Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ambiguitas Asesmen dalam Kurikulum Merdeka, Siapkah Guru Menyesuaikan Penilaian?

29 Oktober 2024   20:38 Diperbarui: 30 Oktober 2024   12:54 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siswa antusias belajar|freepik.com

Era pergantian menteri sering dikaitkan dengan pergantian kurikulum. Guru di sekolah mau tak mau atau rela tak rela harus siap mengikuti kebijakan baru pemerintah.

Setiap pergantian kurikulum di Indonesia menyisakan pertanyaan mendasar. Arah perubahan kurikulum hanya menyasar aspek umum, sementara dinamika masalah di lapangan yang dihadapi guru dalam kelas jarang dipertimbangkan.

Kehadiran Kurikulum Merdeka pada awalnya membawa angin segar bagi guru. Guru lebih bebas mengotak-atik bahan yang ingin diajarkan pada siswa dan lebih leluasa dalam hal penggabungan materi.

Namun, di balik semua kemudahan yang dibingkai dalam kata 'Merdeka', tidak sedikit guru di sekolah merasa tersiksa. Mereka kehilangan keseimbangan untuk menimbang materi apa yang kiranya sesuai dan menilai aspek perkembangan siswa.

Jangan samakan Indonesia dengan negara maju. Kesiapan guru mesti dijadikan tolak ukur keberhasilan sebuah kurikulum. Mengharuskan guru berpindah dari satu kurikulum ke kurikulum lain memberi dampak buruk terhadap kualitas pembelajaran.

Berapa persen guru di Indonesia yang benar-benar siap beralih ke kurikulum baru?

Pertanyaan ini sering diabaikan pemerintah. Padahal, permasalahan di lapangan cukup kompleks. Jangan bicara kesiapan guru dulu, kualitas guru saja masih belum merata antara kota dan desa.

Transisi kurikulum lama ke baru kiranya tidak dilakukan serta merta. Perbaiki terlebih dahulu kualitas guru dan analisa permasalahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran dalam kelas. 

Banyak sekolah yang tentunya masih kekurangan guru untuk mata pelajaran tertentu. Akibatnya, satu guru bisa mengajar beberapa pelajaran sekaligus. 

Yang lebih menyedihkan lagi, mata pelajaran (Mapel) diasuh oleh guru yang bertolak-belakang dengan bidang keahliannya. Misalnya, guru agama mengajar bahasa Inggris. 

Bayangkan bagaimana kualitas output pembelajaran jika guru 'dibiarkan' mengajar pelajaran yang tidak sepenuhnya dikuasai. Mereka kadangkala tidak punya pilihan karena ditunjuk untuk mengisi kekosongan guru di sekolah.

Jika guru-guru tidak terlebih dahulu disamakan persepsi, bagaimana mungkin mereka siap untuk menerapkan apa yang tidak dimengerti?

Asesmen Kurikulum Merdeka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun