Mohon tunggu...
Basirotul Hidayah
Basirotul Hidayah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa ITSNU Pasuruan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa ITSNU Pasuruan, Prodi Pendidikan matematika 2019

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sumber Hukum dan Metode Berijtihad

4 April 2020   15:31 Diperbarui: 4 April 2020   15:23 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TEMA             : Sumber Hukum dan Metode Berijtihad

NAMA            : Basirotul Hidayah

SEMESTER   : II

PRODI             : Pendidikan Matematika/2019

KAMPUS        : ITSNU PASURUAN

MATA KULIAH: Pendidikan Agama Islam

DOSEN            : Muhammad Mukhlis, M.Pd.

PROBLEM      : Perbedaan pendapat 4 Madzhab tentang kewajiban membaca Al-Fatihah dalam sholat

TEORI :         

Di antara masalah hukum yang sering menjadi polemik di masyarakat adalah hukum membaca Surat al-Fatihah dalam shalat. Ada dua pertanyaan yang sering muncul terkait hal itu: pertama, bagaimanakah hukum membaca Surat al-Fatihah dalam shalat? Dan kedua, apakah makmum wajib membaca Surat al-Fatihah ataukah tidak wajib, karena bacaan makmum ditanggung oleh imamnya?

Terkait pertanyaan pertama, yakni hukum membaca Surat al-Fatihah dalam shalat, para ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama, meliputi Imam Syafi'i, Malik, dan Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa membaca al-Fatihah merupakan syarat sah shalat. Jika seseorang meninggalkannya, padahal ia mampu membacanya, shalatnya tidak sah. Mereka berpegangan pada hadits riwayat Ubadah bin Shamit bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

 

 "Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Surat al-Fatihah."(Shahih Bukhari, Hadits Nomor 714).

Dan hadits riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

.

"Barangsiapa yang shalat lalu tidak membaca Ummul Qur'an, maka shalatnya kurang---beliau mengulanginya tiga kali---tidak sempurna." (Shahih Muslim, Hadits Nomor 598).  

Kedua hadits di atas menunjukkan kewajiban membaca surat al-Fatihah dalam shalat, sebab kata "l shalta" dalam hadits pertama menunjukkan arti tidak sah (nafyus sihhah), sementara kata "khidj" dalam hadits kedua menunjukkan arti kurang dan rusak (an-naqshu wal fasd), sehingga dapat dipahami bahwa membaca al-Fatihah merupakan syarat sah shalat. Sedangkan Imam Tsauri dan Abu Hanifah menyatakan keabsahan shalat tanpa bacaan al-Fatihah, tetapi kurang afdhal. Sebab menurut mereka, kewajibannya adalah membaca surat atau ayat Al-Qur'an; minimal tiga ayat pendek atau satu ayat panjang.

Mereka berpedoman pada ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi. Ayat Al-Qur'an tersebut adalah firman Allah subhanahu wata'ala dalam Surat al-Muzammil ayat 20:

 

"Maka bacalah apa yang mudah dari (ayat-ayat) Al-Qur'an." Ayat ini menunjukkan bahwa yang diwajibkan adalah membaca apa yang mudah dari ayat-ayat Al-Qur'an, tanpa menyebutkan ayat atau surat tertentu.

Sedangkan hadits dimaksud adalah sabda Rasul shalallahu 'alaihi wasallam:

"Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari (ayat-ayat) Al-Qur'an."(Sahih Bukhari, hadits nomor 793 dan Sahih Muslim, hadits nomor 397).

Dari kedua pendapat tersebut, penulis menilai pendapat mayoritas ulama yang menegaskan kewajiban membaca Surat al-Fatihah dalam shalat merupakan pendapat yang sangat kuat. Sebab, komitmen Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya untuk senantiasa membaca al-Fatihah, baik dalam shalat wajib atau shalat sunnah, merupakan dalil bahwa shalat tidak sah tanpa bacaan al-Fatihah.

Disebutkan dalam kitab Bulghul Marm karya Ibnu Hajar al-Asqalani, hadits nomor 307:

:       .

"Dari Abi Qatadah radhiyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam selalu shalat bersama kami, pada dua rakaat pertama dalam shalat Dhuhur dan Ashar beliau membaca al-Fatihah dan dua surat, dan kadangkala memperdengarkan kepada kami bacaan ayatnya.Beliau memperpanjang rakaat pertama dan hanya membaca al-fatihah dalam dua rakaat terakhir."

Sedangkan mengenai pertanyaan kedua, yaitu: Apakah makmum wajib membaca surat al-Fatihah atautidak wajib, bisa dijawab dengan dua hal: pertama, ulama sepakat bahwa jika makmum mendapati imamnya dalam keadaan ruku' maka bacaan al-Fatihahnya ditanggung oleh imamnya. Artinya, makmum tidak berkewajiban membaca al-Fatihah.  Kedua, ulama berbeda pendapat jika makmum mendapati imam dalam keadaan berdiri. Imam Syafi'i dan Ahmad menyatakan kewajiban membaca al-Fatihah bagi makmum, baik dalam shalat sirriyyah (shalat yang bacaannya dilirihkan), atau dalam shalat jahriyyah (shalat yang bacaannya dikeraskan). Mereka berpegangan pada hadits:

 

 "Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Surat al-Fatihah."

 Redaksi hadits di atas bersifat umum, sehingga mencakup imam dan makmum, serta shalat sirriyyah dan jahriyyah. Barangsiapa tidak membaca al-Fatihah, shalatnya tidak sah.  Sementara menurut Imam Malik, makmum wajib membaca al-Fatihah pada shalat sirriyyah, bukan jahriyyah. Terkait kewajiban membaca al-Fatihah pada shalat sirriyyah, beliau berpedoman pada hadits di atas.

Sedangkan terkait larangan membacanya pada shalat jahriyyah, beliau berpegangan pada firman Allah Surat al-A'raf ayat 204: 

"Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat." Ayat ini memerintahkan kita untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an. Artinya, makmum juga diperintahkan untuk mendengarkan bacaan imam dalam shalat jahriyyah. Sedangkan menurut Abu Hanifah, makmum tidak perlu membaca al-Fatihah, baik dalam shalat jahriyyah maupun shalat sirriyyah.

Beliau berpedoman pada firman Allah dalam surat al-A'raf ayat 204 di atas, di mana ayat tersebut memerintahkan kita untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an. Beliau juga berpedoman pada hadits riwayat Abu Hurairah, Rasul shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

 "Sesungguhnya dijadikannya imam itu adalah untuk diikuti. Apabila ia bertakbir maka takbirlah dan jika ia membaca (ayat Al-Qur'an) maka diamlah." (HR. Ibnu Abi Syaibah). (Lihat: Muhammad Ali al-Shabuni, Rawa'i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min Al-Qur'an, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, Juz 1980, hal. 55-59). Wallahu A'lam.

ANALISIS:

Surat al-Fatihah memiliki kedudukan yang tinggi dalam al-Quran; karena merupakan surat yang paling agung, sebagaimana ayat kursi merupakan ayat yang paling agung. Saking pentingnya surat ini, ia dicantumkan di awal mushaf. Oleh karena itu, ia disebut juga "Faatihatul kitab" (Pembukaan Al-Quran). Ini menunjukkan betapa penting dan tingginya kedudukan surat ini, sebab ia tidak dikedepankan maupun dicantumkan di awal mushaf, melainkan karena kedudukannya yang amat penting.

Allah Subhaanahu wata'ala mewajibkan membaca surat al-Fatihah pada setiap rakaat dalam shalat, ini menunjukkan pentingnya surat al-Fatihah.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa membaca surat al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib, dan barangsiapa tidak membacanya, maka shalatnya tidak sah (batal). Sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam :

"Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca al-Fatihah".1

Kewajiban ini adalah bagi yang mampu membacanya, adapun yang tidak mampu membacanya karena tidak hafal, maka ia membaca ayat al-Quran apa saja yang ia hafal selain al-Fatihah. Jika tidak dapat membaca ayat apapun dari al-Quran, maka boleh baginya untuk membaca dzikir berikut sebagai gantinya:

"Maha Suci Allah, Segala puji bagi Allah, Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah, Allah Maha Besar, Tiada kemampuan dan kekuatan kecuali dari Allah".

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam : "Apabila kamu berdiri untuk shalat maka bertakbirlah, jika engkau menghafal sebagian dari al-Qur'an maka bacalah. Namun jika tidak, maka ucapkan hamdalah, takbir, dan tahlil, kemudian ruku'lah..."2

Mayoritas Ulama berpendapat wajibnya membaca surat al-Fatihah bagi imam dan yang shalat sendirian. Namun mereka berbeda pendapat tentang bacaan al-Fatihah bagi makmum dalam tiga pendapat :

  1. Pendapat pertama : Membaca al-Fatihah wajib bagi setiap orang yang melaksanakan shalat; baik sebagai imam atau makmum atau shalat sendiri, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam : "Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca al-Fatihah".

Pengertian hadits ini mencakup semua orang yang melaksanakan shalat. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam juga bersabda:

"Sepertinya kalian membaca di belakang imam kalian? Kami (shahabat) menjawab: Benar, wahai Rasulullah. Maka kata beliau: Janganlah melakukan itu, kecuali membaca surat al-Fatihah; karena tidak ada shalat bagi yang tidak membacanya". 3

Ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan sejumlah ahli hadits, seperti Imam Bukhori dan yang lainnya. Mereka berpendapat wajibnya membaca al-Fatihah bagi imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian.

  1. Pendapat kedua : Makmum tidak wajib membacanya, karena bacaan imam telah cukup baginya.

Pendapat ini berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam: "Barangsiapa yang (shalat) mengikuti imam, maka bacaan imam menjadi bacaan baginya".4

Akan tetapi, keabsahan sanad hadits ini masih diperdebatkan. Mereka juga berdalil dengan firman Allah Subhaanahu wata'ala :

 

 "Apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkan baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat" (Al-A'raaf:204)

Menurut mereka, dalam ayat ini Allah Subhaanahu wata'ala memerintahkan untuk menyimak dan memerhatikan bacaan al-Quran, dan ayat ini turun berkenaan dengan bacaan al-Quran ketika shalat. Artinya, apabila imam membaca al-Quran, maka makmum harus menyimak dan memerhatikannya. Jadi, ayat ini menunjukkan bahwa makmum tidak ikut membaca al-Quran, karena imam telah membaca bagi dirinya dan para makmum. Ini adalah pendapat mazhab Abu Hanifah dan Ahmad.

  1. Pendapat ketiga; yaitu pendapat Imam Malik yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan banyak ulama lainnya- : Makmum wajib membaca al-Fatihah pada shalat sirriyah saat imam tidak mengeraskan bacaannya, seperti pada shalat Dzuhur dan Ashar. Adapun pada shalat jahriyah, maka cukuplah imam yang membaca, sedangkan makmum hendaknya diam sambil menyimak bacaan imam.

Menurut mereka, pendapat inilah yang dapat mengkompromikan dalil-dalil yang ada. Artinya, hadits-hadits yang mewajibkan bacaan al-Fatihah maksudnya ialah ketika shalat sirriyah, sedangkan ayat dan hadits lain yang mencukupkan bacaan bagi imam saja, maksudnya ialah ketika shalat jahriyah. Inilah pendapat yang paling kuat (rajih) insya Allah.

Catatan Kaki :

1. Muttafaqun alaih. HR. Bukhari (kitab Adzan, bab 95, no 756) dan Muslim (kitab Shalat, no 394) dari Ubadah bin Shamit.

2. HR. Abu Dawud (kitab Shalat, bab 148, no 861) dan Tirmidzi (kitab Shalat, bab 110, no 302, 2/100) dari Rifa'ah bin Raafi'.

3. HR. Abu Daud (kitab shalat, bab 136, no 824, 1/362) dan Nasa'i (kitab al-Iftitah, bab 29, no 919, 1/489) dari Ubadah bin Shamit.

4. HR. Ahmad (no 14698, (5/125), dan Ibnu Majah (kitab iqamatus shalat, bab 13, no 850) dari Jabir. Lafadz ini adalah lafadz al-Baihaqi dalam Sunan-nya (kitab shalat, bab 265, no.2898, 2/22).

Referensi: 

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/88618/beda-pendapat-ulama-soal-baca-al-fatihah-dalam-shalat-

https://mujahiddakwah.com/2018/03/hukum-membaca-al-fatihah-dalam-shalat/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun