pertama aku mengenalnya, dia bukanlah siapa-siapa. wajahnya memang cantik. aku yakin tidak ada satu orang pria pun yang meragukan penilaianku ini. jujur, sebagai seorang lelaki, satu hal yang pertamakali aku lihat dari seorang wanita itu adalah wajahnya. buat aku, fisik di atas hati. kalau ada pria yang bilang fisik tidak penting, hati nomor satu, percayalah kalau pria itu adalah pembohong besar.
aku masih ingat pertamakali aku bertemu dengannya. aku sedang berkumpul bersama dua orang temanku. lalu, seorang temanku yang lain datang dan membawanya ke hadapanku. di situlah aku dan dia berkenalan.
rambutnya panjang terurai. sedikit ikal di ujung rambutnya. senyumnya luar biasa manis. mungkin gigi kelincinya lah yang membuat hatiku saat itu jatuh kepadanya. tapi untuk sekedar bertanya nomer teleponnya saat itu tidak memungkinkan. karena dia itu pacar dari sahabatku.
dua tahun setelah kejadian malam hari itu. aku melihatnya lagi. tidak sengaja aku buka youtube. ia mempunyai akun yang isinya adalah video-videonya menyanyikan lagu-lagu dari musisi dalam dan luar negeri. videonya tidak banyak, cuma sekitar 85 video. aku hanya perlu waktu satu malam untuk melahap semua videonya. bukan masalah besar.
aku lalu mencoba menghubunginya lagi. sekedar bertanya apakah ia masih ingat dengan diriku yang kemudian aku lanjutkan untuk bertanya mengenai kabarnya. responnya cukup cepat. tidak ada hitungan minggu, pesanku itu dibalas. dia ternyata masih ingat siapa aku.
percakapan kami cukup intens. berawal dari kirim pesan, lalu bertukar nomor telepon, dan akhirnya, whatsapp dan LINE adalah penghubung kami. setiap malam, tepat jam 9 malam, aku selalu menghubunginya. sekedar untuk bicara hal-hal yang menurutku tidak penting untuk dibahas. tapi hal itu entah kenapa selalu membuatku tersenyum dan jantungku berdebar.
"aku sudah lama putus sama Bani.", ujarnya seperti memberiku kode.
"aku juga sudah lama tidak bertemu Bani. sejak mau lulus, aku sama dia sudah jarang nongkrong.", kataku seperti memberitahunya kalau aku sudah tidak sedekat itu dengan Bani.
aku, kamu. apa salahnya sekarang kata ganti orang pertamaku menjadi aku kamu? bukannya itu apa yang orang-orang yang biasa lakukan kalau mereka sudah dekat? aku memang sudah dekat dengan dia sekarang. apa melakukan hal itu salah?
aku mulai memberanikan diri untuk jalan berdua dengannya. seperti layaknya seorang perempuan, dia mencari-cari alasan untuk menolak ajakanku. tapi berkat manisnya rayuan yang keluar dari bibirku, alasan-alasannya seperti tidak berguna lagi.
beberapa kali aku dan dia menghabiskan waktu berdua. hanya untuk sekedar nonton, makan malam, cerita di atas bukit, melihat bintang, mengantarnya ke beberapa perusahaan rekaman sampai akhirnya ia sibuk dan tenggelam dalam dunia musiknya.
intensitas pertemuanku dengannya pun terganggu. tapi aku tidak bisa mengeluh tentang hal itu. siapa aku? menggenggam tangannya saja pun aku belum pernah. untuk apa aku mengeluh tentang kesibukannya itu?
aku dan dia yang biasanya dalam satu bulan bisa bertemu 6 sampai 8 kali, kini dengan kesibukannya segudang dan mempersiapkan album, katanya, bertemu 2 kali pun sudah waktu maksimal yang dia bisa berikan untuk sekedar bicara mengenai hal-hal tidak penting di dunia itu.
dalam setiap pertemuanku dengannya pun sudah tidak seperti dulu. senyumnya yang dulu selalu aku lihat, kini sudah jarang terlihat. kantung matanya pun mulai terlihat. matanya terlihat lebih sayu dari sebelumnya.
"aku capek kemarin rekaman sampai jam dua pagi.", itu alasannya.
rutinitasku dengannya pun hanya mengantar dan menjemput dia di studio rekaman. tapi aku tidak bisa mengeluh tentang hal itu. siapa aku? membelai rambutnya saja pun aku belum pernah. untuk apa aku mengeluh tentang kesibukannya itu?
***
wajahnya kini terpampang di seluruh stasiun televisi, suaranya kini berkumandang di setiap stasiun radio. dan kemanapun aku melangkah, aku seakan selalu diperhatikan oleh tatapannya. dia sudah terkenal sekarang.
komunikasi aku dengannya pun sekarang sudah bisa dihitung dengan jari. aku yang paling setia mengantar dan menjemputnya dimana dan kapanpun dia butuhkan kini digantikan oleh  sebuah tim manajemen yang kemampuannya berkali-kali lipat dari aku.
apa pun yang dia mau, kini bisa didapatkannya dengan mudah. dia tinggal bilang mau apa, dan dalam sekejap, orang-orang yang ada di sekitarnya pun akan berusaha keras untuk mewujudkannya.
dunia kami kini sebatas twitter dan instagram. path? bahkan dia tidak menerima aku sebagai temannya di path. cerita-cerita kami kini hanya sebatas 140 karakter. beberapa kali aku melihat kicauan dari akun twitter-nya, aku merasa asing. kata-katanya seperti penuh dengan kesopanan sekaligus kebohongan. aku seperti tidak mengenalnya.
perlahan, aku mulai meninggalkannya. bukan pilihannya meninggalkan aku, tapi aku yang meninggalkannya. karena sekarang semuanya sudah berubah. aku harap dia bahagia dengan segala yang ia miliki sekarang.
***
sebuah SMS masuk di telepon genggamku siang itu.
"hai, apa kabar?"
sebuah SMS dari nomor yang tidak aku kenal. aku tidak pernah berganti nomor telepon, tapi beberapakali telepon genggamku aku ganti mengikuti perkembangan jaman. dan setiap aku ganti telepon, aku hanya memasukkan nomor-nomor telepon yang masih aku jalin komunikasinya. tapi nomor siapa??
"baik, ini siapa?", balasanku dengan sopan.
"aku pikir kamu sudah ganti nomor. ternyata belum."
"belum, nomor saya tidak pernah ganti. ini siapa ya?"
beberapa menit tidak ada jawaban. aku semakin penasaran.
"apa masih ada cerita di atas bukit sambil melihat bintang?", balasan dari orang yang nomornya tidak aku ketahui.
dan seketika itu, jantungku seperti berhenti berdetak untuk satu detik. nyanyian rekan kerjaku yang menyanyikan lagu terbaru miliknya menyadarkanku. perutku tiba-tiba melilit seperti ingin buang air. tapi ini sekedar SMS. astaga.
***
dan disinilah aku sekarang. setelah melalui beberapa malam percakapan via whatsapp dan LINE untuk sekedarnya meledeknya dengan stiker-stiker lucu koleksinya, ini saatnya aku bertemu dengannya setelah sekian lama.
apa yang harus aku lakukan?
apa yang harus aku katakan?
belum sempat aku menemukan jawabannya. dia berdiri di hadapanku. harum parfumnya menghipnotisku. rambutnya dibiarkan terurai. sedikit lebih lebat dari terakhir aku bertemu dengannya. ia tersenyum melihatku. ini tidak mungkin dia. dia luar biasa cantik hari ini.
"aku tidak boleh duduk?", tanya dia.
"astaga, maaf. silahkan-silahkan.".
aku berdiri dan menarik kursinya sambil mempersilakannya duduk. aku pun duduk di hadapannya. ia melihat menu yang berada di atas meja dan memanggil pelayannya. aku rasa mataku tidak berkedip saat ia melakukan semua hal itu.
"jadi, apa kabar?", tanyanya menyadarkanku.
"ba-- baik, kamu.., elo, apa kabar?"
"jadi sekarang elo gw?"
aku diam seribu bahasa. skak mat. aku mana mungkin aku kamu dengan seorang penyanyi ternama di hadapanku ini?
perbincangan aku dan dia hari itu berjalan agak sedikit canggung. karena memang sudah cukup lama aku tidak bertemu dengannya. meski tidak lagi di atas bukit di bawah bintang, tapi ini sudah cukup bagiku.
"aku minta maaf kalau sikapku selama ini membuatmu jadi jauh dari aku.", katanya meminta maaf.
"ya memang mungkin harus begini jalannya.", kataku meyakinkan kalau dia tidak perlu meminta maaf.
"semuanya berjalan terlalu cepat. kehidupanku dalam sekejap berubah. lingkunganku, bahkan teman-temanku pun terasa asing. lalu aku menemukan beberapa foto dalam kotak yang aku simpan. aku rindu itu."
"ya, memang itu masa-masa yang indah."
"aku boleh bertanya sesuatu?"
"apa?"
"kenapa dulu kamu tidak pernah menyatakan perasaanmu padaku?"
skak mat. lidahku kelu.
"apa selama ini aku salah?", lanjutnya.
"aku.., mmm, ya masalahnya, aku.."
lidah, mulut dan otakku seperti tidak dalam jalur yang sama.
"maaf kalau selama ini aku salah. aku permisi.", dia pergi meninggalkan ku.
sekarang tubuhku yang kaku. aku seperti tidak bergerak. pertanyaan di otakku berkecamuk, tumpang tindih. aku melihatnya menjauh dan keluar dari pintu depan kafe.
dia berdiri di depan pintu mobilnya. beberapa menit lagi dia akan meninggalkan aku.
"aku takut. aku tidak yakin apa kamu juga merasakan apa yang aku rasakan.", aku mencoba meyakinkannya.
dia menutup lagi pintu mobilnya. dan berjalan mendekat ke arahku. dia menatap tajam ke dalam relung hatiku. tubuhku dingin.
"apa lagi?", tanya dia.
"ap-- apa kita bisa mulai dari awal?"
"apa kamu siap?"
aku menganggukkan kepala.
"kamu?", tanyaku.
dia lalu menggenggam tanganku, dan tersenyum. tapi aku tidak bisa mengeluh tentang hal itu. siapa aku? membelai rambutnya saja pun aku belum pernah. untuk apa aku mengeluh tentang kesibukannya itu?
Jakarta, 13 Mei 2014
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI