Sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP) agar tetap dapat memanfaatkan kerugian fiskal yang tercatat.
Ketentuan ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi dalam laporan perpajakan mereka. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki kewenangan untuk membetulkan SKP serta produk hukum lainnya jika ditemukan kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan perpajakan.
Namun, dalam praktik sehari-hari, DJP sering kali menolak permohonan pembetulan tersebut jika SPT Tahunan yang diperiksa sudah dianggap benar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.Â
DJP beranggapan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan telah melalui tahapan yang cermat dan teliti, sehingga laporan yang dihasilkan cenderung akurat dan bebas dari kesalahan yang signifikan. Dengan demikian, kecil kemungkinan adanya kekeliruan besar yang memerlukan pembetulan.
Permohonan pembetulan SKP biasanya diajukan oleh wajib pajak yang merasa bahwa ada kesalahan dalam perhitungan atau pencatatan yang merugikan mereka.Â
Namun, untuk memastikan bahwa permohonan tersebut dapat diterima, wajib pajak harus menyertakan bukti yang kuat dan mendetail mengenai kesalahan yang dimaksud. DJP kemudian akan menilai bukti-bukti tersebut sebelum memutuskan apakah pembetulan dapat dilakukan.
Meskipun demikian, keengganan DJP untuk menerima permohonan pembetulan ini bisa jadi disebabkan oleh keyakinan bahwa mekanisme dan prosedur yang ada telah cukup ketat dan memadai untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kesalahan. Oleh karena itu, wajib pajak disarankan untuk memastikan keakuratan dan kelengkapan laporan mereka sejak awal untuk menghindari masalah di kemudian hari.