Selain menciptakan sebuah sistem operasional yang terstruktur, mereka bisa merambah ke setiap sudut desa karena faktor visi yang jauh sudah dibangun.Â
Tidak bisa dinafikan, mereka pandai bermain di harga. Ya, karena stok barang yang mereka dapat juga berasal dari kaki tagan perusahaan besar. Soal harga mereka bisa dapat jauh dari harga pasar.Â
Meskipun demikian, bukan itu faktor utama yag membuat mereka maju. Ukuran dan standar bisnis yang dibangun membuat mereka sangat mudah bernavigasi ke segala sektor.Â
Sedangkan jenis usaha toko kelontong tidak bisa menekan harga. Alhasil, tingkat kemajuan bisnis atau profit yang didapat tidak sebanding pastinya dengan para retail besar.Â
Sebenarnya, banyak trik lain yang bisa dimainkan. Namun, lagi-lagi semua harus sesuai dengan visi dari usaha yang dibangun. Misalnya, berapa omset yang ingin dicapai perbulannya, nilai apa yang ingin ditampilkan pada pembeli.Â
Jumlah berupa angka sangat penting bagi pelaku bisnis. Jika hanya mengandalkan asal untung saja, maka bisnis akan selalu bergerak di tempat. Kadang untung, kadang juga buntung.Â
Ukuran untung harus bisa dijelaskan dengan angka. Dari sana bisa ditentukan strategi penjualan yang lebih terukur dan mudah dievaluasi.
Sebagai contoh, jika pelaku bisnis sejenis toko kelontong menginginkan keuntungan 10 juta/bulan. Buatlah data berupa harga barang, jumlah stok, jumlah karyawan dan biaya operasional.Â
Lalu, hitung selisih harga barang dan harga jual dengan detil. Di sana akan terlihat angka pasti, apakah menguntungkan atau malah sebaliknya.Â
Pada kasus usaha kuliner. Sepiring nasi uduk anggap saja 15 ribu. Kemudian, kalkulasi harga bahan semuanya, termasuk biaya gas dan waktu yang dibutuhkan.Â
Jika ada keuntungan 5 ribu dalam setiap porsi. Maka, dibutuhkan 100 porsi untuk mendapatkan keuntungan 500 ribu. Anggaplah kawan saya tadi menargetkan laba bersih satu juta, artinya dia harus menjual 1.000 porsi, benar tidak?