Orang tua tidak lagi merisaukan atau setidaknya dengan penuh kesadaran memperbaiki kesalahan pada penggunaan kata yang kurang etis.
Jika hal ini terus terjadi, maka language shift akan memperburuk pembendaharaan kata para remaja di masa depan. Bukan hanya itu, aspek media sosial juga secara tidak disadari mempengaruhi tatanan sosial kemasyarakatan.
Dalam ilmu Sosiolinguitik, terdapat 7 faktor yang memengaruhi cara seseorang berbicara. Konteks sosial adalah salah satunya, dimana pemilihan kata resmi dan tidak resmi sangat bergantung pada lingkar pertemanan.
Boleh jadi, para remaja yang rajin menggunakan kata 'anjing' atau 'anjir' menganggap diri diterima pada lingkar pertemanan tempat mereka berkumpul. Sementara, pada komunitas berbeda kedua kata ini dianggap menjijikkan.
Penutup
Perubahan pada pemilihan kata oleh remaja di Indonesia sudah pada kondisi yang mengkhawatirkan. Jika semakin banyak para remaja menggunakan kedua kata di atas, maka bukan mustahil kedepannya kata tersebut dianggap pantas pada ranah sosial.
Peran orang tua untuk mencontohkan bahasa yang layak perlu dikuatkan kembali. Kalau orang tua semakin tidak perduli dengan penggunaan kata-kata baru yang condong negatif, perubahan kosakata di tingkat remaja semakin sulit dibendung.
Oleh sebab itu, orang tua perlu memperhatikan tontonan anak ketika mereka berselancar di dunia maya. Dengan begitu, kata-kata yang tidak layak atau mengandung makna negatif lebih mudah difilter sebelum menyebar dalam komunitas pertemanan remaja.
Saya sudah sering sekali mendengar penggunaan dua kata di atas di tempat berbeda. Yang lebih menyedihkan lagi, anak remaja yang sering menggunakan kata-kata ini seakan tidak merasa malu dan lantang mengucapkan di tempat para orang tua.
Hal ini menunjukkan betapa bergeserkan nilai sosial yang dianut oleh masyarakat saat ini. Mungkin hal ini mustahil terjadi pada era 80-90 an dimana masyarakat masih sangat peduli pada aspek sopan santun ketika berbicara di ranah publik.