Mohon tunggu...
Maulana Ichsan
Maulana Ichsan Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis bebas

Senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Berita Nikuba dan Pembusukan Jurnalisme Sains

10 Juli 2023   23:19 Diperbarui: 11 Juli 2023   08:07 2196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Permainan Jurnalisme Sains dan Permasalahannya

Satu faktor utama yang membuat semua orang seakan-akan peduli terhadap temuan Aryanto adalah undangan dari negara asing yang sudah menjadi master dalam teknologi otomotif. Faktor lainnya yang pertama adalah karena ironi yang muncul akibat temuannya tidak mendapat apresiasi di dalam negeri. Sementara yang kedua karena permainan dari jurnalis penyebar berita sains dan teknologi untuk masyarakat. Penyebaran berita sebenarnya masuk ke dalam kategori yang paling krusial, karena menyampaikan narasi atas apa yang terjadi.

Jurnalis dan seperangkat pihak yang menulis, mengedit, serta mempublikasikan berita tentang informasi Nikuba dan peristiwa diundangnya Aryanto ke Italia ialah termasuk orang yang mengkomunikasikan sains ke ranah publik. Mereka mampu menyajikan isu-isu terkini yang terjadi dalam iptek agar dapat dinikmati masyarakat umum. Artinya mereka juga dapat disebut komunikator sains, meskipun tidak punya kredensial sebagai komunikator sains atau ahli komunikasi sains.

Namun sayangnya, ketika berita Aryanto laris dibaca, para jurnalis yang tidak punya kredensial sebagai komunikator sains pun semakin banyak yang ikut-ikutan membuat berita tentang Aryanto beserta temuannya, lengkap dengan wacana undangan dari perusahaan otomotif ternama di dunia dan pengabaian pemerintah dalam negeri. Bagaimanapun juga, mereka tetap pelaku jurnalisme sains---yang membuat berita tentang kabar sains terkini.

Dalam jurnal yang berjudul Can scientists fill the science journalism void? menyatakan bahwa di banyak negara sumber utama informasi mengenai sains dan teknologi adalah media massa. Masyarakat umum biasanya enggan mencari informasi sains kecuali sudah disebutkan atau dibahas di media arus utama. Sehingga para ilmuwan yang menulis berita tentang sains dan teknologi sering kalah pamornya oleh jurnalis biasa. Berita yang dibawakan oleh jurnalis biasa yang tidak memiliki kredensial juga mampu membantai popularitas berita yang ditulis oleh ilmuwan per se. Terlebih di Indonesia yang pembacanya lebih banyak berkomentar hanya karena melihat judul daripada fokus terhadap isi berita. Meskipun kalimat barusan adalah asumsi berbekal pengalaman saya, tapi tampaknya sudah menjadi pengetahuan umum.

Saya tidak bermaksud meragukan pengetahuan yang dimiliki wartawan atau jurnalis biasa yang tidak memiliki latar belakang ilmiah saintek untuk dapat memahami pengetahuan saintek. Namun yang saya amat sayangi adalah ketika jurnalis biasa menulis berita yang sifatnya tidak benar-benar utuh untuk menjelaskan sesuatu yang sifatnya ilmiah. Itu bukan berarti karena mereka sudah pasti tidak tahu, tapi karena berita yang mereka tulis adalah hasil dari melihat berita lainnya yang sebelumnya sudah ada. Sehingga akan terkesan seperti "duplikasi berita". Belum lagi dengan jurnalis yang bermain-main dalam interpretasi liar atas pernyataan ilmiah, yang seolah-olah sedang membahas "teori saintifik". Contohnya pernyataan tentang betapa efisiensinya bahan bakar yang dihasilkan dari pemisahan antara hidrogen dan oksigen. Mereka hanya berhenti di situ. Tidak menjelaskan mekanisme internal yang ada dalam Nikuba, bagaimana implikasinya bagi kendaraan, dan semacamnya. Ini terjadi karena banyak jurnalis sains dadakan ketika beritanya hangat.

Lihat saja, beberapa media sama sekali tidak segan-segan untuk mempublikasi berita tanpa memeriksa dulu kebenarannya. Mereka terang-terangan memberi judul kalau Aryanto mendapat undangan ataupun kontrak dari Lamborgini, Ducati, dan Ferrari. Padahal pria asal Cirebon itu tidak benar-benar diundang atau bahkan dikontrak perusahaan otomotif raksasa. Kabar itu hanyalah bias dari ketidakmampuan membaca sebuah kalimat yang ada di web Radar Cirebon TV. Kalimatnya tertulis: "Tak tanggung-tanggung, Aryanto Misel telah menjalin kerja sama dengan para perusahaan Italia yang menjadi rekanan Ducati dan Ferrari". Kalimatnya jelas tidak menyatakan kalau penemu Nikuba dikontrak oleh Ducati dan Ferrari, melainkan hanya menjalin kerja sama dengan perusahaan Italia yang menjadi 'rekanan' mereka, itu pun belum dapat divalidasi apakah Aryanto sudah bekerja sama atau belum. Serta masih ada kecacatan-kecacatan informasi lainnya yang disampaikan dalam berita tentang Nikuba yang terbungkus dalam optimisme dan rendahnya rasa skeptis di kalangan 'oknum' jurnalis.

Sumbangan Dominan Jurnalisme Warga kepada Krisisnya Sikap Kritis Warga

Terdapat sesuatu yang seharusnya lebih disayangkan lagi. Berita yang seolah-olah optimis menceritakan rupa teknologi baru, menghakimi pemerintah yang abai, dan tidak menyangsikan status prestisius dari undangan perusahaan otomotif Italia ternyata sudah terlanjur viral di mana-mana. Walau di paragraf-paragraf awal sudah dijelaskan terkait naik daunnya berita ini, tapi penegasan ulang diperlukan setelah pembaca melintasi berbagai 'tulisan kritis' di atas. Apa yang terjadi kemudian?

Keadaan seperti ini semakin dihebohkan dengan peran jurnalisme warga (citizen journalism) yang menghegemoni kultur penyampaian informasi dewasa ini. Jurnalisme warga merupakan konsekuensi dari partisipasi warga dalam memperluas informasi (biasanya berita). Berbekal internet yang dapat menghubungkan media milik warga (disebut citizen media atau bisa juga participatory media) dalam situs jejaring sosial, para pengguna mampu membuat konten. Inilah yang dinamakan user-generated content atau konten yang dibuat pengguna. Para pengguna biasanya mempublikasikan konten dan berinteraksi dalam media sosial. Kita tahu kalau sekarang media sosial semakin bertambah banyak, salah satu contoh yang baru terjadi adalah peluncuran Threads dari Meta untuk menyaingi Twitter. Bagaimanapun corak dari situs jejaring sosial itu, yang terpenting adalah penggunanya dapat bersosial dan menampakkan diri ke ranah publik hanya dengan membuat akun di situs tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun