Bunga melati yang berukuran kecil ini juga semakin bernilai ketika dikelompokkan menjadi sebuah rangkaian, menggambarkan pula kehadirannya dalam kebersamaan dengan kuntum-kuntum yang lain. Ibarat mengatakan, jika kita bersama, bersatu atau bekerjasama maka kita akan menjadi lebih kuat. Wanginyapun tahan lama, sehingga meski fisiknya tidak tampak tetapi aromanya hadir seantero ruang. Hanya ingin mengatakan, nama baik perlu selalu disandang sehingga ketika pun yang bersangkutan tidak ada maka karyanya akan selalu dikenang orang.
Melati sangat erat kaitannya dengan perempuan. Dalam sebuah webinar bertema "Perempuan dan Filosofi Melati" diselenggarakan oleh Komunitas ASRIÂ di tahun 2020, saya sebagai pembicara mengaitkannya dengan sifat kepemimpinan perempuan. Â The Servant Leadership, kepemimpinan yang melayani sebuah teori yang saya angkat dalam forum ini.Â
Pemimpin yang melayani memiliki ciri khas sebagai orang yang berpegang pada etika dan nilai-nilai. Ia mampu memberi motivasi dan menginspirasi tim kerja atau orang di sekitarnya. Seorang pemimpin yang penuh integritas dan kerap memberi contoh yang baik guna mendorong tim kerja di bawahnya untuk juga melakukan tanggung jawabnya sebagaimana diharapkan. Tipe kepemimpinan ini boleh dikata relatif baru, diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf pada 1970
"The servant-leader is servant first... It begins with the natural feeling that one wants to serve, to serve first ..."
Kita bersyukur bahwa saat ini tak sedikit pemimpin atau tokoh masyarakat yang memiliki jiwa kepemimpinan yang melayani, mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan diri sendiri atau kelompoknya. Bekerja bak tidak memperhitungkan waktu atau benefit yang ia peroleh.Â
Jangankan ada kepikiran untuk 'korupsi', Â bahkan seringkali menyisihkan penghasilannya untuk orang-orang yang lebih membutuhkan. Mereka yang tidak terlalu mementingkan protokol ketat, ikut antre bersama masyarakat lain, bahkan tetap merasa nyaman duduk di kelas ekonomi dalam sebuah penerbangan. Pemimpin seperti ini juga menghadapi tantangan tidak kecil, karena menjadi ancaman bagi mereka yang memiliki pola pikir berseberangan.
Pelayanan Holistik
Jelang akhir tahun warga Jakarta mendapat hadiah dari Bapak Jokowi, seorang Tri Rismaharini Walikota Surabaya diangkat menjadi Menteri Sosial RI (Mensos). Memang sebagai Menteri dia bukan hanya milik warga Ibu Kota, namun kinerja di jabatan sebelumnya memberi bayangan kepada kita betapa nanti Jakarta akan kecipratan dampak dari pelayanannya yang holistik. Apa yang dimaksud dengan Holistik di sini? Pelayanan yang dilakukan Ibu Risma dalam kapasitasnya sebagai pemimpin meliputi seluruh hal, sesuatu yang utuh dan menyeluruh.Â
Gambaran ini tidak berlebihan, karena di hari pertama menjabat sebagai Mensos, ibu satu ini telah menunjukkan kepeduliannya dengan mengunjungi dan menyapa warga yang tinggal di kolong jembatan sekitar aliran Sungai Ciliwung, Jakarta Pusat. Hal ini dilakukan beliau bersama stafnya dalam perjalanan dari kediamannya di Jakarta ke kantor. Aspek menyeluruh yang dilakukan Risma adalah ketika ia melakukan satu hal yaitu menuju tempat kerjanya, maka terpikir pula untuk melakukan hal lain secara paralel namun selaras dengan tanggungjawabnya.
Saat bertemu dengan warga di sana, pembicaraannya dengan para pemulung dan gelandangan bak kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Sebuah percakapan yang biasa saja, tidak lebay...tentang asal kampung halaman, penghasilan sehari-hari, kesehatan, kondisi tempat tinggal. Lalu Risma meminta kesediaan mereka untuk mengikuti pembinaan agar mereka nantinya dapat menjadi warga yang lebih baik karena memiliki pekerjaan yang layak. Seorang perempuan yang ditemui duduk di trotoar sekitar Plaza Bank UOB dibujuknya, "Ibu mau ikut saya? Nanti saya kasih tempat tinggal. Mau ya? Tapi ibu jangan ke mana-mana. Nanti ada yang jemput," kata Mensos, seperti diberitakan Kompas.com
Komitmen untuk tetap blusukan ini disampaikan Risma selepas ia dilantik sebagai Mensos di Istana. Menurut Risma, melalui kegiatan 'blusukan' itu ia dapat melihat langsung permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat saat ini. Dengan demikian, ia bisa menyusun kebijakan yang benar-benar sesuai kebutuhan masyarakat. Anehnya, strategi ini justru dianggap tidak lazim bagi sementara orang bahkan pejabat.