Mohon tunggu...
simaulss
simaulss Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat Lintas Ruang

Bercakap, Berjabat, Beramal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cemas-cemas harap

7 April 2019   07:00 Diperbarui: 25 Juni 2021   16:34 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masa pemilu, saban hari, lebih sering ditampilkan oleh jalanan sebagai tempat mempromosikan diri lengkap dengan nomor, wajah, nama, dan lambang partai para politisi. Di pohon-pohon, di tembok jalanan, di papan reklame, di tiang listrik, adalah tempat-tempat mereka menampilkan diri. Di sisi lain, media massa juga merupakan alat pengenalan diri. Mungkin tidak ada yang tidak menyadari kekuatan media massa dalam memasarkan produk. 

Cara-cara ini tidak salah, hanya saja mereka tidak mengikutsertakan program solutif apa yang ditawarkan sehingga layak dipilih dan diberikan kepercayaan. Masyarakat awam tidak begitu kenal dengan mereka, apalagi tanpa melibatkan program. 

Kalau begini, dengan alasan apa masyarakat memilih mereka? Lebih jauhnya, pembangunan negara yang  seperti apa yang akan dihasilkan dari jurang keakraban pemilih dengan yang dipilih?

Hal lain yang juga patut dicermati dalam masa pemilu adalah bertebarannya narasi tanpa edukasi. Bahwa di masa ini, program dan kontestan yang berlaga memenangkan hati masyarakat harus memboncengi keteladanan, inspirasi, dan kewibawaan. Pada hakikatnya, masa pemilu ialah pendidikan politik bagi semua pihak. 

Istilah pendidikan tentu saja, upaya menjadikan seseorang terdidik, perubahan kognitif dan tindakan. Karena itu, narasai yang dikembangkan tidak boleh lepas dari landasan untuk mendidik. Munculnya pernyataan dari aktor politik, harus direspons dari sudut edukatif, dengan memperhatikan substansi persoalan pernyataan tersebut. 

Akan tetapi, tanggapan dan pandangan yang muncul menyesakkan pikiran masyarakat, saat ini, masih berada pada level  pra-edukatif, yakni kegagalan memahami konten narasi yang tidak jarang berujung pada pengolok-olokan. 

Pada kondisi ini, hal yang bisa dikedepankan ialah semampu mungkin menghindari kegagalan logika, Jika ingin mengkritik, sampaikan dengan obyektif, beretika, dan argumentatif. Media massa, aktor politik hingga masyarakat umum adalah pihak-pihak yang terlibat di dalam tantangan seperti ini,

Pada akhirnya, masyarakat akan terus diuji selama masih menganut sistem demokrasi dan pemilihan langsung oleh rakayat. Semua yang terlibat harus betul-betul menyadari agenda pendidikan demokrasi ini bukan sebagai peruyak ketegangan horizontal, melainkan pendewasaan diri sebagai bangsa yang berdaulat, sebagai negara yang mandiri. 

Upaya-upaya yang memperbaiki agenda pemilu harus terus dikembangkan sembari mengoreksi kekeliriuannya. Semua upaya ini tidak lain adalah untuk memperbaiki kualitas hidup suatu negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun