Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pembentukan BPI, Cek Kosong Dari Pemerintah untuk Insan Film

26 Juli 2015   12:41 Diperbarui: 26 Juli 2015   12:44 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sampai dikedua pasal itu posisi BPI terlihat kuat dan memiliki tugas yang sangat mulia bagi perfilman Indonesia. Walau pun sebagian besar insan film sudah tahu bahwa UU No.33 tahun 2009 adalah produk perundang-undangan yang gagal, karena tidak ada Peraturan Pelaksanaan (PP) dari pasal-pasal dalam UU tersebut – kecuali PP untuk Lembaga Sensor Film (LSF).

PP adalah petunjuk teknis bagaimana undang-undang bisa dijalankan secara nyata. Tanpa itu, undang-undang hanya menjadi “macan kertas”, yang tidak bisa berbuat apa-apa dalam mengatur/mengatasi persoalan yang ada. Jadi kalau ada klaim selama ini bahwa BPI adalah badan yang dibentuk berdasarkan undang-undang, terdengar naïf. Orang tahu kok bagaimana “nasib” UU No.33 tahun 2009 itu.

Kalau memang UU itu mau dijalankan secara konsekwen, mana PPnya? Atau katakanlah tanpa PP pun harus jalan; lantas bagaimana dengan penerapan pasal-pasal lain? Terutama yang terkait dengan Pengedaran dan Pertunjukan film (Pasal 25 – 33)?

Kemudian dan melihat fungsi dan peran BPI, kita juga tidak bisa hanya berhenti pada dua pasal di atas. Masih ada Pasal 70 yang menyangkut pembiayaan badan tersebut. Pasal 70 UU No.33 tahun 2009 menyebutkan:

(1) Sumber pembiayaan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 berasal dari: a. pemangku kepentingan; dan b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan nonanggaran pendapatan dan belanja daerah wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.

Jika selama ini pengurus BPI berteriak-teriak soal dana, apakah penerapan Pasal 70 itu sudah berjalan dengan baik? Bagaimana dengan peran para pemangku kepentingan (stake holder) BPI dalam memberdayakan badan yang menaungi mereka (atau yang mereka bentuk)? Apakah sudah ada hibah dari APBN?

Kalau mendengar teriakan pengurus (Ketua) BPI selama ini, rasanya Pasal 70 itu tidak berjalan, karena memang belum pernah terdengar, negara melalui kementerian memberikan hibah dana kepada BPI. Dan bisa dipastikan, banyak para pemangku kepentingan (stake holder) yang berada di bawah BPI juga tidak mengucurkan dana sepicis pun buat BPI. Yang terjadi justru pemangku kepentingan itu berharap banyak dengan keberadaan BPI.

Ada puluhan stake holder BPI, namun tidak termasuk stake holder semua perfilman lama yang dulu berada di bawah BP2N. Banyak stake holder yang hanya berupa komunitas penggemar / pengamat film yang tidak terkait langsung dengan urusan produksi atau pemasaran film. Ada pula yang dibentuk secara mendadak menjelas musyawarah pembentukan BPI.

Pembentukan BPI itu sendiri terkesan dipaksakan. Seolah hanya sekedar untuk menjalankan undang-undang. Sekian lama rencana pembantukan BPI terkatung-katung, karena kalangan insan film yang telah makan asam garam dunia perfilman melihat, ada masalah serius dalam pasal-pasal tentang BPI dalam UU Perfilman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun