Ternyata, lanjutnya, tidak ada estimasi anggaran lagi dari Disperindagkop untuk pembangunan lokasi itu kedepan. "Sudah perencanaan asal-asalan, kemudian tidak ada pengembangan lanjutan. Jelas, ada indikasi mark up, ada potensi korupsi," imbuh Sayed Zaenal.
Katanya lagi, padahal sudah ada contoh pembangunan tanpa perencanaan dan akhirnya tidak bermanfaat justru merugikan keuangan negara. Kejadian seperti ini, sudah seringkali terjadi di Aceh Tamiang.
"Seperti pembangunan pasar di perbatasan Aceh Tamiang, yang bersumber APBN. Itu saja dibangun dengan penuh perencanaan, tapi hingga saat ini juga tidak bisa digunakan," katanya.
Kemudian, pembangunan Pajak Hongkong, sudah beberapa tahun dibangun sejak Tahun 2010. Sudah milyaran anggaran yang digunakan, tapi hingga hari ini, juga tidak bisa digunakan.
Padahal daripada proses ganti rugi lahan tersebut, meski beda dinasnya (dalam hal ini Dinas Perhubungan), seharusnya lebih penting usulan pembangunan gudang bongkar muat di Kuala Simpang.
"Itu sudah lama diusulkan, 2012 dan 2013 diusulkan, tapi dengan alasan tidak ada anggaran," ungkap Sayed Zaenal seraya menyarankan agar Bupati dan DPRK harus melakukan evaluasi dengan banyaknya program yang tidak bermanfaat dan justru menghabiskan uang negara saja.
"Sekali lagi, Kejaksaan Negeri Kuala Simpang harus mengusut tuntas kasus ini. Secara institusi ada Disperindagkop, eksekutif dan legislatif, kemudian ada pemilik lahan dan pengusaha yang bisa dijadikan saksi untuk mendapatkan bukti-bukti dugaan mark up dan indikasi tindak pidana korupsi ganti rugi lahan pusat pasar tradisional di Minuran. Selain itu, asal anggaran juga harus diungkap," demikian Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal M, SH.
Mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang Bungkam
Terkait indikasi tindak pidana korupsi ganti rugi lahan untuk pusat pasar tradisional di Desa Minuran, mantan Kadisperindagkop, Abdul Hadi, mulai berani menyampaikan kejujurannya.
Mantan Kadisperindagkop, Abdul Hadi, menyampaikan permohonan ma'afnya karena tidak sempat mengangkat panggilan telepon dan tidak membalas sms dari wartawan, terkait adanya indikasi mark up ganti rugi tanah untuk pusat pasar tradisional di Desa Minuran, Minggu (7/6/2015), sekira pukul 08.52 WIB.
Abdul Hadi mengaku bahwa kemarin dirinya dalam keadaan sibuk, dan dia juga mengatakan kebetulan telepon selulernya juga lagi tidak ada pulsa, sehingga tidak bisa membalas beberapa sms terkait konfirmasi tentang indikasi mark up ganti rugi tanah yang saat ini sedang tersandung masalah.