Organisasi artis tertua di Indonesia, Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia) akan mengadakan Kongres pada tanggal 26 – 28 Agustus 2016 mendatang di Mataram, Lombok. Sampai penutupan pendaftaran Calon Ketua Umum (CaKetum), hanya ada dua nama yang akan bersaing untuk menjadi Ketum Parfi mendatang, yakni incumbent Aa Gatot Brajamusti dan Andryega da Silva.
Andre baru mendaftar belakangan setelah nama-nama lain yang sebelumnya disebut akan mencalonkan diri: artis Marcella Zalianti dan Soni Sumarsono atau Ki Ageng dari Jawa Timur, batal mencalonkan diri.
Siapakah Andryega da Silva?
“Tahun 86 sampai 2004 sinetron saya main sekitar 60 – 80 judul sinetron, dan film 18 judul. 99 persen itu peran-peran kecil atau peran pembantu. Hanya satu sinetron yang saya dapat kesempatan “Melompati Angin” diberi kepercayaan untuk menjadi pemeran utama. Tahun 2004 saya diberi kepercayaan oleh TV3 untuk membintangi dua film “Laila” dan “Gong” saya diberi kesempatan untuk menjadi peran utama antagonis. Salah satu film itu ikut Jiffes,” tuturnya.
Apa yang membuat Anda tertarik mencalonkan diri jadi Ketum Parfi?
Sebenarnya tidak tertarik. Awalnya saya dan teman-teman mendukung seseorang. Di dalam perjalanan orang tersebut tidak konsisten ke dalam tujuan yang utama. Akhirnya motivasi itu timbul dari rekan saya Mbak Elly Ermawati. Kita berdua dorong-dorongan agar mencalonkan diri. Kalau memang serius ingin membenahi Parfi, ya maju aja.
Di dalam organisasi ini pun saya tidak pernah terlibat dalam kepengurusan. Tapi saya melakukan procedural di organisasi ini mjulai awal mulai calon anggota sampai AB. Tapi dalam mensupport bendara Parfi mulai 1986 diantar oleh Oom Muni Cader (alm.), di masa kepengurusan Eva Rosdiana Dewi saya bersama Nizar Zulmi dan Hendra Cipta membawa Parfi.
Jadi saya notabene saya tidak memahami seluk beluk organisasi parfi itu sendiri.
Tapi saya mencoba mencari tahu
Mengapa saya maju, motivasi saya memang lebih daripada tertarik, geregetan. Kok banyak yang bilang prihatin, miris, tapi cuma ngomongin doang.
Saya ingin menjadi figure pemerasatu di dalam sini.
Sepanjang saya mengikuti organisasi ini/ dulu saya bangga memegang kartu parfi. Sekarang jangankan saya/ yang senior saja sudah tidak bangga. Padahal legalistas dan gaungnya luar biasa.
Tujuan leluhur dulu membuat Parfi ini intinya melesatarikan budaya dan pariwisata Indonesia sendiri, dan menjaga keseimbangan sosial dalam bidang perfilman dan menjadi partner pemerintah untuk bisa menjalankan fungsi perfilman. Fungsi-fungsi ini harus dikembalikan. Kenapa Parfi ini tidak berjalan dengan sebenarnya karena fungsi dan tujuannya tidak dipahami. Yang dirubah itu pedomannya. Padahal pedoman tidak perlu dirubah.
Siapa yang dimaksud tidak paham?
Sebetulnya mereka paham atau tidak bukan saya yang menilai. Tapi mungikin anggota simpatisan atau warga perfilman. Saya tidak ingin menilai.
Di sini bukan orang. Yang menjalankan roda kepengurusan ini adalah perangkat. Yang menjalankan roda organisasi ini orang-orang atau sitem. Ada yang paham tapi kepentingannya berbeda, ada yang tidak paham tapi ambisinya luar biasa. Bukan saya menunjuk seseorang. Tapi perangkat inilah yang tidak bisa menjalankan sebuah system.
Parfi memang bukan Depsos yang hanya memperhatikan anggotanya. Harus ada sinergi. Sinergi inilah yang harus dijalankan. Bagaimana membangun sinergi ini untuk membangun anggotanya. Anggota juga tidak boleh ingin diperhatikan terus, tapi kontribusinya apa. Ini juga kembali kepada perangkat tadi. Bagaimana memotivasi mereka untuk perduli terhadap Parfi harus ada simbiosis mutualisme.
Ada pemikirian dari kita bagaimana membenahi manajemen organisasi tapi juga memberdayakan anggotanya. Kalau geregetan cuma duduk saja tidak ada gunanya. Orang ngomong kepingin membereskan Parfi, tapi cuma ngomong, ikut kongres enggak mau. Artinya bagaimana dia bisa merubah Parfi. Apa cuma ambil cat lalu dicat dari luar? Itulah ego. Enggak boleh dong.
Tetap harus diikuti. Kita ikuti aturan yang ada. Kita jangan melawan aturan. Kita ikuti aturan hukum yang ada. Kita ikuti prosesnya tahap demi tahap. Itu bagian dari perjuangan untuk membenahi.
Apa upaya anda untuk masuk ke bursa pencalonan?
Ada non teknis da nada teknis. Ada internal dan ekseternal. Yang non teknis membenahi manajemen organisasi. Tahu penyakitnya kita analisa lalu kita operasi. Non teknisnya kita obati dengan obat yang tepat untuk mkengobati penyakitnya.
Non teknisnya adalah membenahi struktur, administrasi dan manajemennya, teknisnya kita melangkah. Parfi ini kira-kira organisasi apa? Organisasi profesi, profesinya apa ? Bidang perfilman. Nah itu yang perlu kita jabarkan. Kadang orang bicara parfi itu film tapi tidak dijabarkan lagi. Ini kembali kepada program dan pemikiran. Kami akan mengembalikan branded parfi lagi.
Setelah membenahi kita akan mengaktifkan kembali koperasi dan yayasan Parfi. Itu harus dijalankan oleh anggotanya. Itu salah satu untuk memberdayakan anggota.
Parfi ini bukan organisasi bisnis, tapi organisasi profesi yang melindungi anggotanya. Nanti yayasan akan menaungi kegiatan itu. Ada satu departemen manajemen bisnis development. Ini yang akan merambat ke bidang bisnis dan investasi. Salah satu caranya kita akan menggandeng PH yang produktif. Industri yang sudah matang, bukan PH (production house) buatan. Bukan PH ciptaan di dalam sebuah moment. Tapi PH betul yang punya program-program dan sudah menjadi industri. Ini akan memberdayaan kepadaa anggota.
Kita harus memperbaiki anggota asal bisa mensejahterakan anggota. Bulshit memperbaiki anggota tanpa memperhatikan kesejahteraan anggota. Di sinilah Parfi lambat laut akan kembali lagi. Belum lagi program-program yang bisa mengakomodir Parfi-Parfi cabang. Bagaimana mereka bisa mandiri dan independen.
Parfi sekarang ini ndak tahu ya, tidak cukup waktu atau terlalu sibuk orang di dalamnya, sehingga tidak ada konsolidasi untuk membicarakan program yang lebih baik.
Ada juga pengurus atau anggota yang punya ide brilian tapi tidak bisa bersinergi dengan pengurus lain atau ketuanya. Akhirnya ide brilian itu juga tidak berjalan.
Tentunya bohong kalau kita membenahi ini bisa lari 100 jam. Kita harus kembali ke gigi satu. Kalau kita langsung jos “giginya” merotol, di jalan tol mesinnya merotol. Inilah fungsi manajemen.
Banyak yang mengatakan Parfi sudah kadung rusak untuk apa diperbaiki lagi? Sekarang ini kan mudah saja membuat organisasi baru? Partai politik juga begitu.
Semua orang punya pemikiran sendiri-sendiri. Ada yang setuju dan ada yang tidak. Kenapa saya tidak setuju? Karena semua lahir dari barang antik ini.
Tidak ada yang tidak mungkin kalau kita ingin benar-benar serius untuk membenahi ini tidak ada yang tidak mungkin. Hanya orang ego yang punya kepentingan sendiri yang bisa mengatakan itu. Kalau kita bijak tidak akan ke luar kalimat seperti itu.
Contohnya Anda punya HP satu yang punya sejarah luar biasa bagi anda. Karena salah nyolok jadi tidak konek. Anda mau ganti tidak punya uang. Tapi hanya punya uang untuk membetulkan konektornya. Orang hanya punya dua paradigma: membuang HP itu ke tempat sampah, lalu pergi ke konter untuk membeli baru, atau diperbiki di tempat teman.
Memang hasilnya diplerkirakan lebih baik beli HP baru karena kalau dibetulin bisa rusak lagi. Masalahnya mau beli yang baru tidak bisa. Nah saya tidak bisa memahami pemikiran itu. Mau beli tapi tidak punya uang/ tapi tidak mau memperbaiki. Saya benar tidak mengerti. Mungkin saya terlalu bodoh untuk memahami pikiran itu. Tapi setiap orang punya paradigma masing-masing. Saya tidak boleh memaksakan kehendak saya. Begitu pun orang lain tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada saya.
Apa persiapan Anda untuk “maju perang” dalam Kongres Parfi?
Saya anggap ini bukan perang. Walau kemarin saya sempat emosi dan kepingin ngajak perang. Semua ini kita dalam organisasi besar untuk kebersaman. Saya ini maju untuk membentuk persatuan dalam kebersamaan. Itu motto saya. Marilah kita maju bersama tanpa kita harus menghambat orang lain. Mari kita berdiri bersma tanpa kita menekan orang lain. Mari kita berhasil bersama tanpa menghancurkan orang lain. Itu prinsip saya.
Makanya tidak ada kata perang dalam diri saya. Tapi kalau saya diajak perang, saya mau perang. Yang ada dalam diri saya adalah nawaitu. Di saat nawaitu itu benar adanya, apa yang kita pikir benar, kita ucapkan, kita jalankan, semua akan dipersiapkan dengan sendirinya. Yakin tidak yakin seperti itu.
Mungkin kalau dianggap orang yang mau maju di Kongres Parfi ini dianggap orang gila, saya bukan orang gila. Tapi mental saya gila. Kalau tidak punya mental gila, tidak mau maju. Kalau ada yang bilang yang mimpin Parfi itu orang gila, orang gila itu tidak bisa mimpin Parfi. Saya bukan orang gila untuk maju jadi Ketum Parfi. Tapi mental saya gila, karena yang diurusin menggila.
Pemimpin Parfi itu harus gila dalam arti gila bekerja, gila memotivasi, gila dalam berfikir.
Saya tidak menganggap ini peperangan. Saya hanya ingin menunjukkan identitas saya. Saya hanya berpikir apakah saya mampu menjalankan seperti apa yang saya ucapkan. Kasih dong kesempatan saya untuk membuktikan ucapan saya. Kalau tidak dikasih kesempatan bagaimana mungkin saya bisa membuktikan ucapkan saya. Saya jangan dihambat. Kalau memang legowo, kasih kesempatan yang lain, karena yang lain juga punya hak.
Selain keyakinan spiritual tentu ada juga dong kalkulasi-kalkulasi untuk maju dalam Kongres Parfi ini?
Oh tentu. Saya besok mau ulangan. Ada dua paradigm: saya belajar ketika guru menerangkan, daya adopsi dalam pemikiran saya, dan saya yakin saya bisa berhasil dalam ulangan. Kedua, kadang ada watak manusia itu waktu diterangkan dia becanda, tidur dan segala macam. Tapi dia mempersiapkan diri untuk belajar. Nah dari dua paradigm ini saya ada di mana, saya tidak bisa menerangkan. Kalau saya dikasih kesempatan, baru saya akan membuktikan.
Banyak yang beranggapan, orang yang akan maju menjadi Ketum Parfi ini akan berhadapan dengan kekuatan luar biasa, khususnya secara finansial. Bagaimana menurut Anda?
Itu opini publik ya. Sekarang siapa sih yang mau menunjukkan isi rekeningnya. Jangankan orang lain yang tanya, isteri nanya saja belum tentu mau menunjukkan. Hanya orang tidak waras yang mau menunjukkan rekeningnya.
Saya ini jalan ke Parfi kan butuh bensin. Kalau tidak punya bensin ya orang edan yang melakukan. Tidak ada gunanya kesombongan, karena itu hanya akan berbenturan dengan orang lain. Kita tidak bicara uang untuk orang perduli terhadap Parfi. Perduli saja sudah luar biasa.
Ada selentingan, karena Anda datang belakangan dalam pencalonan Ketum Parfi, ada yang menuding Anda memang orang yang sengaja dipasang untuk menjadi pesaing bayangan. Bagaimana Anda menjawab tudingan itu?
Nanti dicros check ya. Apakah sudah ada satu perak yang Andri minta – kalau diminta bargaining sudah berulang kali -- untuk Andri jadi bonekamu. Andrea da Silva tidak bisa dibeli dengan uang. Saya siap kalah. Tapi artinya saya berjuang dulu dong. Saya tidak menghalalkan banyak cara.
Saya datang ke Kongres, saya paparkan visi missi saya, saya ambil simpati peserta kongres. Mau milih siapa itu mereka punya hak. Tapi yang saya yakini, “luck” diturunkan kepada satu orang di dalam satu moment. Saya tidak tahu fktor luck itu milik siapa. Tapi yang jelas saya punya keinginan. Kalau tidak ingin, saya tidak daftar.
Saya juga sudah sumpah kepada seseorang yang menyampaikan pertama bahwa saya settingan si A. Saya bersumpah, tidak selamat saya dunia akhirat kalau memang itu terbukti. Tapi kalau informasi itu sengaja digulirkan, tidak akan lama dia akan mengalami seperti apa yang saya ucapkan. Kita lihat, penyesalan ada di belakang. Jangan sampai dia berpikir seperti itu, dia akan menyesal.
Percaya dengan faktor luck?
Ya. Jadi saya berjuang, saya lakukan dengan benar. Bagaimana hasilnya tidak ada yang tahu. Kalau ada yang tahu prediksi itu, saya tidak anggap Tuhan yang mana, saya anggap itu Tuhan saya. Saya orang eksak, saya berpikir logika, tidak mau mimpi-mimpi, saya realistis saja.
Sekarang ini kan orang ngomong macam-macam, si anu bilang dia hebat lho, kekuatannya besar lho, tapi opini itu kan bisa dibentuk. Tapi apakah benar rekening yang ditunjukkan itu rekening miliknya, wallahualam. Saya ndak mau tahu itu. Saya ndak kepo untuk cari tahu orang lain.
Saya hanya ingin mempersiapkan diri bahwa saya mampu dengan pemikiran dan strategi saya untuk menjalankan Parfi ini dan bagaimana saya bisa mempengaruhi audiens supaya mereka mau mendukung saya untuk menjadi apa yang saya mau. Pernah dengan cerita raja minta diadili? Tidak ada kan? Sayalah pengikut paham Raja yang minta diadili bila ucapan dan langkah saya ke depan tidak sesuai.
Untuk menjadi pemimpin harus bisa menyeimbangkan antara rasio dan perasaan. Kalau rasio berjalan, hanya ambisi yang muncul ke depan. Kalau rasa berjalan, hanya akan jadi Departemen social.
Apa yang Anda lakukan kalau Anda menang dan bagaimana kalau Anda kalah?
Kalau saya terpilih saya kaan menjalankan program seperti yang sudah dipaparkan, tahap demi tahap. Kalau tidak terpilih saya orang pertama kali yang mengucapkan selamat. Dan saya tulus mendoakan Parfi ini berubah menjadi seperti yang kita ingin kan.
Kalau tidak terpilih saya tidak mau berpikir lagi tentang Parfi. Tapi saya ingin menjalankan apa yang sudah saya programkan pada PH saya sendiri. Saya tidak mau jadi pengurus atau apa. Keinginan saya bukan itu. Saya tidak bisa membenahi, karena hanya akan jadi boneka. Boneka kan hanya dipandang dan ditimang-timang. Lebih baik saya disuntik mati. (hermanwijaya61@gmail.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H