Sunan Kalijaga namanya, silau menyilau juga mentereng sebagai seorang tokoh agamawan juga sastrawan. Beliau dikenal sebagai penanam awal bibit islam di masa kepulauan ini, Nusantara. Bersama 8 tokoh lainnya yang di kenal sebagai Wali Songo atau Wali Sembilan. Berbagai metode dakwah yang beraneka ragam telah ditempuh oleh para wali ini, dari mulai lisan hingga kesenian.Â
Sehingga dengan metode dakwah yang beraneka ragam ini, dapat dengan mudah diterima oleh para pribumi di bumi Nusantara ini yang disertai dengan seabreg keanekaragamannya. Dengan kedalaman ilmu yang dimiliki secara syari'at oleh beliau maka diciptakannya sebuah lirik lagu  yang mudah dicerna, bernafaskan islam (walau maknanya sengaja dikaburkan supaya mudah diterima), menyenangkan, cocok disemua kalangan, dan yang terpenting adalah survive disegala zaman sebagai salah satu metode dakwah yang membuat Islam membumi hingga hari ini.Â
Meski lagu tersebut berbahasa Jawa, tapi lagu ini sangat populer di daerah yang tidak berbahasa Jawa, seperti halnya di Jawa Barat lagu ini sangat dikenal. lalu, seperti apakah makna dari lirik lagu tersebut, sebelum menuju kesana mari kita baca terlebih dahulu lirik dibawah, kemudian disambung artinya.
Lirik Lagu
Tandhure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Dhak senggu temanten anyar
Cah angon cah angon
Penekno Belimbing kuwi
Lunyu-lunyu panekno
Kanggo mbasuh dhodhot iro
Dhodhot iro dhodhot iro
Kumitir bedha ing pinggir
Dondomono jlumatono
Kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako surak Hiyo!
Arti sekaligus pemaknaan lirik:
Bangkitlah-bangkitlah
(Selaras dengan pesan Al-Qur'an Surat Al-Muddatsir 1-4)
Benih telah bersemi
(Keimanan yang ditabur para Wali itu mulai tumbuh)
Tampak hijau segar
(hijau adalah warna lambang Islam yang segar)
Bagai penganten baru
(Yang dirubung dengan kekaguman akan kecantikan dan ketampanan atau kemurnian Islam yang mempesona)
Wahai para gembala
(Setiap kita adalah gembala, Kullukum Roo'in, demikian sabda nabi)
Panjat(ambil)lah 'Belimbing itu
(Peluklah agama Islam yang berukun lima itu)
Sekalipun licin, panjatlah
(Pelajari dan laksanakan ajarannya)
Untuk mencuci pakaianmu
(Untuk membasuh akhlak kemanusiaanmu)
Pakaianmu, pakaianmu
(Akhlak kemanusiaanmu saat ini)
Teburai sobek dipinggir
(Kurang pas untuk menutup aurat dan menghiasi jasad manusiawimu)
Maka jahit dan sulamlah
(Maka tambal, lengkapi dan hiaslah)
Untuk (kau pakai) menghadap nanti sore
(Untuk bekal menghadap Tuhan saat usia senja)
Selagi benderang cahaya rembulan
(Mumpung cahaya Islam menyinari semesta)
Selagi luar arenanya
(Mumpung masih terbuka lebar kesempatannya)
Mari bersorak, sorak Hayo!
(Mengiyakan apabila diajak pada kebaikan dan kebenaran "Islam")
Demikian lirik lagu yang sarat akan makna, sebuah makna yang benar-benar menggambarkan kapasitas yang luar biasa dari salah seorang tokoh Da'i termasyur di Nusantara. semoga sedikitnya tulisan ini dapat menggugah jiwa-jiwa unggul, siapapun anda, mari mulai palingkan wajah pada ajaran kebenaran ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H