Tentu saja menjawab pertanyaan ini tidak sesederhana yang dipikirkan. Orang awam bisa saja menyalahkan guru, sedangkan banyak ujian soalnya berasal dari beberapa institusi pendidikan. Sebagai contoh, soal Ujian Nasional (UN) berasal dari pusat.Â
Apakah soal UN sudah benar-benar valid dan mengukur kemampuan siswa secara objektif? Saya meragukannya!
Sekolah sebagai institusi pendidikan punya peran besar untuk membentuk proses bernalar yang benar pada siswa. Proses belajar mengajar setiap harinya tidak seharusnya mengarahkan siswa pada hafalan.
Guru-guru mata pelajaran memiliki tanggung jawab kolektif ketika menyusul soal ujian, baik itu yang berbentuk ulangan atau ujian berkala.
Bagi saya, soal pilihan ganda memiliki kelebihan pada aspek efisiensi waktu. Guru dapat lebih mudah mengecek, menganalisa, dan mengukur kemampuan untuk mendapat gambaran umum kemampuan siswa dalam skala besar.
Namun dari itu, kemampuan guru untuk mendesain soal, terlebih pilihan ganda yang tepat sesuai materi yang diujiankan sangat menentukan kualitas soal.Â
Intinya, soal pilihan ganda yang didesain dengan benar dan tepat masih memberi ruang pada siswa untuk bernalar. Dalam konteks berpikir, siswa mampu mengaitkan materi dengan jawaban yang tepat ketika dihadapkan pada jenis soal yang relevan dengan pilihan jawaban.
Bagaimana dengan tipe soal esai?
Membuat soal esai jauh lebih sulit dari pilihan ganda. Bahkan, jika tidak benar-benar memahami target ujian, karakter soal esai boleh jadi memberatkan siswa ketika bernalar.Â
Sejatinya soal esai lebih mengandalkan nalar. Itu benar! akan tetapi, proses belajar yang masih menitikberatkan pada hafalan juga melemahkan daya nalar siswa.Â
Antara proses belajar dan target ujian semestinya saling terkait dan terhubung. Makanya, jauh sebelum proses belajar terjadi, para guru harus lebih dulu berpikir kritis untuk menfasilitasi siswa untuk untuk terbiasa melatih proses bernalar.