Tentu tidak fair kalau uang dari pajak rakyat dinikmati tanpa dikembalikan dalam wujud kontribusi nyata. Pun demikian, jikapun alumni lpdp kembali untuk bekerja di Indonesia, kontribusi seperti apa yang bisa mereka wujudkan?
Intinya, kontribusi wajib diberikan terlepas dimana penerima beasiswa berada. Terkhusus pada mereka yang dana beasiswa disponsori oleh negara Indonesia.Â
Jangan sampai ijazah dari luar negeri hanya sekedar bukti fisik saja. Sungguh itu tidak menepati janji suci ketika melamar beasiswa.Â
Ikat Erat Penerima Beasiswa
Saya tidak menyalahkan keputusan penerima beasiswa untuk menetap di luar negeri. Dari pengalaman kuliah di luar negeri, saya memahami alasan kenapa sebagian memilih untuk berkarir di luar negeri.
Kontrak antara sponsor beasiswa dan penerima seringkali tidak mengikat. Maknanya, sekalipun mereka diharap pulang ke dalam negeri, itu sekedar pilihan yang boleh saja tidak ditaati.
Selama tidak terikat dengan institusi tempat bekerja, maka sah-sah saja 'melarikan diri' ke luar negeri. Toh, makna kontribusi masih sulit diterawang.
Kecuali, pihak sponsor mensyaratkan kontribusi nyata. Dalam hal ini, penerima beasiswa harus diikat dengan perjanjian. Tidak hanya diharuskan pulang dengan konsep kontribusi yang abstrak dan tidak mengikat dalam sebuah kewajiban nyata.
Kenapa tidak, misalnya pemerintah mengikat penerima beasiswa dengan perjanjian yang jelas sedari awal saat menandatangani kontrak. Caranya adalah dengan memberi pilihan bentuk kontribusi yang memungkinkan.
Salah satu contoh yaitu opsi kontribusi sejalur dengan jurusan yang dipilih. Apakah itu berbentuk individu atau grup. Intinya, harus ada sesuatu yang wajib dibuktikan.Â
Jika memilih melakukan penelitian, maka fasilitasi mereka dengan laboratorium yang memadai. Lalu, arahkan pada sebuah penemuan baru yang bertujuan untuk menghasilkan teknologi mutakhir untuk bangsa.
Sebaliknya, jika memang penerima beasiswa boleh tidak pulang atau menetap di luar negeri, berikan opsi lain yang masih mungkin dilakukan dari luar Indonesia.Â