Ya, tugas seorang guru bukanlah sekedar memindahkan isi buku ke otak siswa. Lebih dari itu, guru harus mampu menghidupkan daya kreatifitas siswa dengan pola ajar yang menyenangkan.
Kalau saja guru masih harus berpikir keras untuk mencukupi jam tatap muka di sekolah, bagaimana mereka bisa berpikir kreatif mengembangkan materi ajar?
Idealnya, seorang guru tidak dipaksa menyibukkan diri dengan tumpukan kertas melainkan diarahkan untuk memikirkan kualitas output anak didik yang diasuhnya.
Memangkas beban kerja guru dalam hal administrasi dapat membantu guru fokus pada perbaikan kualitas mengajar dan mengembangkan aspek krusial seperti pengembangan bahan ajar dan penggunaan teknologi dalam kelas sebagai media mengajar.
Semua ini sulit diterapkan jika sekolah masih menjalankan asas saling bantu yang mengharuskan guru nyambi pada hal yang bukan keahliannya.
Bagi saya pribadi, sebuah sekolah sebaiknya memiliki minimal satu ahli di bidang HRD, Akuntan, Teknologi Pendidikan, Manajemen Pendidikan.
Guru hanya diwajibkan mengajar dan memikirkan kualitas bahan ajar dan output mengajar. Sedangkan pengembangan karir, keuangan sekolah, perawatan gedung, pemanfaatan teknologi, dan penjadwalan jam mengajar semua dibebankan pada tenaga ahli yang sudah jelas tugas pokoknya.Â
Mekanisme seperti ini akan jauh lebih terarah, terfokus dan terintegrasi dengan efektif. Efisiensi waktu terjaga dan kualitas pendidikan mudah diukur. Siswa tidak lagi kehilagan jam belajar disebabkan rapat mendadak atau seminar yang tidak dibutuhkan guru.Â
Yang paling penting lagi, Mindset atau pola pikir guru tidak lagi bertitik pada pemenuhan Jam Tatap Muka (TPM), tapi lebih pada bagaimana menghasilkan kualitas pengajaran berbobot.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H