Sales A: Beli produk yang ini saja, pak. Prosesornya kuat, RAM nya tinggi, baterainya tahan lama, keluaran terbaru lagi.Â
Sales B: Mari saya tunjukin dulu, pak. Kalau laptop A keunggulannya bisa dipakai tahan lama dan sangat cocok untuk pekerjaan desain grafis, sedangkan laptop B kurang cocok untuk dipakai bekerja lama dan tidak terlalu cepat untuk pekerjaan berat.
Kedua sales memakai strategi berbeda saat menjelaskan sebuah produk. Sales A fokus pada fitur sebuah produk, tetapi sales B menyajikan manfaat dari sebuah produk.
Secara psikologi, calon pembeli akan condong mudah mengeluarkan uang ketika mendapat penjelasan tentang produk dari sisi manfaat ketimbang deskripsi fitur sebuah produk. Istilah kerennya emotional purchasing.Â
Oleh karenanya, saat menentukan harga produk, coba terlebih dahulu pahami manfaat apa yang ditawarkan dari produk yang ingin dijual.
Singkatnya, jangan menerka harga sebuah produk sesuai harga pasar dan ongkos produksi. Produk yang memiliki nilai manfaat lebih sangat wajar dihargai dengan angka lebih tinggi dari produk yang sama di pasaran.
Perhatikan bagaimana Apple menentukan harga HP dan laptop mereka. Sekilas memang harga laptop merek Apple jauh di atas harga rata-rata laptop merek lain.
Meskipun demikian, sisi manfaat yang ditawarkan dari kualitas produk mereka juga sangat berbeda dibandingkan merek lain. Lantas, kenapa produk Apple tetap laku terjual di pasaran? Jawabannya adalah karena yang Apple utamakan adalah manfaat sebuah produk.
2. Menentukan Varian Harga Berbeda
Prinsip kedua menentukan harga sebuah produk adalah dengan menciptakan variasi harga. Profit yang didapat dari satu varian harga dalam satu jenis produk jauh lebih sedikit.
Mungkin Anda sering melihat sebuah produk dengan tipe yang sama dibandrol dengan harga berbeda. Apa tujuannya?
Nah, pada kasus laptop misalnya, di jenis yang sama akan ada tiga varian harga dengan fitur berbeda. Dengan strategi ini, calon pembeli lebih leluasa untuk membeli.