Itu karena mereka menikmati betul hembusan angin terhirup segar, menyapa lembut kulit mereka. Menulis pun seperti itu. Menulis akan membuat pikiran kita tersirkulasi dengan baik.Â
Saat pikiran kita penuh dengan uneg-uneg, ide, suasana hati, namum tidak segera dituangkan, akan membuat hati jenuh, berat. Persis seperti ruangan yang jendela dan pintunya tertutup tadi. Tetapi, ketika pikiran itu ditulis, sirkulasi pikirannya lancar sehingga pikirannya terstruktur dengan baik. Apalagi semakin hari semakin sering menulis.Â
2. Mengatasi emosi
Fitrahnya, manusia itu suka berkeluh kesah. Â Di twitter orang sering berkicau, meskipun anonim. Di instagram, tempatnya show off. Di facebook, curhatan teman-teman kita bertebaran.Â
Siapapun orangnya, lintas usia. Ini memang sejalan dengan prinsip manusia itu senang diakui keberadaannya.Â
Ga heran, ketika kita cerita, alih-alih lawan bicara kita mendengarkan atau memberi solusi, malah mengadu nasib dengan tanggapan "itu masih mending, lah saya lebih parah". Saya teringat teman psikologi saya bilang, emosi negatif hati semisal iri, kesal, dengki, cemas itu seperti racun di tubuh yang mesti dikeluarkan, dan diantara caranya dengan bercerita. Ketika mengeluarkannya lewat bercerita, isi tubuh akan terganti dengan emosi positif hati.Â
Apakah ini artinya cukup lewat lisan saja? Bisa saja, tetapi rugi kalo kita kembali membaca alasan pertama: menulis itu untuk memperlancar daya berpikir. Jadi cobalah untuk menulis. Jika terlalu privasi, atur untuk dibaca oleh diri sendiri. Seenggaknya, racun berupa emosi negatif di tubuh kita keluar.Â
3. Melewati seleksi
Menulis itu menandakan level kecerdasan seseorang. Alasannya, penguasaan bahasa yang terangkai baik di pikiran, mengalir lancar ke jemarinya, ada koneksi antara akal dengan jari.Â
Tidak semuanya mampu berbuat demikian. Hal ini lah yang membuat banyak lembaga mensyaratkan pelamarnya menyerahkan sebuah tulisan agar  lolos seleksi.Â
Entah itu beasiswa, seleksi jabatan, konferensi, atau perlombaan. Tak diragukan, sebuah tulisan itu dianggap mewakili bukan hanya cara berpikir, tetapi juga pandangan seseorang mengenai suatu hal; untuk mengukur apakah pelamar yang bersangkutan layak diloloskan. Â Semakin baik tulisannya, semakin mungkin pelamar diterima seleksi.Â