Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Tips dan Modal Dasar Membangun Sebuah Bisnis

24 Agustus 2024   10:59 Diperbarui: 24 Agustus 2024   12:12 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini saya harus menuju ruang kelas untuk mengajar kelas TOEFL bagi mahasiswa semester akhir. Bahan ajar yang sudah dipersiapkan mesti digandakan.

Tidak ada pilihan lain kecuali mencari toko fotokopi terdekat. Saya sesegera mungkin memetakan jalur tercepat dan akhirnya tiba di sebuah toko fotokopi. Ah, lega rasanya!

"bisa foto kopi"? tanya saya kepada anak muda di dalam toko.

"bisa bang" jawabnya cepat. 

"berapa per lembarnya"? lanjut saya memperjelas.

"tiga lembar Rp.1000, bang" terlihat jika anak muda ini menguasai apa yang ia kerjakan.

Saya pun bertanya lagi, "kalau timbal balik berapa"?

"oh, timbal balik Rp.500".

Ok. saya mulai berhitung dengan menggunakan akal sehat. Kalau dua lembar Rp.600, sementara timbal balik Rp.500. Bagusnya timbal balik aja hemat kertas dan lebih murah walau Rp.100. 

Segera saya pastikan untuk memilih timbal balik. "timbal balik aja, dek" perintah saya ke pemuda pemilik foto kopi. Modul ajar kemudian saya serahkan untuk dikopikan segera. 

Sekilas, ia memastikan bahan ajar yang saya berikan dan mulai memasukkan ke mesin fotokopi. Lumayan cepat geraknya dan sigap untuk memastikan lembaran terkopi dengan jelas. 

Sambil menunggu kopian modul, saya membuka fitur kalkulator di smartphone dan mulai memencet angka. Saya memberinya satu modul berjumlah empat lembar. Timbal balik jadinya dua lembar.

Sebagaimana informasi awal, per lembar adalah Rp.500. Jadi, hitungan sederhananya Rp.1000 per dua lembar. Nah, saya minta dikopikan 15 rangkap. 1000 x 15 =Rp.15.000.

Lalu, saya menyerahkan satu modul ajar lagi kepadanya. Kali ini jumlahnya enam lembar untuk dijadikan tiga lembar timbal balik untuk tiga rangkap. Beberapa saat kertas masuk ke mesin, terjadilah sesuatu yang tidak diinginkan.

Pemuda ini mulai terlihat membetulkan mesin yang tidak sedang baik-baik saj. Beberapa kertas tersendat di dalam mesin fotokopi, sehingga beberapa kali ia terlihat membuka mesin untuk menarik kertas di dalam.

Saya memperhatikan apa yang sedang terjadi dan mengkalkulasi waktu yang dibutuhkan. Jam mendekati angka 8:00. Artinya, saya segera harus tancap gas ke ruang kelas. 

Beberapa kali pemuda ini membentulkan posisi kertas, sayangnya mesin masih tetap berulah. Kalau saya harus menunggu, kemungkinan besar akan telat ke ruang kelas. 

Akhirnya, seseorang datang menghampiri untuk membantu membetulkan mesin. Hasilnya sama saja, lima menit berlalu kertas masih merengek di dalam mesin.

"cukup itu aja, dek. Saya harus mengajar segera. coba buatkan kwitansi ya" ucap saya cepat.

"baik, bang" jawabnya 

Sebenarnya saya sudah dari awal menghitungnya. Rp. 19.500 untuk 39 lembar modul ajar yang sudah saya serahkan. Namun, angka yang tertera di kwitansi adalah Rp.28.000.

Ada selisih Rp.8.500 di antara dua hitungan. Secara kalkulasi, saya jelas pihak yang dirugikan. Pertama, saya menunggu lama karena mesin tersendat. Kedua, saya membayar lebih dari taksiran harga awal yang diberikan (Rp.500/lembar timbal balik).

Akhirnya, saya memutuskan untuk tidak menanyakan karena mahasiswa boleh jadi sedang menunggu di depan ruang. Sudahlah, saya rugi kali ini tapi ini bisa jadi ide tulisan. hehe.

Nah, pada awalnya yang menulis harga adalah orang kedua yang datang belakangan. Dia sudah menuliskan Rp.25.000 untuk total semua modul ajar yang saya pinta.

Setelah mesin berulah berulang kali dan saya meminta untuk memberikan modul yang sudah terkopi, barulah pemuda yang sedari awal mengkopi modul menuliskan kwitansi baru.

Anehnya, harganya malah bertambah dari jumlah awal. Rp.25.000 menjadi Rp.28.000. Keduanya memang sempat saling bertanya sebelum menuliskan angka terakhir. 

Apakah patokan harga berbeda antar keduanya, sehingga kalkulasi akhir jadi tidak sama? ah, saya sulit menebaknya. Atau boleh jadi, beberapa kertas yang terjebak dalam mesin juga diperhitungkan.

Artinya, saya membayar lebih untuk kertas kopian yang rusak. Dengan kata lain, mereka tidak berlaku jujur atau membebankan kertas itu ke pelanggan tanpa memberikan penjelasan.

Niat awal untuk menyertakan beberapa kertas modul ajar tambahan sirna seketika. Saya malah ingin cepat-cepat keluar dan mencari tempat fotokopi terdekat lainnya.

Saya menangkap sinyal tidak baik dalam hal perhitungan harga. Pun demikian, tidak tertera harga estimasi untuk jasa kopian per lembar yang bisa dilihat pelanggan dengan mudah.

Dari cara mereka menjalankan bisnis fotokopi, jelas terlihat kurangnya Standard Operating Procedures (SOP). Ketika mesin berhenti, si pemuda ini tidak menjelaskan apapun ke saya dan condong diam sambil membetulkan mesin yang berulang kali melakukan kesalahan yang sama. 

Jika saya di posisinya, mungkin saya akan memberitahukan apa yang terjadi dan meminta maaf secepat mungkin. Lalu, menawarkan opsi menunggu dengan waktu misalnya di bawah lima menit atau membayar hasil kopian yang sudah dicetak. 

 

Membangun Bisnis dengan Kualitas

Dari pengamatan pribadi, saya seringkali melihat pelaku bisnis yang tidak membangun SOP sejak awal. Hal ini mudah terlihat dari cara mengantisipasi masalah saat terjadi. 

SOP atau lumrah dikenal standar kerja penting untuk dibuat oleh pelaku bisnis. Misalnya, dalam konteks pelaku usaha kuliner meliputi standar pelayanan, resep makanan yang terukur, serta solusi dari kemungkinan setiap masalah yang muncuk kedepan.

Kenapa SOP penting?

Jawaban singkatnya karena bisnis yang bertahan lama dibangun dengan standar kualitas yang terukur. Maknanya, setiap pekerjaan mesti jelas standarnya untuk mudah dievaluasi dan dilakukan perbaikan setiap saat.

Sayangnya, banyak pelaku bisnis yang menyepelekan SOP atau bahkan sama sekali tidak menerapkannya. Perlahan bisnis berjalan buruk karena standar pelayanan tidak sama dan antisipasi masalah tidak terencana.

Pada kasus usaha fotokopi yang saya ceritakan di atas, SOP sama sekali nihil. Jika ini  terjadi berulangkali pada pelanggan berbeda, maka konsekuensinya mereka akan kehilangan trust atau kepercayaan. 

Kepercayaan pelanggan dibangun dengan standar kerja yang baik dan terukur. Kalau SOP tidak berjalan, calon pelanggan malah lari ke tempat lain yang lebih baik tentunya. 

Membangun bisnis dengan kualitas sama artinya membuat visi jangka panjang. Bukan sekedar fokus pada profit, tapi selalu memperbaiki kinerja dan kualitas pelayanan. Pelanggan puas, profit juga naik dengan sendirinya. 

Bisnis kuliner bisa meraup untung tinggi manakala pelayanannya cepat, rasa makanan terjaga dan harga yang dipatok layak. Namun, jika standar pelayanan tidak tertulis dan dijalankan seadanya, bukan mustahil rasa berubah dan pelanggan kecewa.

Begitulah yang sering terjadi. Awal buka begitu meriah dengan puluhan papan bunga, lalu tahun kedua mulai mengecewakan lidah pengunjung dan akhirnya kehilangan kepercayaan. Trust itu mahal harganya, kawan!

Intinya, membangun bisnis bukan perkara modal semata, buatlah visi yang jelas sejak awal. Tuliskan standar kerja dan jalankan sebaik mungkin. Jangan mempercayakan bisnis pada orang yang tidak disiplin ingin kualitas terjaga.

Banyak pelaku bisnis yang tergiur profit besar, lalu mempercayakan orang lain yang tidak kompeten. Apa jadinya? standar kerja berubah, pelayanan memburuk, dan pelanggan pergi.

Lantas, kemana hendak dicari orang yang jujur?

Kejujuran adalam modal membangun bisnis. Tidak mudah diperoleh hanya dengan menunjuk orang lain untuk menjalankan bisnis. Kejujuran seharusnya masuk kedalam SOP. Jika perlu, pegawai jujur gajinya naik. Itu namanya bisnis kelas kakap, bukan kaleng-kaleng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun