Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Self-regulation, Peran Aktif Orangtua Mengajarkan Anak Cara Mengontrol Emosi

6 Desember 2022   21:55 Diperbarui: 8 Desember 2022   03:31 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

When kids learn to self-regulate, they better understand the importance of time and how to manage their own behaviors and actions.

Dalam sebuah grup WA tanpa sengaja saya menemukan sebuah artikel menarik berjudul I Raised 2 Successful CEOs and a Doctor. Here's the No. 1 Skill I Wish More Parents Taught Their Kids Today

Isi artikel ini sangat bagus dan saya memutuskan untuk menuliskan topik ini. Dalam kutipan di atas tertulis "ketika anak-anak belajar mengontrol diri, mereka akan lebih baik memahami pentingnya waktu dan bagaimana mengatur sikap dan tindakan mereka".

Yang menarik dari artikel ini adalah latar belakang penulis yang membesarkan tiga anaknya yang dianggap berhasil menduduki karir terbaik disertai pola asuh yang diterapkan di rumah.

Penulis artikel ini memaparkan tiga kunci sukses mendidik anak yaitu menerapkan tiga hal: curiosity, kindness and emotional intelligence .

Dari ketiga itu, ternyata ada yang lebih penting lagi dan sering dilupakan oleh kebanyakan orang tua. Apa itu? Self-Regulation.

Self-regulation is the ability to control one's behavior, emotions, and thoughts in the pursuit of long-term goals. More specifically, emotional self-regulation refers to the ability to manage disruptive emotions and impulses---in other words, to think before acting.

Self-regulation dipahami sebagai kemampuan mengontrol sikap, emosi, pikiran untuk mencapai tujuan jangka panjang. Secara singkatnya, self-regulation adalah memikirkan sebelum bertindak.

Pentingnya Mengajari Anak untuk memahami self-regulation.

Saat terlahir, otak seorang anak berkembang pesat setidaknya tiga tahun pertama. Apa yang dilihat, dirasa, disentuh, didengar, semuanya akan menjadi rangkaian informasi yang disimpan otak.

Mudah dipahami, perkembangan otak layaknya membangun sebuah rumah. Seorang arsitek bisa mendesain sebuah rumah dengan bagus, namun apa yang lebih penting adalah bahan yang dipakai ketika membangun rumah.

Kalau rumah dibangun dengan bahan bermutu jelek, terlepas sebagus apapun rancangan gambar arsitek, maka kualitas rumah akan bermutu buruk.

Nah, otak seorang anak sangat ditentukan oleh 'bahan' apa yang dipakai untuk membentuk rangkaian input di dalamnya. Walaupun anak lahir dari kedua orangtua berbobot, jika lingkungannya negatif maka kualitas anak akan buruk.

Pada fase perkembangan otak, ada tahapan umur yang lebih dominan membentuk kemampuan pada otak yang disebut dengan sensitive periods/critical periods.

Fase 0-2 tahun dipercaya oleh ilmuan sebagai masa critical periods, dimana kemampuan visual dan auditory terbentuk kuat. Artinya, jika anak tidak cukup mendengar atau melihat pada masa ini, maka ada kemungkinan melemahnya kemampuan melihat dan mendengar pada fase umur selanjutnya.

Lalu, apa kaitannya dengan self-regulation?

Menariknya, otak manusia memiliki dua sistem saraf yang berbeda ketika berhubungan dengan kemampuan mengontrol emosi. Pertama, Sympathetic nervous system dan satunya lagi disebut Parasympathetic nervous system.

Apa yang membuat keduanya berbeda?

Sympathetic nervous system sudah lebih dulu terbentuk jauh sebelum bayi terlahir. Ini bermakna bahwa menangis merupakan bagian dari komunikasi anak untuk memberitahu orangtua akan sesuatu yang mereka anggap penting.

Misalnya, saat anak merasa tidak tenang, butuh sesuatu atau merasa dalam bahaya, cara terbaik adalah menangis. Sympathetic nervous system juga berperan penting dalam aktivasi detak jantung lebih cepat dari normal.

Simpelnya, anggaplah Sympathetic nervous system seperti fungsi gas pada mobil. Semakin ditekan maka semakin cepat mobil melaju, akan tetapi tanpa rem yang baik, mobil bisa saja menabrak apapun. 

Parasympathetic nervous system inilah yang berfungsi sebagai rem saat Sympathetic nervous system melaju kencang. Ketika anak tidak diajarkan untuk untuk mengontrol Sympathetic nervous system, otak mereka akan sulit mengontrol anggota tubuh untuk menanggapi sebuah tindakan yang berlebihan.

Agar Parasympathetic nervous system bisa berfungsi, peran orangtua sangatlah krusial, termasuk didalamnya peran anggota keluarga yang berinteraksi dengan sang anak, baik itu kakek, nenek, abang, kakak, dll.

Karena kemampuan mendengar dan melihat terbentuk cepat di masa 0-2 tahun, anak belajar dengan melihat dan mendengar lebih banyak. 

Lebih dari itu, apa yang dilihat lebih memberi pelajaran kepada anak ketimbang apa yang didengar. Disini, peran orangtua untuk memberi contoh kepada anak sangatlah penting.

Bagaimana Anak membangun kemampuan Self-regulation?

Orang tua perlu memberi contoh baik pada anak bagaimana cara mengontrol emosi dengan bijak.  Kenapa anak perlu melihat ? karena anak belajar lebih mudah dan cepat dari contoh yang mereka lihat.

Ini juga berarti bahwa saat orang tua memperlihatkan contoh buruk seperti berbicara dengan nada keras, berteriak, dan marah maka secara tidak langsung anak menganggap ini tindakan yang benar.

Apa yang terjadi jika anak sering melihat orang tua marah, suka berteriak dan berbicara dengan ada keras? Parasympathetic nervous system tidak terbentuk.

Dengan kata lain, anak tidak memiliki rem yang baik. Anak juga akan mudah marah, kesal tanpa sebab, berteriak ketika keinginan tidak terpenuhi, dan menangis karena alasan spele. 

Lebih buruk lagi, fungsi jantung, hati, pencernaan, mata, paru-paru juga menerima imbasnya. Kenapa bisa demikian? alasannya adalah, saat Sympathetic nervous system bekerja, semua bagian organ ini aktif secara bersamaan.

Pada saat anak tidak belajar mengontrol diri, reaksi negatif tubuh lebih dominan daripada respon positif. Ringkasnya, fungsi organ tubuh bekerja tidak seimbang karena minimnya peran Parasympathetic nervous system.

If a parent is reactive, screams, or yells whenever something goes wrong, the child learns to be reactive and misbehave when things don't go their way.

Ketika orangtua berlaku reaktif dan berteriak saat sesuatu terjadi tidak semestinya, anak belajar menjadi rekatif dan berperilaku buruk saat sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang diharap.

Inilah mengapa ungkapan buah tidak jatuh jauh dari pohonnya menggambarkan apa yang diperlihatkan orangtua kepada anak menjadi cermin yang memantulkan bayangan yang sama.

Bukankah setiap orang tua berharap anak berlaku baik?

Sayangnya, tidak semua orang tua mampu mengontrol emosi dan dengan mudah marah dan berteriak di depan anak. Tanpa disadari mereka memantulkan bayangan yang sama pada anak.

Akibatnya, anak tumbuh tanpa rem yang baik. Mereka tidak mampu mengontrol emosi, mudah marah dan buruknya lagi, kemampuan kognitifnya akan menurun sehingga kemampuan mengingat juga menurun.

Bagaimana Seharusnya Orang Tua Melatih Self-regulation pada Anak 

Hindari Berteriak di depan anak.  Saat berkomunikasi dengan anak, berlemah lembutlah dalam bertutur kata. Ini sangat mempengaruhi emosi anak.

Walaupun umur anak masih dibawah dua tahun, mereka mampu mengenal emosi orang tua dengan baik dari reaksi wajah, gerakan tubuh, dan intonasi bicara, akibatnya mereka akan merekam dan mengikuti.

Sangat wajar, ayah pemarah melahirkan anak pemarah. Sebaliknya, ayah yang lembut mewarisi sopan santu pada anak. Semua bermula dari apa yang dilihat anak sehari-hari.

Jangan selalu menuruti permintaan anak.  Belajarlah untuk bijak dalam memberikan sesuatu kepada anak. Jangan mudah memberi apapun yang diminta anak hanya karena anak menangis. Perlu diingat bahwa menangis adalah reaksi Sympathetic nervous system.

Yang perlu diajarkan orang tua adalah memberikan apa yang dibutuhkan anak dan bukan menuruti segala kemauan anak. Ini berarti, berikan contoh bagaimana mereka harus bersikap saat keinginannya tidak dituruti.

Anak memang akan menangis pada awalnya dan itu memang reaksi tubuh untuk menanggapi sesuatu yang tidak tercapai. Caranya, cukup bersikap tenang dan jangan marah. 

Katakan pada anak dengan suara yang baik bahwa tidak semua keinginan harus dipenuhi. Perlahan anak akan diam dengan sendirinya dan ini berarti Parasympathetic nervous system sudah bekerja.

Jadilah orang tua yang responsif. Menjadi orang tua memang tidak mudah, apalagi saat berurusan dengan anak yang sedang menangis. Jangan sampai gampang terpancing emosi hanya karena anak bersikap buruk.

Pahamilah dengan baik bahwa anak menangis, merengek, dan marah bukan atas kehendaknya, mereka belum paham cara mengontrol emosi dengan benar.

Berikan respon yang positif pada anak saat mereka menangis, marah, atau berteriak. Jika perlu, buang ego dan seringlah memeluk anak saat melihat mereka sedang marah dan menangis.

Memeluk anak sangatlah bermanfaat. Emosi anak akan mudah turun saat dipeluk, sebaliknya emosi anak akan bertambah jika disalahkan atau dimarahi ketika mereka sedang bersikap negatif.

Lagi-lagi, ini memang tidak mudah dilakukan. Terkadang ego pribadi orang tua yang dikedepankan, sehingga saat melihat anak merengek atau bertindak tidak baik, orang tua dengan gampangnya membentak anak dan memarahi anak di depan orang.

Apa yang ditangkap anak dengan perilaku orang tua seperti ini? anak akan mewarisi sifat yang sama. Anak akan mudah berteriak, dan berlaku sama ketika kelak memiliki anak. 

Makanya, sangat-sangat penting untuk menenangkan diri terlebih dahulu sebelum merespon sikap anak yang orang tua anggap tidak sesuai. Ingat bahwa anak masih dalam tahap belajar dan perlu dipandu agar bersikap baik.

Jangan menjadi orang tua yang reaktif, sehingga sedikit anak menangis saja sudah marah. Anak merengek minta mainan langsung diceramahi.

Anak melihat dan belajar dari sikap responsif orang tua. Semakin tenang dan bijak orang tua merespok perilaku anak, maka semakin baik kemampuan Parasympathetic nervous system terbentuk dalam diri anak. 

Referensi bacaan:

1. Emotional Regulation in Children | A Complete Guide

2. Critical Period In Brain Development and Childhood Learning

3. I Raised 2 Successful CEOs and a Doctor. Here's the No. 1 Skill I Wish More Parents Taught Their Kids Today

4. What is Self-Regulation? (+95 Skills and Strategies)

5. How to Develop and Practice Self-Regulation

6. What does the sympathetic nervous system do? Its purpose?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun