Mohon tunggu...
Maulana Ichsan Asyari
Maulana Ichsan Asyari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Through writing, seize the world in words. Info: ichsanasyari888@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tenaga Alternatif Pasca Kegiatan Tambang

23 Mei 2022   03:38 Diperbarui: 23 Mei 2022   03:47 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahan galian atau bahan tambang adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, sehingga apabila suatu cadangan bahan galian yang dianggap ekonomis telah habis, maka kegiatan penambangan akan selasai atau berhenti.

Penghentian kegiatan penambangan bahan galian, baik berupa tambang mineral, batubara, batuan dan/atau kegiatan pertambangan lainnya sering kali menimbulkan persoalan, antara lain :

  • Hilangnya lapangan pekerjaan, sehingga menambah tingkat pengangguran tenaga kerja produktif;
  • Berhentinya sebahagian kegiatan ekonomi yang bergantung terhadap kegiatan penambangan pada saat masih berjalan;
  • Kerusakan lingkungan;
  • Meningkatnya angka kemiskinan
  • Meningkatnya tindak kriminalitas.

Guna mengantispasi timbulnya berbagai persoalan sebagaimana diuraikan di atas, maka diperlukan adanya solusi, berupa kegiatan pascatambang, sehingga dapat menekan dampak negative sebagai akibat dari berhentinya kegiatan penambangan. Solusi dimaksud, harus dilakukan oleh setiap perusahaan tambang yang melakukan kegiatan penambangan di daerah bersangkutan yang harus direncanakan, dipersiapkan dan dilaksanakan sebelum tambang menghentikan kegiatannya.

TANTANGAN PASCATAMBANG

Kegiatan pertambangan biasanya berada di daerah peloksok pedesaan yang terpencil. Kondisi daerah tersebut, biasanya berada dalam segala keterbatasan, antara lain:

  • Keterbatasan infrastruktur umum, seperti akses perhubungan, baik jalan, pelabuhan, maupun badar udara;
  • Tingkat pendidikan masyarakat setempat, biasa kurang tersedia tenaga kerja yang mempunyai keahlian memadai dibidang pertambangan;
  • Tingkat ekonomi masyarakat setempat, yang cenderung didominasi oleh masyarakat yang kurang beruntung dari sisi ekonomi;

Adanya berbagai keterbatasan tersebut, menyebabkan seringkali peluang ekonomi dan lapangan pekerjaan yang terbuka dengan adanya kegiatan pertambangan seringkali tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat setempat. Namun demikian, di tengah -- tengah segala keterbatasan yang ada. 

Biasanya, banyak juga berbagai peluang ekonomi yang sesungguhnya bisa digarap secara maksimal sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat di daerah tersebut. 

Dengan demikian, meskipun masyarakat setempat tidak dapat memanfaat peluang terbuka dari kegiatan pertambangan yang ada, bisa ditutup oleh program pemberdayaan dengan cara menggali potensi ekonomi yang ada, guna mendorong kegiatan ekonomi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, melalui sebuah kegiatan yang dirancang khusus oleh perusahaan dalam melaksanakan fungsi sosialnya terhadap lingkungan sekitar tambang.

PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Landasan filofis kegiatan pertambangan di Indonesia adalah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi : "bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar -- besarnya kemakmuran rakyat". 

Makna dan ruh dari ketentuan tersebut, bukan hanya berkaitan dengan barang tambang yang digali harus memberikan manfaat secara langsung bagi masyarakat setempat, tetapi bisa diwujudkan melalui sebuah program yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari manfaat social dari kegiatan yang dilakukannya di tempat bersangkutan.

Di lain pihak, biasa peruasaahan tambang yang melakukan kegiatan pertambangan adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA), yang dari sisi social dan budaya cenderung bertolak belakang dan/atau tidak selaras dengan social dan budaya masyarakat setempat. 

Kondisi itu, seringkali menimbulkan persoalan tersendiri bahkan penolakan -- penolakan terhadap kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam melakukan aktifitasnya. Dengan demikian, program kegiatan pemberdayaan mempunyai dimensi kemanfaatan lain bagi perusahaan. 

Artinya, bukan hanya kegiatan yang mengugurkan kewajiban semata, tetapi harus didorong menjadi sarana pembentukan chemistry antara perusahaan dengan masyarakat sekitar tambang, guna menekan berbagai dampak negatif dan persoalan sosial lainnya, yang dapat berujung pada penolakan, sehingga dapat merugikan perusahaan.

Program pemberdayaan masyarakat, diatur melalui regulasi regulasi yang khusus mengatur secara teknis tentang PPM tersebut, yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 41 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Selanjutnya yang dimaksud dengan PPM menurut Pasal 1 butir 1 peraturan yang sama, bahwa : Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat yang selanjutnya disingkat PPM adalah upaya dalam rangka mendorong peningkatan pendidikan, kesehatan, tingkat pendapatan riil atau pekerjaan, kemandirian ekonomi, sosial budaya, pemberian kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan kehidupan Masyarakat Sekitar Tambang yang berkelanjutan, pembentukan kelembagaan komunitas masyarakat dalam menunjang kemandirian PPM; dan Pembangunan infrastruktur yang menunjang PPM.

Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 70-an, 80-an, dan awal 90-an. Konsep pemberdayaan tersebut, kemudian mempengaruhi teori-teori yang berkembang belakangan. Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain:

  • Kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi;
  • Kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Hakikat dari konseptualisasi empowerment berpusat pada manusia dan kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan sebagai tolok ukur normatif, struktural, dan substansial. Dengan demikian konsep pemberdayaan, adalah upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifa people centred, participatory, empowering, and sustainable (Chambers, 1995). K

onsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. 

Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki 'inclusive democracy,appropriate economic growth, gendere qualityand intergenerational equaty".(Ginanjar K.,"Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori,Kebijaksanaan,danPenerapan",1997:55) Konsep pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus harapan. 

Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. 

Lebih lanjut, pemberdayaan adalah salah satu solusi konkret yang dapat menjadi katalisator antara eksploitasi sumber daya alam yang berbasis pada konsep kapitalisme bersifat individualistis dengan manfaat bahan galian sebagaimana dimakud Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dimana sistem kapitalisme secara global hanya bertumpu pada mekanisme pasar bebas. Di lain pihak PPM menjadi tenaga alternatif kesenjangan pasaca kegiatan tambang selesai.

KESIMPULAN

PPM adalah bentuk lain dari tenaga alternatif pascatambang setelah perusahaan selesai melaksanakan kegiatan pertambangan. Dalam konteks yang lebih luas, PPM mempunyai peranan katalisator sarana pembentukan chemistry antara perusahaan dengan masyarakat sekitar tambang, melalui program pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun