Permasalahan utama ada pada peralihan lahan sawah menjadi lahan non pertanian. Penyusutan ini terjadi setiap tahunnya rata-rata sekitar 50-70 ribu Ha. Jumlah yang patut dianalisa dan dipikirkan bersama.Â
Ditambah lagi jumlah petani muda semakin menurun dan petani berumur segera memasuki usia pensiun. Jika ini tidak dipikirkan dengan serius dan dicarikan jalan keluar, ketahanan pangan hanya omong kosong belaka.Â
Sampai hari ini Indonesia masih impor beras. Apakah pemerintah tidak mampu mengelola lahan pertanian yang besar dan potensial?
Setiap tahunnya petani di Indonesia dihadapkan pada masalah yang sama, yakni kekurangan pupuk dan penurunan harga jual. Dua hal ini bahkan seperti dibiarkan tanpa program bermutu.
Bagaimana mungkin Indonesia keluar dari cangkangnya untuk merangkak menuju negara maju. Mengurus lahan pertanian saja masih amburadul dan maunya siap saji.Â
Lahan food estate sampai detik ini belum memberi kabar bahagia. Lucunya lagi, kebijakan yang sudah dijalankan malah menimbulkan efek buruk pada lingkungan. Hal ini menunjukkan ketidakbecusan pemerintah untuk berbenah diri.
Tata kelola lahan pertanian semestinya serius dijalankan. Saya sangat yakin keuntungan dari hasil pertanian dapat menenggelamkan profit dari pajak rokok. Dengan syarat dikelola serius oleh orang yang benar melalui kebijakan yang tepat.
Sayangnya, kita sama sekali belum melihat itikad baik pemerintah untuk mengelola pertanian sebagai aset terbesar negara. Bandingkan dengan Thailand dan Vietnam yang kini menyandang predikat negara mandiri pangan.Â
Pemerintah Thailand dan Vietnam paham cara mengelola negara. Kebijakan yang ditelurkan mempermudah tata kelola pertaniaan dan segala unsur yang terkait dengan kebutuhan dasar petani.Â
Makanya, bibit mudah didapat, alat pertanian disubsidi pemerintah, harga jual terjamin. Wajar saja jumlah petani meningkat karena kesejahteraan terjamin dengan kebijakan yang memihak pada petani.Â