Indonesia masih harus berjuang keras agar angka buta huruf menurun. Masalah buta huruf tidak boleh dipandang sebelah mata, pola asuh bisa menjadi penyebabnya.
Kenapa minat baca di Indonesia jauh kalah dibandingkan negara seperti Jepang dan Finlandia yang memang dikenal sebagai jawara di dunia dalam hal pendidikan.Â
10 tahun yang lalu saya sudah menuliskan bagaimana Finlandia berhasil menduduki peringkat nomor wahid dalam hal pendidikan. Silahkan baca lebih lanjut di sini: Kurikulum 2013 Indonesia VS Kurikulum Finlandia
Minat baca sangat erat kaitannya dengan pembiasaan dalam rumah. Dalam hal ini, orang tua sebagai role model, jelas memiliki peran penting untuk melahirkan generasi pembaca.
Pola Asuh dan Minat Baca
Mau diakui atau tidak, cara orang tua mengasuh anak sangat berdampak pada minat baca. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga pembaca tentu saja membawa tabiat yang sama.
Nah, jika harus jujur, seberapa banyak keluarga yang memberi ruang observasi pada anak untuk melihat orang tua melakukan aktivitas membaca sebagai rutinitas sehari-hari?
Jawabannya, sangat sedikit!
Banyak keluarga yang tidak punya waktu untuk sekedar membacakan buku pada anak. Bukan tanpa alasan, orang tua kerapkali disibukkan dengan pekerjaan dan lupa memberi contoh pada anak.
Membaca seharusnya tidak masuk pada ranah mingguan apalagi bulanan. Kegiatan membaca sudah sepatutnya diperlakukan sama seperti makan dan minum. Jadi, wajar saja, jika jumlah buta huruf sulit diberantas.
Jangan membahas contoh yang terlalu jauh. Jika harus menilai antara gerak mulut dan mata, tentu saja mudah ditebak. Sejauh mana wawasan bertambah pada mayoritas penduduk Indonesia?
Artinya, apa yang masuk melalui mata masih berkisar dari aktivitas liburan dan hiburan, sangat terbatas dari rutinitas membaca. Apalagi kebiasaan bergosip yang berakhir pada hal-hal negatif. Alhasil, waktu berharga terbuang sia-sia.
Sulit memang untuk merubah kebiasaan dalam rumah. anak perlu melihat contoh sebelum mengikuti dan mejadikan kebiasaan. Jika orang tua tidak pernah kelihatan membaca buku di rumah, bagaimana anak bisa membangun minat baca secara alami?
Kurikulum dan Orang tua
Di Indonesia, kurikulum merupakan produk para 'ahli' pendidikan. Makanya, kita tidak heran mendengar pergantian kurikulum saat menteri baru menjabat, diikuti dengan perubahan kebijakan.Â
Ada yang berprasangka buruk dan ada yang tak ambil pusing. Toh, yang pusing guru dan yang menikmati para pembuat kebijakan. Administrasi tetap nomor satu, guru diharuskan mengikuti rangkaian proses guna membuktikan produk kurikulum baru.
Lain disini, lain di negeri orang. Finlandia, sebagai negara dengan tingkat literasi terbaik di dunia, memiliki kebijakan yang melibatkan otoritas lokal bekerja sama dengan pusat dalam penentuan inti kurikulum.
In Finland, development of the core curriculum through a process ofcollaboration between national and local authorities is a highly developed practice
Bukan hanya itu, Finlandia juga menerapkan prinsip "valued experts". Guru dilibatkan untuk mengembangkan kurikulum sekolah untuk menunjang aktivitas belajar yang terukur.
Negara juga tidak meyerahkan tanggung jawab pendidikan seutuhnya pada sekolah. Orang tua sudah aktif terlibat sejak anak masih bayi di rumah.Â
Hal ini jelas terlihat dari kebijakan mempermudah cuti saat masa kehamilan. Bagi seorang ayah, mengambil cuti ketika istri hamil bukan hal aneh di Finlandia.Â
Pemerintah tahu bahwa literasi bukan sekedar memindahkan huruf dari buku ke otak anak, lebih dari itu ada peran ayah dan ibu untuk mulai merencanakan masa depan anak dari dalam rumah.
Finnish children experience a happy and stress-free childhood and enjoy short school days and light amount of homework
Bagi orang tua di negara Skandinavia, proses belajar bukan sesuatu yang menciptakan stres. Berbeda dengan sekolah di Indonesia yang berusaha untuk memindahkan semua isi buku ke kepala siswa.
Di Finlandia, siswa punya masa kecil yang menyenangkan dan jauh dari stres. Anak menikmati masa sekolah yang singkat dan pekerjaan rumah yang sangat sedikit.Â
Local, context driven curriculum
Uniknya, produk kurikulum di Finlandia tidak datang hanya dari pemangku kebijakan di pusat. Guru ahli dilibatkan untuk memberi pendapat tentang jenis kurikulum yang relevan dengan konteks lokal.
Jadi, bukan memaksakan pendapat secara sepihak dengan merubah isi kurikulum lalu langsung dijlankan oleh guru-guru. Kenapa Finlandia memiliki produk kurikulum yang diakui dunia?
Dalam menentukan kurikulum, Finlandia memulai dengan national core curriculum yang nantinya dipakai untuk menentukan kurikulum lokal.Â
Kurikulum inti memandu para guru, pembuat kurikulum lokal, dan petugas setempat untuk mengikuti asas kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pusat.
Tidak hanya itu, konsep belajar dan tujuan belajar diatur dengan baik untuk menentukan lingkungan belajar yang cocok, budaya sekolah, dan metode kerja.Â
Dengan cara ini, kurikulum di Finlandia tidak hanya fokus pada hal administratif saja, lebih dari itu para guru punya kebebasan mengembangkan pedagodik atau ketrampilan mengajar.
Alhasil, kurikulum d Finlandia sangat fleksibel dan guru merasa nyaman mengajar dengan menyesuaikan konteks dan bahan ajar namun tetap mengikuti inti kurikulum dari pusat.
Perubahan kurikulum di Finlandia terjadi pada tahun 1994, di mana pemerintah pusat memberi otonomi pada daerah. Setelah itu, tahun 1998 perubahan pada peraturan tentang pendidikan juga ikut berubah total.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H