Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dunia Pendidikan Indonesia: Administrasi, Gengsi, dan Sertifikasi

3 Mei 2024   10:54 Diperbarui: 8 Mei 2024   11:15 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Mengejar sertifikasi. (Sumber: KOMPAS/SUPRIYANTO)

Biaya kuliah semakin tinggi, orang tua semakin sulit menyekolahkan anak. Dunia pendidikan di Indonesia mulai kehilangan kepercayaan publik. 

Administrasi, gengsi dan sertifikasi sedikit tidak menggambarkan dunia pendidikan Indonesia. Dosen-dosen disibukkan dengan administrasi tidak berujung, mahasiswa ingin terdaftar di kampus bergengsi, jurusan berlomba-lomba mendapat sertifikasi unggul.

Administrasi

Dosen di Indonesia masih terus berkutat dengan berbagai dokumen. Waktu dan tenaga terkuras untuk hal yang bersifat administratif, sementara perbaikan kualitas pengajaran masih belum maksimal.

Gaji dosen di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan negara tetangga. Sistem perekrutan dosen, jenjang karir, dan kesempatan pengembangan diri mempersempit ruang bergerak.

Dosen diharap untuk bisa mengajar, meneliti, dan membimbing mahasiswa sekaligus. Dengan gaji terbatas, sebagian 'terpaksa' mencari sumber pendapatan kedua untuk sekedar bertahan hidup.

42% guru terjerat pinjaman online (Pinjol) setidaknya memberi data dan fakta merisaukan. Sebagai tenaga pendidik, guru-guru Indonesia semestinya hidup berkecukupan tanpa terlilit hutang.

Guru dan dosen di Indonesia sama-sama terbebankan oleh sistem administrasi. Mereka diminta untuk mengajar dan mengumpulkan kertas-kertas berisi bukti aktivitas.

Kampus Bergengsi

Untuk meyakinkan calon mahasiswa, universitas berlomba-lomba untuk mendapatkan status akreditasi unggul. Jurusan dengan predikat A menarik minat banyak calon mahasiswa. 

Akreditasi di universitas juga bersifat administrasi. Dokumentasi, peran alumni, dan prestasi dosen wajib dipertaruhkan untuk mendapatkan predikat unggul.

Dosen-dosen yang produktif menulis dengan jenjang karir baik berada di barisan terdepan. Mereka adalah benteng pertahanan akreditasi untuk sebuah jurusan.  

Di setiap universitas, ada fakultas yang diminati karena nama yang melekat pada alumni dan lebel bergengsi. Biasanya, biaya kuliah di fakultas ini cukup fantastis. Meskipun demikian, peminatnya tetap saja ramai.

Kampus bergengsi identik dengan kontribusi alumni di dunia kerja. Nama baik mereka secara tidak langsung berdampak pada jumlah mahasiswa yang terdaftar di jurusan yang dituju.

Uniknya, tidak semua calon mahasiswa termotivasi karena kualitas jurusan, sebagian boleh jadi ingin mendapatkan prestise saja. Akhirnya, kualitas alumni menjadi taruhan dalam dunia kerja. 

Kampus bergengsi memang lebih diminati di Indonesia. Jurusan-jurusan unggul bak magnet yang menarik calon mahasiswa, sementara jurusan baru sepi peminat. 

Sertifikasi

dunia pendidikan Indonesia|https://voi.id
dunia pendidikan Indonesia|https://voi.id

Siapa yang tidak terpikat dengan sertifikasi. Guru dan dosen di Indonesia bertarung untuk bisa terserfikasi. Syarat dan mekanisme sertifikasi tidaklah mudah. 

Guru harus berjuang untuk mendapatkan sertifikat PPG dan rentetan dokumentasi yang bersifat administrasi. Jam mengajar dipertaruhkan, kualitas pengajaran tersampingkan. 

Sertifikasi bagi seorang guru bukan sekedar pengakuan, tapi jalan untuk menopang kebutuhan harian. Gaji guru di Indonesia kalah saing dengan kebutuhan dasar yang semakin meroket.

Menjadi guru di Indonesia tidak menjamin kehidupan yang layak. Berbeda dengan guru di negara tetangga yang  tidak terjerat hutang karena faktor ekonomi.

Sama halnya seperti universitas, sekolah-sekolah di Indonesia juga mempertahankan akreditasi. Guru-guru adalah garda terdepan yang harus berjuang untuk sebuah akreditasi unggul.

Lembaran-lembaran kertas wajib diisi untuk sebuah bukti administrasi. Guru-guru mesti menjaga kualitas demi predikat unggul yang kadangkala terlalu 'dipaksakan'.

Makanya, berbagai pelatihan dikejar demi sertifikat. Sertifikat membuka jalan sertifikasi. Akhirnya, sulit membedakan antara guru berkualitas dan guru bersertifikat.

Syarat administrasi kerapkala mudah untuk dimanipulasi dan disalahgunakan. Cukup hadir di seminar atau workshop dan cantumkan nama di sertifikat. 

Alhasil, Tujuan dari sebuah seminar lari dari kodratnya. Guru lebih tertarik mengejar sertifikat daripada ilmu yang didapat. Makanya, ada istilah certificate teacher, sebutan plesetan atas certified teacher. 

Ya, begitulah faktanya. Dosen-dosen pun harus mengejar akreditasi dengan publikasi yang diakui. Tak jarang, ada yang sekedar mencantumkan nama untuk sebuah syarat administrasi.

Sebagaimana hukum ekonomi, supply and demand. Muncullah jurnal abal-abal sampai joki penulisan karya ilmiah untuk jurnal bereputasi. 

Banyak yang mencari jalan pintas dan membenarkan cara tersebut. Alih-alih memberi contoh tauladan untuk mahasiswa, beban administratif seringkali membutakan akal sehat.

Lantas, dengan biaya kuliah yang semakin tinggi, apakah orang tua mampu menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi. Disisi lain, kampus-kampus di luar negeri banyak yang menawarkan beasiswa.

Mungkinkan kedepan anak negeri lebih memilih kuliah di luar negeri karena kualitas lebih terjamin?

Who knows!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun