Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wisuda, Antara Tradisi atau Adu Penalti dalam Institusi Pendidikan?

20 Juni 2023   13:00 Diperbarui: 20 Juni 2023   13:26 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaun wisuda yang hari ini dipakai oleh banyak lulusan telah mengalami perjalanan panjang. Tahun 859 di sebuah universitas bernama Al-Qawaryyan university yang terletak di Maroko, seorang perempuan muslim, Fatima El-Fihriya pertama kali menyematkan istilah thawb yang kini dikenal dengan sebutan gaun wisuda.

Universitas Al-Qawaryyan adalah salah satu universitas tertua di dunia dan pustaka tertua di Afrika. Pada awalnya, universitas ini hanya fokus pada pengajaran islam, namun kemudian mencakup matematik, astronomi, kesehatan, filsafat dan bahasa. 

Dasar ilmu sains sejatinya lahir dari kampus ini, walaupun dalam perjalanannya nama-nama penemu identik dengan ilmuan barat. Adapun universitas seperti Oxford baru lahir kemudian menjelang abad ke 11.

Sejarah mencatat universitas Cambridge hadir pada abad ke 12 setelah terjadinya perselisihan antara mahasiswa Oxford dan penduduk kota Oxford. Lantas, mereka yang meninggalkan Oxford membangun Cambridge pada tahun 1209. 

Universitas Harvard baru muncul ke permukaan pada abad ke 16, tepatnya di 1636. Berbeda dengan universitas Al-Azhar yang memang sudah berdiri jauh sebelumnya di tahun 970.

Jika merujuk pada sejarah, prosesi wisuda hari ini telah berlangsung sejak 859. Fatima El-Fihriya adalah sosok perempuan yang mempelopori pemakaian gaun wisuda sehingga alumni barat yang dulunya menuntut ilmu di kampus islam membawa pulang tradisi itu ke negaranya. 

Lantas, Apakah Wisuda hari ini hanya sebatas tradisi semata?

Prosesi wisuda dahulu memiliki makna sakral dimana mereka yang diwisuda telah melewati tahapan kesiapan dari keilmuan, kepribadian, dan kemampuan untuk mejaga amanat akan ilmu yang diterimanya. 

Jadi, wisuda pada hakikatnya bukan sebatas proses selebrasi mengakhiri masa kuliah, namun memiliki pemaknaan mendalam dalam hal tanggung jawab akan keilmuan yang diwariskan dari para guru.

Melihat proses wisuda hari ini, sejauh mana pergeseran makna itu telah keluar dari rel yang seharusnya? jika harus jujur, maka tradisi wisuda hari ini boleh jadi tidak lebih dari ajang "adu penalti".

Beberapa tahun yang lalu, ajang selebrasi wisuda bahkan sudah mulai masuk ke ranah anak-anak. Sekolah seakan berlomba untuk menghadirkan acara wisuda dengan rangkaian penampilan.

Tingkat kanak-kanak, Sekolah Dasar, sampai Sekolah Menengah Atas tidak ketinggalan mengagendakan prosesi wisuda di setiap akhir masa sekolah sebagai media pelepasan siswa yang hendak melanjutkan pendidikan ke tahap selanjutnya.

Kesakralan wisuda sudah tidak lagi dirasa. Kalau dulu hanya mahasiswa yang boleh memakai gaun wisuda, kini sekolah dasar pun sudah melakukannya. Kebanggaan boleh jadi lebih cepat datang sebagaimana koneksi internet di era digital.

Ya, tidak dapat kita pungkiri bahwa hari ini wisuda tidak lebih hanya sebagai selebrasi untuk mengenang masa sekolah. Lantas, bagaimana kualitas pendidikan kita hari ini? apa yang lebih kita banggakan, foto kenangan dalam album berbaju toga atau kualitas ilmu yang menetap di otak?

Saya rasa, semua kita bisa menjawabnya dengan jujur tanpa harus membuka kamus atau buku apapun. Nilai kebanggaan pun telah bergeser, dari yang dulunya menetap pada ilmu, kini lengket pada baju. 

Dengan ragam acara yang diusulkan sekolah, baik itu wisuda atau perpisahan, sejauh mana nilai keilmuan menetap pada individu? dengan kata lain, apakah siswa hari ini mengemban amanat akan keilmuan yang ia bawa setelah masa sekolah?

Lagi-lagi, proses transfer ilmu di sekolah sejatinya memberi kesan mendalam bagi siswa untuk memahami kemana mereka seharusnya membawa ilmu yang sudah mereka peroleh.

Sebagaimana tradisi wisuda yang dulunya dilaksanakan untuk membentuk kader pelopor keilmuan yang layak, maka selebrasi wisuda hari ini meninggalkan kesan boleh jadi cukup berbeda. 

Wajar saja, prosesi wisuda dewasa ini secara tidak langsung menjadi ajang pertunjukan di atas panggung. Orang tua menjadi penonton yang dengan bangga mengambil foto anak-anaknya dalam kemegahan balutan seragam di gedung-gedung yang tidak kalah megah.

Bahkan, para orang tua yang secara finansial tidak seberuntung mereka yang bergaji cukup, harus rela berusaha untuk menyewa baju demi kebanggaan sesaat.

Akhirnya, peran sekolah sebagai wadah lahirnya generasi berilmu juga mulai pudar. Jurang-jurang kecil tercipta untuk mereka yang tidak mampu menyanggupi acara karena keterbatasan uang.

Bukankah sekolah sewajarnya membangun jembatan penghubung untuk setiap siswa?

Kita menyadari bahwa latar belakang orang tua di setiap sekolah jelas berbeda. Makanya, biodata siswa yang diminta sekolah di awal masa pendaftaran sebaiknya tidak hanya menjadi data administrasi semata.

Sekolah harus mampu membangun visi dan misi yang bergerak pada rel pendidikan. Konteks ilmu dan proses transfer ilmu selayaknya dikedepankan dan diperhitungkan dengan matang.

Ini bermakna, sekolah dan guru-guru yang terdapat didalamnya perlu memikirkan kualitas keilmuan setiap siswa dan siswi serta sejauh mana kesiapan moral siswa untuk membawa serta ilmu yang diberikan pada mereka. 

Dengan kata lain, jangan sampai fokus pendidikan lari dari konsep sebenarnya. Kesan dari sebuah institusi pendidikan tidak seharusnya dipahami dari secarik foto dengan seragam.

Sebaliknya, siswa dan siswi akan lebih bermakna jika diarahkan untuk memahami hakikat ilmu dan peran mereka sebagai individu yang berkualitas dengan bidang keilmuan yang dikuasai setelah menyelesaikan proses pendidikan.

Ringkasnya, kebanggaan yang harus ditanamkan dalam benak siswa jangan sampai terpusat pada prosesi belaka. Lebih dari itu, beri pesan pada siswa bahwa betapa malunya mereka jika menamatkan sekolah dengan keilmuan yang tidak mampu dipertanggungjawabkan. 

Kembali pada judul tulisan, Wisuda, Antara Tradisi atau Adu Penalti?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun