam keindahan persaudaraan [47]. Fergus Kilpatrick, head boy dari Christchurch Boy's High Schoold, mengatakan, "Penembakan ini membuat kami semakin erat bersatu. Kami tersakiti, tapi kami tidak takut!"Â
Untuk pertama kalinya dalam sejarah New Zealand, sidang parlemen dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Quran [49]. Parlemen New Zealand mengundang Imam Nizam ul Haq Thanvi sebagai perwakilan komunitas Muslim untuk membacakan Al-Quran [50][51] yang diikuti oleh terjemahannya dalam Bahasa Inggris. Jacinda Ardern membuka pidatonya dengan ucapan "Assalamu'alaikum". Ia menolak untuk menyebut nama sang teroris, dan mengatakan, "Aku meminta kepada Anda sekalian, ucapkanlah nama-nama mereka yang meninggal, daripada nama orang yang membunuhnya. Dia adalah seorang teroris. Dia adalah seorang kriminal. Dia adalah seorang ekstremis. Tetapi dia, ketika aku berbicara tentangnya, tak akan bernama" [52]. Aksi terorisme ini juga mambawa perubahan pada undang-undang persenjataan di New Zealand. Jacinda Ardern mengumumkan bahwa semua jenis senjata semi-otomatis seperti yang digunakan pada aksi terror 15 Maret dilarang beredar, dan undang-undangnya akan diresmikan sebelum 11 April 2019 [53].Â
Jumat, 22 Maret 2019, seminggu setelah aksi terror, ribuan warga New Zealand, Muslim dan Non-Muslim, berkumpul untuk mengenang satu minggu peristiwa penembakan di Hagley park yang terletak di seberang masjid An-Noor, satu dari dua masjid dimana aksi terror terjadi [54]. Perdana Menteri Jacinda Ardern hadir di tengah-tengah masyarakat, mengenakan kerudung. Â