Jika soal pilihan ganda dihilangkan dan digantikan dengan tipe ujian esai, apakah mutu pendidikan akan lebih baik?
Soal berbentuk pilihan ganda memiliki sisi kelemahan tersendiri yang condong membuat siswa hanya bertumpu pada hafalan dan tebakan. Secara efisiensi waktu, memilih jawaban pada pilihan ganda tidak banyak mengandalkan proses bernalar.
Tipe soal esai memang terlihat lebih mengedepankan proses berpikir kritis. Sederhananya, pertanyaan berbentuk esai mengharuskan seseorang untuk berpikir dan mengolah informasi yang sudah dipelajari.Â
Meskipun demikian, dari kedua tipe ujian ini, manakah yang sebenarnya lebih baik?
Berbicara tentang penilaian (assessment) tidaklah semudah beropini untuk mengklaim mana yang benar atau salah. Pada aspek penilaian, banyak hal perlu dipertimbangkan agar tujuan dari soal yang dibuat benar-benar mengukur kemampuan siswa.Â
Saya pribadi seringkali mendapatkan soal bahasa Inggris pilihan ganda yang dibuat sembarangan, sehingga tujuan penilaian keluar dari rel. Maknanya, seorang guru belum tentu mampu mendesain soal yang terukur secara konteks dan tujuan soal.Â
Misalnya, untuk mengetes kemampuan berbahasa, ada banyak aspek yang perlu diukur. Dalam konteks soal tata bahasa (grammar), banyak sekali kesalahan pembuatan soal pada pilihan jawaban yang diberikan.Â
Hal ini secara tidak disadari membuat validitas soal berkurang dan sangat merugikan siswa. Alhasil, siswa yang mungkin saja salah memilih akan mudah diklaim tidak memahami materi.Â
Padahal, jenis pilihan ganda yang keluar dari konteks soal dapat membingungkan siswa ketika mengerjakan soal. Sebagai contoh, jika tujuan ujian untuk mengetes materi To be dan pada pilihan ganda terdapat jawaban yang mengarah pada tenses, boleh jadi siswa 'dipaksa' untuk memahami hal yang belum mereka kuasai.
Lantas, apakah mereka yang membuat soal sudah benar-benar memahami cara membuat soal yang benar? Pada kebanyakan kasus, saya sering mendapatkan jenis pilihan ganda yang tidak sesuai dengan materi yang diujiankan.
Lalu, siapa yang harus disalahkan? Guru atau siswa?
Tentu saja menjawab pertanyaan ini tidak sesederhana yang dipikirkan. Orang awam bisa saja menyalahkan guru, sedangkan banyak ujian soalnya berasal dari beberapa institusi pendidikan. Sebagai contoh, soal Ujian Nasional (UN) berasal dari pusat.Â
Apakah soal UN sudah benar-benar valid dan mengukur kemampuan siswa secara objektif? Saya meragukannya!
Sekolah sebagai institusi pendidikan punya peran besar untuk membentuk proses bernalar yang benar pada siswa. Proses belajar mengajar setiap harinya tidak seharusnya mengarahkan siswa pada hafalan.
Guru-guru mata pelajaran memiliki tanggung jawab kolektif ketika menyusul soal ujian, baik itu yang berbentuk ulangan atau ujian berkala.
Bagi saya, soal pilihan ganda memiliki kelebihan pada aspek efisiensi waktu. Guru dapat lebih mudah mengecek, menganalisa, dan mengukur kemampuan untuk mendapat gambaran umum kemampuan siswa dalam skala besar.
Namun dari itu, kemampuan guru untuk mendesain soal, terlebih pilihan ganda yang tepat sesuai materi yang diujiankan sangat menentukan kualitas soal.Â
Intinya, soal pilihan ganda yang didesain dengan benar dan tepat masih memberi ruang pada siswa untuk bernalar. Dalam konteks berpikir, siswa mampu mengaitkan materi dengan jawaban yang tepat ketika dihadapkan pada jenis soal yang relevan dengan pilihan jawaban.
Bagaimana dengan tipe soal esai?
Membuat soal esai jauh lebih sulit dari pilihan ganda. Bahkan, jika tidak benar-benar memahami target ujian, karakter soal esai boleh jadi memberatkan siswa ketika bernalar.Â
Sejatinya soal esai lebih mengandalkan nalar. Itu benar! akan tetapi, proses belajar yang masih menitikberatkan pada hafalan juga melemahkan daya nalar siswa.Â
Antara proses belajar dan target ujian semestinya saling terkait dan terhubung. Makanya, jauh sebelum proses belajar terjadi, para guru harus lebih dulu berpikir kritis untuk menfasilitasi siswa untuk untuk terbiasa melatih proses bernalar.
Kenapa ini penting dilakukan?Â
Tujuan siswa ke sekolah adalah untuk belajar hal baru yang belum mereka pahami. Jika bahan atau materi ajar bisa disimpelkan dengan analogi sederhana pada materi pembelajaran, maka siswa akan mudah untuk diajak bernalar.
Pada saat siswa terbiasa untuk mengaitkan konteks bahan ajar dengan sesuatu yang relevan, ujian esai boleh jadi lebih mengasah daya pikir ketimbang soal pilihan ganda.
Ini tidak lantas bermakna ujian esai lebih baik dari pilihan ganda. Kesiapan dan kemampuan guru membuat soal yang sesuai materi ajar dan proses berpikir juga penting untuk dipikirkan.
Jadi, guru dan siswa harus sama-sama siap. Jangan sampai siswa menjadi korban uji coba kurikulum dan guru menganggap siswa gagal. Padahal, banyak juga guru yang gagal merangkai soal sehingga siswa harus menerima pil pahit lewat ujian yang tidak didesain untuk mengasah cara bernalar yang baik.
Menilai bukan semata-mata mengklaim kelemahan dan menyanjung kelebihan. Penilaian yang baik seharusnya menghargai proses berpikir dari keberagaman karakter dan kemampuan siswa di dalam kelas. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H