Mohon tunggu...
MATTHEW ELIANSYAH
MATTHEW ELIANSYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Dian Nusantara

Mahasiswa S1 Prodi Akuntansi - Universitas Dian Nusantara - NIM 121221126 - Mata kuliah Akuntansi Perpajakan - dosen pengampu Prof. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pajak Tangguhan: Keberatan dan Banding

2 Juli 2024   23:53 Diperbarui: 3 Juli 2024   00:07 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Prof. Dr. Apollo Daito, M. Si. Ak

Perbedaan temporer ini timbul sebagai akibat logis dari adanya perbedaan standar atau ketentuan yang berkaitan dengan pengakuan (kriteria dan periode), serta pengukuran elemen-elemen laporan keuangan yang berlaku dalam akuntansi perpajakan (ketentuan perpajakan) di satu pihak, dan standar atau ketentuan yang berlaku dalam akuntansi keuangan di pihak lain.

Kewajiban Pajak Tangguhan harus disajikan secara terpisah dalam neraca, ditempatkan dalam kategori kewajiban tidak lancar, berbeda dari kewajiban pajak kini.

Keberatan Pajak

Keberatan pajak adalah mekanisme yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bagi Wajib Pajak yang merasa tidak puas atau tidak setuju dengan hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak. Mekanisme ini memungkinkan Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan terhadap keputusan atau ketetapan yang diterbitkan oleh DJP. Menurut Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pada Pasal 25 menjelaskan jenis-jenis surat ketetapan pajak yang dapat diajukan keberatan oleh wajib pajak, diantaranya :

  • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
  • Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
  • Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.

Sumber : Prof. Dr. Apollo Daito, M. Si. Ak
Sumber : Prof. Dr. Apollo Daito, M. Si. Ak

Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2013 yang telah diubah dengan PMK 202/2015, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak saat mengajukan keberatan, yaitu:

- Keberatan harus diajukan secara tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia.

- Wajib Pajak harus menyebutkan jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah kerugian menurut perhitungan Wajib Pajak sendiri, serta menyertakan alasan yang menjadi dasar perhitungan tersebut.

- Setiap keberatan hanya boleh diajukan untuk satu surat ketetapan pajak, satu pemotongan, atau satu pemungutan pajak. Ini harus sesuai dengan kasus spesifik yang menjadi alasan keberatan Wajib Pajak.

- Wajib Pajak harus melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sesuai dengan jumlah yang disetujui dalam pembahasan hasil akhir sebelum surat keberatan diajukan. Syarat ini hanya berlaku untuk kasus pajak kurang bayar.

- Keberatan harus diajukan dalam waktu tiga bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak diterima atau sejak terjadinya pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Waktu ini dapat diperpanjang jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa kondisi di luar kendalinya menghalangi pemenuhan batas waktu tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun