Mohon tunggu...
Irvan Maulana
Irvan Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politics enthusiast

Hidup, lahir, berkembang, tua, mati.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Privatisasi : Politics or Economics Needs?

23 Desember 2022   20:15 Diperbarui: 23 Desember 2022   20:29 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang dikemukakan oleh Thompson & Kay (1986) bahwa privatisasi digambarkan sebagai perubahan relasi antara pemerintah/negara dengan pihak swasta. Perubahan hubungan yang menjadi hal penting dalam privatisasi adalah berlakunya denasionalisasi pada kebijakan status monopoli dan kontrak perusahaan negara menjadi perusahaan yang dikelola oleh publik sehingga terbentuknya kompetisi di antara perusahaan swasta, salah satunya adalah melalui pembentukan waralaba. 

Peran pemerintah dalam perusahaan negara pun dijelaskan oleh Savas (1988) bahwa privatisasi merupakan tindakan untuk mengurangi pengaruh pemerintah dan/atau peningkatan peran swasta, terutama dalam aktivitas yang berkaitan dengan kepemilikan terhadap aset-aset yang ada. Selain tentang kepemilikan aset, Bastian (2002) memiliki pandangan bahwa privatisasi memiliki asumsi dasar sebagai pemberian kewenangan atas pengelolaan pelayanan publik yang awalnya dikelola oleh pemerintah yang kemudian dipegang oleh pihak swasta demi mendukung upaya peningkatan efisiensi dalam menggunakan sumber daya yang ada. 

Sebagai aktivitas ekonomi, privatisasi dapat dianggap sebagai aktivitas alternatif terbaik dalam rangka peningkatan efisiensi ekonomi dikarenakan perekonomian berjalan sebagaimana mekanisme pasar. Dengan begitu, privatisasi merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dengan cara menyerahkan wewenang pengelolaan kepada pihak swasta beriringan dengan penjualan saham mayoritas pemerintah kepada pihak swasta. Sejalan dengan gambaran yang telah dipaparkan sebelumnya.

Mardjana (1993) menyimpulkan dengan gambaran privatisasi dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen kebijakan publik yang dapat digunakan sebagai dorongan terjadinya persaingan bebas di ranah ekonomi yang dimana privatisasi menjadi salah satu cara untuk mengurangi dampak kegagalan pasar atau yang dikenal sebagai market failure, disebabkan oleh perusahaan mengalami inefisiensi, perolehan informasi yang tidak simetris, kehadiran biaya sosial serta campur tangan pemerintah.

Implementasi privatisasi di Indonesia

Perekonomian suatu negara mengharuskan sejalan dengan perkembangan kondisi perekonomian di dunia, terutama pada 'tren' privatisasi. Salah satunya adalah Indonesia, istilah privatisasi mulai dikenal pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada awal tahun 1980-an sebagai upaya untuk mencapai kondisi hubungan yang baik antara pemerintah dengan pihak swasta    atau yang dikenal sebagai istilah Good Corporate Governance (GCG). 

Pelaksanaan privatisasi di Indonesia diatur pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dimana privatisasi merupakan aktivitas penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam mencapai upaya untuk meningkatkan kinerja serta nilai perusahaan, memperbesar manfaat yang didapatkan oleh negara dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada publik melalui perluasan kepemilikan saham. 

Pengaturan privatisasi dibuat secara ketat melalui berbagai seleksi melalui kriteria yang sudah diterapkan serta perundingan para pemangku kebijakan serta para ahli dengan tujuan tercapainya manfaat yang besar serta peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.

Maro'ah (2008) menjabarkan bahwa privatisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1991 dengan dijualnya 27 % saham negara yang dimiliki oleh PT. Semen Gresik yang kemudian disusul oleh dijualnya 10 % saham negara yang dimiliki oleh PT. Indosat dan terus berlanjut hingga tahun 2004 dengan berbagai penjualan kepemilikan saham BUMN lainnya. Pelaksanaan privatisasi BUMN pada masa itu dinilai kurang tepat sasaran dikarenakan pelaksanaannya terkesan tidak teratur, memakan waktu yang cukup lama serta kurangnya transparansi. Ketidakteraturan pelaksanaan privatisasi terjadi dikarenakan tidak adanya kejelasan terhadap aturan yang menjelaskan tentang tata cara serta prosedur privatisasi. 

Tidak adanya aturan yang tetap membuat prosedur dan perlakuan privatisasi di setiap BUMN menjadi berbeda-beda. Dengan begitu, aktivitas privatisasi terkesan berjalan dengan memakan waktu yang cukup panjang, berbagai alasan muncul ketika banyaknya keputusan yang sudah diambil pemerintah yang tidak bisa dilaksanakan. Keputusan pemerintah yang terhambat terutama pada penentuan pemenang tender privatisasi dikarenakan tidak adanya aturan yang jelas, hal tersebut membuat kesan bahwa transparansi pemerintah dinilai kurang dalam aktivitas privatisasi. 

Di sisi lain, kegagalan privatisasi dapat disebabkan oleh penolakan yang terjadi di ruang publik. Demo-demo besar terjadi ditujukan untuk menjadi penolakan atas keputusan pemerintah terhadap privatisasi BUMN, dimana demo tersebut diikuti oleh masyarakat maupun karyawan BUMN. Penolakan privatisasi BUMN juga hadir dari elemen-elemen masyarakat tertentu seperti Direksi BUMN, DPR, Pemerintah Daerah, dan elemen masyarakat lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun