Mohon tunggu...
Maudy Noor Fadhlia
Maudy Noor Fadhlia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Hubungan Internasional/FISIP Universitas Sriwijaya

Tertarik dalam isu kebijakan luar negeri, diplomasi, pembangunan dan sosial, keamanan, dan kajian Asia Timur

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kenaikan Harga Barang di Eropa, Pertanda Resesi Sudah Dekat?

18 Juli 2022   18:26 Diperbarui: 19 Juli 2022   13:00 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pertokoan. (sumber: pixabay.com/stevepb)

Harga barang-barang di Eropa sedang mengalami kenaikan secara besar-besaran sejak beberapa bulan terakhir. Kenaikan sebesar 8.1%, lebih dari dua kali lipat dibandingkan tingkat inflasi tahun lalu (3.6%) dialami oleh hampir seluruh 27 negara di Eropa. 

Berdasarkan laporan dari Eurostat, ditemukan bahwa kontribusi terbesar terhadap inflasi datang dari sektor jasa, diikuti oleh sektor pangan seperti makanan, alkohol, dan juga rokok (tembakau). 

Dengan meningkatnya harga barang tersebut, maka Uni Eropa mulai mengambil tindakan demi mengamankan suplai makanan di Eropa. Melihat fakta ini, apa saja alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut?

Konflik Rusia dan Ukraina

Eropa merupakan partner perdagangan terbesar Rusia dan Ukraina untuk beberapa produk pertanian. Negara-negara Uni Eropa banyak mengekspor produk yang dihasilkannya, begitu juga sebaliknya. 

Menurut data yang dirilis oleh Parlemen Eropa, Uni Eropa sebelumnya mengekspor produk agrikultural mereka sebanyak 3.7% ke Rusia dan menerima sekitar 1.5% barang impor dari Rusia. 

Barang yang diperdagangankan ialah minyak sayur, madu, biji coklat, kacang kedelai, gandum, dan juga produk lainnya yang digunakan untuk bertani. 

Sementara itu, Uni Eropa menerima impor sereal dan minyak sayur dari Ukraina sebanyak 36% dan 16%. Sebaliknya, Ukraina juga menerima banyak produk ekspor dari Uni Eropa, setidaknya sekitar lebih dari 3 milyar euro.

Sejak terjadinya konflik antara Rusia dan Ukraina, produk rumah tangga seperti gandum, gula, dan minyak mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. 

Tidak hanya di Eropa, konflik ini mempengaruhi ekspor gandum dan minyak sayur secara global. Mengingat bahwa Rusia dan Ukraina merupakan eksportir terbesar untuk dua produk rumah tangga utama tersebut. 

Sehingga dengan meledaknya konflik ini, produksi makanan dan harga bahan makanan menjadi terganggu. Terlebih lagi karena Rusia melarang kegiatan ekspor dan Ukraina dilanda ketidakpastian untuk panen.

Index harga bahan pangan dari 2021 hingga 2022 (Sumber: FAO)
Index harga bahan pangan dari 2021 hingga 2022 (Sumber: FAO)

Kenaikan harga yang terjadi, membuat warga Uni Eropa sedikit khawatir mengenai ketidakstabilan bahan pangan dan adanya ketakutan mengenai kemungkinan terjadinya kelangkaan pangan. 

Meski begitu, Komi Eropa memberikan pernyataan bahwa Uni Eropa diyakini mampu menghadapi masalah ini dan mulai mengambil tindakan untuk membantu para petani Uni Eropa meningkatkan produksi gandum, maizena, dan minyak sayur domestik.

Serangan Putin ke Ukraina, diduga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya inflasi harga bahan pangan. 

Harga pupuk juga ikut meningkat, sehingga membuat bahan pangan ini semakin mahal dan menimbulkan keresahan para petani di Eropa. Konflik Rusia dan Ukraina memberikan tekanan pada sistem pangan dan mengancam terjadinya masalah pada keamanan pangan.

Harga produk pertanian internasional, harga produsen dan konsumen (Sumber: Eurostat)
Harga produk pertanian internasional, harga produsen dan konsumen (Sumber: Eurostat)

Faktor sosial dan politik: Brexit

Brexit mendorong kenaikan harga bahan pangan yang diimpor dari Eropa, dan mengarah pada krisis biaya hidup yang semakin mahal. Sejak Inggris meninggalkan Uni Eropa, kenaikan harga bahan makanan di Inggris meningkat sebanyak 6%. 

Tidak hanya itu, Inggris juga mengalami tekanan finansial rumah tangga yang menimpa hampir keseluruhan keluarga di Inggris. 

Para keluarga di Inggris mengalami penderitaan dari standar hidup yang semakin memburuk, dikarenakan inflasi dan kenaikan harga bahan makanan, energi, maupun bahan bakar. 

Supermarket di Jerman yang juga menjadi salah satu kekuatan ekonomi Eropa dengan tingkat inflasi yang tinggi (Sumber: Expatica)
Supermarket di Jerman yang juga menjadi salah satu kekuatan ekonomi Eropa dengan tingkat inflasi yang tinggi (Sumber: Expatica)

COVID-19 sempat disebutkan menjadi faktor berpengaruh lainnya dikarenakan adanya keterkaitan dengan terhambatnya kegiatan impor dari Uni Eropa. 

Penataan perdagangan kembali pasca COVID-19 dirasa sedikit sulit dengan posisi Inggris yang meninggalkan Uni Eropa. 

Brexit tidak hanya merupakan penyebab utama untuk inflasi tersebut, namun tekanan inflasi yang disebabkan oleh COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina makin memburuk.

Dengan kata lain, inflasi harga barang yang terjadi di Eropa didorong oleh beberapa faktor utama seperti Brexit dan konflik Rusia-Ukraina. 

Namun, hal ini juga tidak luput dari faktor-faktor lainnya termasuk kenaikan tarif dan pajak barang, nilai tukar mata uang yang tinggi, serta perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. 

Masalah ini semakin meluas sejak negara-negara ekonomi Eropa dilanda inflasi tinggi. Bank-bank sentral di Eropa diharapkan untuk mengambil tindakan dalam memperkuat kebijakan, demi menyeimbangkan resiko resesi yang diprediksikan terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun