Semua kata-kata ini memiliki makna jika dicermati lebih dalam. Kita bisa melihat mana capres yang lebih mengedepankan rakyat dan memahami visi yang ingin dicapai.Â
Pemilihan kata tidak bisa menipu. Kata-kata yang keluar dari mulut mewaliki kepribadian seseorang. Jika tidak percaya, lihatlah rekam jejak kepemimpinan dari ketiga capres ini dan kaitkan dengan kata-kata yang sering diucapkan.
Secara pribadi, saya menilai Prabowo tidak menjawa pertanyaan dengan baik. Baik pertanyaan dari Ganjar ataupun Anies sering berakhir pada jawaban umum yang keluar dari esensi pertanyaan.
Bahkan, pertanyaan yang menjurus pada angka statistik tidak perah diugkapkan. Prabowo berkilah jika waktu tidak cukup jika harus dipaparkan dalam waktu singkat. Itu benar, tapi tidak tepat.Â
Jika memang bapak Prabowo menguasai angka sebagai fakta, ia sudah menyampaikannya secara gamblang. Tapi kedua capres lain mendorongnya untuk memaparkan langsung, namun ditolak dengan alasan waktu.
Prabowo jelas terlihat emosi saat beberapa kali menjawab pertanyaan dari Anies. Terlebih ketika dicecar dengan pertanyaan yang mengarah pada kepemimpinannya sebagai Menteri Pertahanan selama empat tahun.
Anies berpendapat jika Prabowo tidak sewajarnya memakai kata "rencana" karena ia sudah memimpin. Seharusnya Prabowo bisa memaparkan kinerja selama empat tahun sebelumya, tapi sama sekali tidak dipaparkan.Â
Ganjar memang pantas menjadi penengah. Sayangnya, ia juga mulai menyerang Prabowo dengan meminta angka statistik dan memberi kesempatan pada Prabowo untuk membantah data yang diungkapnya.Â
Kata-kata yang gunakan Ganjar mengarah pada penyempurnaan. Ganjar lebih setuju menghindari konflik atau meredamnya. Mungkin itu pilihan baik, namun tidak berarti tepat.
Ketika dihadapkan pada isu laut Cina selatan, ketiga capres memiliki visi berbeda. Anies ingin memimpin Asean agar kiprah internasional diakui dunia, Prabowo bersikukuh pada pengadaan alutsista untuk kekuatan pertahanan.