Seorang teman memilih bahasa Aceh sebagai bahasa pertama untuk berkomunikasi dengan anak. Alasannya agar kakek dan nenek lebih mudah berinteraksi dengan cucu. Saya setuju dengan pilihannya.Â
Di lain kesempatan, saya menjumpai seorang sahabat lainnya yang membiasakan anak berbicara dalam bahasa Inggris. Keduanya setiap hari berinteraksi dalam bahasa Inggris, sementara istrinya menggunakan bahasa Indonesia. Kerjasama yang bagus!
Di Aceh, generasi muda mulai abai dengan bahasa daerah. Mereka terbiasa dengan bahasa Indonesia sejak kecil. Fenomena ini didorong oleh penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi utama di lingkungan sekolah.
Penggunaan bahasa Aceh didominasi oleh golongan paruh baya dan orangtua, sementara anak-anak dan remaja cenderung memakai bahasa Indonesia ketika berinteraksi antar sesama.Â
Penggunaan bahasa Aceh di tingkat remaja semakin memudar. Faktor gengsi dan kurang percaya diri membuat generasi masa kini abai untuk menyeimbangkan antara bahasa nasional dan bahasa daerah.Â
Persepsi orangtua akan masa depan anak merubah paradigma penggunaan bahasa daerah dalam rumah. Bahasa Indonesia sering dikaitkan dengan kemampuan akademik yang lebih baik dalam lingkup sekolah.Â
Pun demikian, banyak pasangan muda juga kini terdorong mengenalkan bahasa Inggris pada anak. Sehingga, alternatif mengenalkan bahasa asing lebih dini secara tidak langsung melengserkan bahasa daerah di urutan terakhir.
Kenapa Bahasa Daerah kurang Diminati?
Dalam konteks kekinian, menguasai bahasa daerah dianggap tidak lebih baik dibandingkan menguasai bahasa Indonesia dan Inggris. Pola pikir seperti ini terbentuk dari sudut pandang akademik dan finansial.Â
Kita sering melihat anak-anak yang menguasai bahasa Indonesia lebih mudah mendalami pelajaran. Tentu saja ini benar jika dikaitkan dengan pengembangan diri anak dalam ranah akademik.
Sama halnya dengan sudut pandang penguasaan bahasa Inggris yang dianggap menguntungkan sisi finansial. Segelas kopi dengan menu "black coffee" terjual lebih mahal dibanding menu "kopi hitam".Â
Walaupun keduanya sama-sama kopi, nilai jual menu bahasa Inggris jauh lebih tinggi. Coba sesekali perhatikan menu di kafe dan warung makan, adakah sebagiannya tertulis dalam bahasa daerah?
Masyarakat perlahan membangun sudut pandang berbeda akan kecenderungan berbahasa dalam rumah. Bahasa nasional menempati urutan teratas untuk dikuasai ketimbang bahasa daerah.
Hanya orangtua dengan kesadaran menjaga budaya dan tradisi yang masih berkeinginan untuk mempertahankan bahasa daerah.Â