Hal ini menunjukkan indikator penilaian sekolah yang mungkin saja menyesatkan. Jika memang seperti itu, adakah korelasi antara UAN dan kualitas lulusan?
BELUM PASTI!
Keberadaan UAN dan kualitas lulusan adalah dua hal berbeda. Walaupun pada dasarnya saling terkait, ini tidak lantas dapat menyimpulkan permasalahan pendidikan di Indonesia.
Tuntutan nilai dari pemerintah dan apa yang diterapkan guru di sekolah bak magnet terbalik. Kualitas guru, jenis kurikulum yang dipakai, dan fasilitas sekolah menentukan arah indikator penilaian.Â
Guru dituntut untuk tidak sekedar memindahkan isi buku ke kepala siswa. Dalam aspek asesmen, guru diharapkan mampu membuat dan menyeleksi soal yang layak untuk diujiankan.Â
Tanpa kemampuan tersebut, sangat mungkin guru mengukur kemampuan siswa dengan nilai validitas rendah. Artinya, siswa boleh jadi telah memahami materi yang diajarkan, tapi salah menjawab soal karena rendahnya mutu soal yang dihasilkan.
Kualitas guru di sebuah sekolah sangat menentukan kualitas lulusan. Materi ajar yang disiapkan guru, nilai KKM yang ditetapkan, dan kualitas soal akan memberi gambaran kualitas murid yang dihasilkan dalam kelas.Â
Keberadaan UAN juga tidak jauh berbeda. Bayangkan bagaimana jika kualitas soal UAN sangat rendah, apa gunanya ujian bagi siswa?
Siapa yang berhak membuat soal-soal UAN, apakah mereka tahu persis kemampuan siswa-siswa di seluruh Indonesia? jika tidak, disinilah awal mula datngnya musibah dalam dunia pendidikan.
Guru diminta mengajar agar nilai KKM tercapai. Lalu, ketika soal UAN tiba, apa yang diujiankan tidak mewaliki apa yang sudah dipelajari siswa selama tiga tahun masa sekolah.
Guru menjadi panik seketika dan mencari cara agar nilai KKM terpenuhi. Murid pintar yang gigih belajar mudah untuk melampaui nilai KKM, tapi tidak bagi sebagian besar siswa yang datang ke sekolah tanpa tujuan akhir.Â