Jumlah anggaran untuk mencetak kertas suara sungguh GILA. Itu barangkali uang rakyat untuk makan setahun. Bukankah itu pemborosan anggaran dalam kebodohan?
Padahal, dengan membuat kertas suara virtual, anggaran kertas suara, bilik suara, dan spanduk bisa dialihkan ke hal yang lebih bermanfaat.Â
Coba ya, bayangkan sejenak saja!Â
Kita sebagai calon pemilih tinggal buka aplikasi COBLOS, lalu lihat siapa yang mau dipilih, dan tentukan pilihan dalam waktu singkat. Tinggal mekanismenya saja dipastikan dan diperjelas dari awal.Â
Ilustrasinya begini!Â
Satu bulan sebelum pemilu, seluruh masyarakat yang sudah terverifikasi diberi akses melihat siapa saja calon yang berhak dipilih. Namun, fitur pencoblosan ditiadakan di aplikasi dan baru dibuka di hari H saat pemilu.Â
Jadi, calon pemilih tidak lagi buta dengan siapa yang akan dipilih karena waktu untuk melihat, menilai, dan memutuskan sangat cukup.Â
Bayangkan mekanisme coblos manual saat ini. Pemilih bahkan dibuat bingung untuk milih siapa dalam bilik yang sempit dengan kertas suara yang begitu besar.Â
Akhirnya, suara melayang pada calon-calon yang tidak pantas. Kenapa? karena banyak pemilih yang tidak mau buang-buang waktu melihat kandidat satu persatu dalam bilik suara yang sempit.Â
Berbeda ketika kandidat sudah terlebih dahulu terseleksi melalui aplikasi, nyoblos lebih cepat dan pilihan jauh lebih akurat.Â
Kertas suara manual yang besar bukan hanya makan tempat, tapi juga makan korban. Petugas KPPS harus mengangkat kotak suara, memindahkan, dan membuka berulang kali.Â