Di luar itu, macam-macam acara telah dibuat untuk mengenang Chrisye. Pada tahun kelima kematian almarhum, dia membuat acara khusus di Jakarta Convention Centre (JCC). Acara itu lalu disiarkan oleh sebuah televisi swasta.
Tidak semua acara yang dibuat tidak harus mewah dan meriah. Kadang hanya sebuah acara sederhana. Tahun 2016 lalu misalnya, ia mengadakan acara lomba menyanyikan lagu-lagu Chrisye di sebuah kafe, dengan peserta dari kalangan wartawan.
"Pernah saya membuat  acara Chrisye Night di Bandung. Saya beli semua CD Chrisye di Bandung, lalu saya kasih itu untuk teman-teman yang datang. Home bandnya pun kita tambahin sedikit aja untuk menyanyikan lagu-lagu Chrisye," kata Ferry.
Tahun 2017, tahun kesepuluh kepergian Chrisye dibuat sebuah buku tentang Chrisye berjudul '10 Tahun Setelah Chrisye Pergi; Ekspresi Kangen Penggemar'. Buku ini terhitung unik dan sangat personal dari seorang penggemar. Karena, Ferry mengumpulkan catatan yang terserak di berbagai media tentang Chrisye sepanjang 10 tahun setelah ia wafat, kemudian menjadikannya bagian dari isi buku.
Itu merupakan buku kedua. Saat mengenang 5 tahun Chrisye, selain membuat acara khusus, juga menerbitkan buku tentang Chrisye.
Buku kedua itu rencananya akan disebar di semua toko buku terkemuka, melalui situs-situs online, bahkan di barbershop-barbershop, supaya orang lebih mengenal siap sebenarnya Chrisye. Meski pun telah mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk pembuatan buku itu, ia tidak akan mengambil keuntungan apapun. Jika dari sana menghasilkan uang, semua akan diberikan kepada keluarga almarhum.
Keluarga almarhum memang lebih membutuhkan biaya hidup dibandingkan dirinya. Ia tahu seniman tidak mendapatkan pensiun dari jerih payahnya. Menurut Ferry, dari dulu dirinya perduli dengan royalty untuk seniman. Dan hari ini keadaannya sangat menyedihkan karena musisi merasa tidak dihargai.
"Dulu saya ngomong sama Chandra Darusman (Ketua YKCI sebelum menetap di Swiss-Red.) Royalti ini harus didedikasikan ikatan kepada keluarganya supaya ada sumber. Kan enggak ada pensiunnya seniman itu," katanya.
Rasa prihatinnya itu merupakan bagian dari keperdulian yang tinggi terhadap Chrisye dan nasib keluarga yang ditinggalkan. Yang jelas apa pun tentang Chrisye, tak ada yang bisa dilewatkan bagi Ferry Mursyidan Baldan. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Ketika  film "Chrisye" dibuat, Ferry banyak memberi dukungan secara moril maupun materil. Ia membeli ratusan tiket bioskop yang memutar film "Chrisye" untuk diberikan cuma-cuma kepada yang berminat, agar kisah idolanya diketahui banyak orang. Ferry senang jika ada orang lain yang juga menyenangi Chrisye seperti dirinya. Ia ingin menularkan kesenangan itu kepada orang yang belum mengenal siapa Chrisye.
"Saya enggak ngerti film sebetulnya.  Cuma menjadi menarik karena film itu tentang Chrisye. Pembuatan film tentang  chrisye kan sama seperti apa yang saya ingini. Bangsa ini kan harus bisa memberi apresiasi kepada tokoh yang setia pada profesinya. Kalau seorang musisi legendaris seperti Chrisye kemudian dia lewat begitu saja karena kematian, kemudian tidak ada pelajaran yang kemudian dia harus dikenang. Itu yang menyedihkan bagi bangsa ini," katanya. "Jadi orang tidak mau berpikir, mari kita menjadi tokoh, menjadi sesuatu yang melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain."