Tentu saja banyak alternatif yang masih relevan. Meskipun demikian, perlu diperjelas sejak awal bagaimana bentuk kontribusi yang diharapkan oleh pemerintah dan yang ingin dilakukan oleh si penerima beasiswa.Â
Manakala esai mereka ingin berkontribusi di dalam negeri, lalu saat selesai kuliah memilih bekerja di luar negeri, bukankah itu sebuah penipuan di balik karangan bunga esai?
Untuk itu, pemerintah jangan sekedar mendengar janji manis penerima beasiswa, tapi ikat mereka dengan perjanjian tertulis dan mesti dibuktikan.Â
Fasilitas pendukung juga perlu dibangun untuk menjembatani kontribusi penerima beasiswa. Jangan sampai, isi esai ingin melakukan penelitian ini dan itu, lantas laboratorium tidak ada, dana riset tidak tersedia, gagasan riset tidak diterima.Â
Hambatan-hambatan seperti menjadi tolak ukur sejauh mana sebuah kontribusi terdengar mustahil atau mungkin untuk diterapkan. Kesimpulannya, baik pemerintah ataupun penerima beasiswa harus seiya dan sekata serta terikat dalam kerjasama.Â
Jangan saling menyalahkan, mengkambingputihkan, atau menuntut terlalu banyak. Sebelum berangkat ke luar negeri, luruskan niat terlebih dahulu dan tentukan kemana kontribusi akan berlabuh.Â
Janji yang diucapkan mesti ditepati. Kontribusi yang dituliskan sepatutnya dipertanggungjawabkan dengan penuh kesadaran. Uang negara berasal dari kontribusi rakyat. Apa tidak malu sekolah dibiayai uang rakyat, lalu berkeliaran tanpa rasa bersalah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H